Perundingan nuklir Iran dan Kelompok 5+1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Jerman) pada 24 November 2013 yang menghasilkan kesepakatan Jenewa, saat ini memasuki fase yang lebih sensitif. Faktor penentu keberhasilan fase ini adalah penetapan kerangka pelaksanaan isi kesepakatan dalam format politik bertahap dan seimbang.
Menindaklanjuti kesepakatan ini, pekan lalu digelar perundingan tingkat ahli di Wina, akan tetapi setelah berlangsung selama empat hari delegasi Iran meninggalkan meja perundingan dan kembali ke Tehran. Delegasi Iran mengaku, ini karena lambatnya proses perundingan dan dilakukan untuk membahas kebijakan serta langkah terbaru yang dilakukan Amerika Serikat.
Kementerian Keuangan Amerika, Kamis pekan lalu menambahkan 19 nama pelaku bisnis dan perusahaan Iran juga asing ke dalam daftar sanksi anti-Iran. Disahkannya sanksi-sanksi baru atas Iran dengan alasan dan justifikasi apapun adalah pengingkaran Amerika terhadap janji-janjinya. Ketidakstabilan ini akan mempersulit perundingan dan pencapaian hasil yang diharapkan.
Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, Ahad (15/12) di laman Facebooknya menyinggung reaksi Iran atas sanksi-sanksi baru Amerika dan mengatakan, "Republik Islam Iran menindaklanjuti dengan serius perundingan Jenewa, akan tetapi dalam menghadapi langkah-langkah tidak tepat dan tidak konstruktif, Tehran akan menunjukkan reaksi yang sesuai."
Penegasan Menlu Iran ini berarti bahwa kesepakatan nuklir Jenewa tetap terjaga dan negosiasi soal pelaksanaannya terus berlanjut. Pada kenyataannya, dengan langkah-langkah mengganggu dan provokatif, Kongres Amerika tengah berupaya menghalangi terlaksananya kesepakatan ini.
Namun di sisi lain pemerintah Amerika dan anggota Kelompok 5+1 yang lain menegaskan pelaksanaan kesepakatan tersebut. Oleh karena itu Kementerian Luar Negeri Amerika kembali menegaskan berlanjutnya perundingan dengan Iran. John Kerry, Menlu Amerika menjelaskan bahwa Washington ingin agar perundingan dengan Iran dilanjutkan.
Kesepakatan Jenewa yang membolehkan Iran melanjutkan pengayaan uraniumnya, membuka peluang tercapainya sebuah kesepakatan komprehensif untuk menyelesaikan pertentangan Barat dan Iran terkait nuklir Tehran yang sudah berlangsung satu dekade. Kesepakatan ini berhasil dicapai sekalipun Kongres Amerika sejak kurang lebih dua tahun lalu berada di bawah tekanan lobi-lobi Zionis. Tekanan dalam bentuk sanksi yang menurut mereka dapat mematikan dan mengucilkan Iran dari pergaulan regional dan internasional, namun gagal.
Sanksi-sanksi sepihak Amerika mendapat penentangan serius dari negara-negara Uni Eropa, Rusia dan Cina. Kunjungan delegasi Parlemen Uni Eropa ke Iran juga dilakukan tidak lama setelah tercapainya kesepakatan Jenewa. Pertemuan delegasi Eropa dengan petinggi Iran menunjukkan adanya proses pembentukan iklim baru dalam hubungan dan perubahan pandangan negara-negara Eropa terhadap posisi Iran di tingkat regional dan internasional.
Jean-Louis Borloo, Ketua Partai Uni Demokrat dan Independen, Perancis memulai lawatan tiga harinya ke Tehran, Sabtu (14/12). Tujuan kunjungan ini, katanya adalah untuk memahami sistem unik demokrasi agama. Jean-Louis Borloo kepada surat kabar Perancis, Le Figaro mengatakan, "Banyak dibahas masalah terkait Iran. Rasa keingintahuan saya sebagai anggota parlemen mendorong saya untuk mengetahui apa yang terjadi di Iran."
Carl Bildt, Menlu Swedia, Sabtu (14/12) mengomentari kesepakatan nuklir Jenewa. Ia mengumumkan, "Tidak ada satu alasanpun bagi Uni Eropa untuk tidak mencabut sanksi-sanksi atas Iran pada bulan Januari." Rencananya Menlu-menlu Uni Eropa pekan depan akan menggelar dialog membahas usulan Catherine Ashton, Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa terkait pengurangan sanksi.
Apapun alasannya, harus diterima bahwa pada dasarnya negosiasi-negosiasi yang dilakukan, profesional dan rumit. Sampai sekarang masih banyak masalah terkait kesepakatan Iran dan Kelompok 5+1 yang belum terselesaikan dan harus ditangani. Karena tujuan final adalah dicapainya sebuah kesepakatan komprehensif.
Berdasarkan hal tersebut, tim juru runding nuklir Iran melangkah dalam kerangka memajukan politik "win-win solution" dengan menekankan tiga prinsip, kemuliaan, kebijaksanaan dan kemaslahatan di tengah sikap-sikap yang ingin merusak kesepakatan Jenewa.