Duka Kepergian Putri Rasulullah Saw

Rate this item
(0 votes)
Duka Kepergian Putri Rasulullah Saw

Beberapa bulan sepeninggal Nabi Muhammad Saw, kesedihan ditinggal ayahnya telah merampas ketenangan batin Sayidah Fatimah as. Setelah wafatnya Nabi, beliau melalui hari-hari dengan kesedihan dan duka, sehingga beliau terbaring sakit hingga akhir masa hidupnya. Hanya satu hal yang menenteramkan hati Sayidah Fatimah as, yaitu janji Nabi Saw sebelum beliau meninggal dan berkata, "Putriku setelahku, kau adalah orang pertama yang akan bergabung denganku."

Sayidah Fatimah as pada malam terakhir memimpikan ayahnya yang berkata kepadanya, "Datanglah padaku karena aku sangat merindukanmu." Di dalam mimpi Sayidah Fatimah as menjawab, "Demi Allah, aku lebih merindukan pertemuan denganmu." Kemudian Rasulullah Saw dalam mimpi itu memberikan kabar kepada putrinya, "Kau akan bersamaku malam ini."

Pada detik-detik terakhir, Sayidah Fatimah as  memanggil Imam Ali as sementara Singa Allah itu menitikkan air mata. Sayidah Fatimah az-Zahra as mentap suaminya Ali as dan berkata, "Wahai sepupu! Aku tidak punya banyak waktu lagi, aku memiliki beberapa wasiat. Imam Ali as menjawab, "Pesankan apapun yang kau inginkan." Lalu Ali bangkit dan duduk menghadap Fatimah as. Sayidah Fatimah as berkata, "Kau tidak pernah melihat kebohongan dan pengkhianatan dariku dan sejak kau memulai hidup denganku aku tidak pernah menentangmu."

Ali as menjawab, "Aku berlindung kepada Tuhan, kau lebih tahu akan Allah Swt, lebih baik, lebih terhormat, lebih murah hati dan lebih saleh bagiku untuk menentangmu. Jauh darimu sangat berat untukku. Kehilanganmu adalah bencana yang tidak ada hal lain yang menyakitkan dan lebih menyedihkan. Demi Allah, aku bersumpah ini adalah bencana yang tidak mampu kukabungi, dan tidak ada yang dapat mengisinya."

Kemudian keduanya mulai menangis, Ali meletakkan kepala Fatimah di dadanya dan berkata, "Pesanlah apapun yang kamu inginkan. Aku akan melaksanakannya dan aku akan mengutamakannya daripada diriku sendiri." Sayidah Fatimah as berkata,  "Jangan sampai orang-orang yang telah menzalimiku dan menistakan hak-hakku, mendatangi jenazahku. Mereka adalah musuhku dan musuh Rasulullah. Jangan sampai mereka shalat untuk jenazahku. Saat semua mata terlelap, makamkan aku di malam hari."

Kesedihan luar biasa meliput Madinah. Gang-gang kota itu benar-benar senyap diliputi kesedihan. Putri kesayangan Rasulullah Saw pada hari itu meninggal dunia. Imam Ali as, suami Sayidah Fatimah az-Zahra as, tenggelam dalam kesedihan yang luar biasa. Hanya Allah Swt yang mengetahui apa yang terlintas dalam benak Imam Ali as saat istrinya yang juga putri kesayangan Rasululah Saw meninggal dunia.

Saat Rasulullah Saw meninggal dunia, Sayidah Fatimah as benar-benar kehilangan dan sangat sedih. Kondisi pasca wafat Rasulullah Saw, tidaklah ramah. Fenomena inilah yang membuat kesedihan berlarut-larut Sayidah Fatimah az-Zahra as. Tak lama setelah Rasulullah Saw meninggal dunia, Sayidah Fatimah menyusul ayahnya.

Menjelang wafat Sayidah Fatimah as, anak-anak Imam Ali as menangis memandang ibunda tercinta yang akan menemui ajalnya. Sayidah Fatimah setiap kali membuka matanya, ketenangan hati meliputi anak-anaknya. Kali ini, Sayidah Fatimah az-Zahra as membuka mata dan meminta Asma, salah satu pendamping setianya, untuk mengambil air untuk berwudhu. Sayidah Fatimah az-Zahra as berwudhu bersiap-siap menemui kekasih sejatinya, Allah Swt. Sayidah Fatimah memandang anak-anaknya dengan penuh kegelisahan, dan kemudian menyampaikan pesan-pesannya kepada suaminya, Imam Ali as.

Imam Ali as adalah orang yang paling sedih setelah wafatnya Sayidah Fatimah az-Zahra as. Imam Ali as setiap kali melihat Sayidah Fatimah az-Zahra as, lupa akan seluruh kegelisahan dunia. Sayidah Fatimah az-Zahra as benar-benar menjadi sumber kebahagiaan bagi Imam Ali as. Akan tetapi bagi Imam Ali as, kondisi itu akan berubah drastis tanpa kehadiran Sayidah Fatimah az-Zahra as.

Terkait kebesaran Sayidah Fatimah az-Zahra as, Rasulullah Saw bersabda, "Keimanan kepada Allah Swt melekat dalam hati dan jiwa mendalam az-Zahra as yang mampu menyingkirkan segalanya saat beribadah kepada Allah Swt. Fatimah adalah bagian dari hati dan jiwaku. Barangsiapa yang menyakitinya sama halnya ia menyakitiku dan membuat Allah Swt tidak rela."

Hadis di atas itu diucapkan oleh manusia terbaik di alam semesta dan pilihan Allah Swt, Muhammad Rasulullah Saw. Tak diragukan lagi, keagungan Sayidah Fatimah az-Zahra as menghantarkan ke derajat yang luar biasa di sisi Rasulullah Saw.

Dalam hadis lain, Rasulullah Saw bersabda, "Putriku yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman dan generasi. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Setiap kali Fatimah beribadah di mihrab di hadapan Tuhannya, cahaya wujudnya menyinari malaikat. Layaknya bintang-gemintang yang bersinar menerangi bumi."

Keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki Sayidah Fatimah as bukan hanya disebabkan ia adalah putri Rasulullah. Apa yang membuat pribadinya menjadi begitu luhur dan dihormati, lantaran akhlak dan kepribadiannya yang sangat mulia. Di samping itu, kesempurnaan dan keutamaan yang dimiliki Sayidah Zahra as mengungkapkan sebuah hakikat bahwa masalah gender bukanlah faktor yang bisa menghambat seseorang untuk mencapai puncak kesempurnaan. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi yang sama untuk meraih kesempurnaan.

Kepribadian Sayidah Fatimah yang begitu mulia, baik secara personal, maupun di lingkungan keluarga dan sosialnya menjadikan dirinya sebagai manifestasi nyata nilai-nilai Islam. Ia adalah contoh manusia teladan, seorang istri dan ibu yang penuh pengorbanan. Ia adalah contoh manusia sempurna yang seluruh wujudnya penuh dengan cinta, iman, dan makrifah.

Jiwa dan pribadi Fatimah mengenal konsepsi kehidupan yang paling luhur di rumah wahyu, di sisi pribadi agung Rasulullah Saw. Setiap kali Rasulullah memperoleh wahyu, dengan penuh seksama Sayidah Fatimah mendengarkan ajaran hikmah yang disampaikan oleh sang Ayah kepadanya. Sebegitu mendalamnya cinta kepada Allah dalam diri Fatimah, sampai-sampai tak ada apapun yang diinginkannya kecuali keridhoan Allah swt. Ketika Rasulullah Saw berkata kepadanya, "Wahai Fatimah, apapun yang kamu pinta saat ini, katakanlah. Sebab Malaikat pembawa wahyu tengah berada di sisiku". Namun Fatimah menjawab, "Kelezatan yang aku peroleh dari berkhidmat kepada Allah, membuat diriku tak menginginkan apapun kecuali agar aku selalu bisa memandang keindahan Allah Swt".

Di umur pendek, Sayidah Fatimah mengalami berbagai peristiwa. Meski berumur pendek, putri kesayangan Rasulullah Saw mempunyai peran luar biasa. Pesan-pesan yang disampaikan oleh Sayidah Fatimah sarat dengan pesan keluarga, politik dan sosial.

Selain itu, Sayidah Fatimah az-Zahra as juga mencerminkan seorang hamba yang luar biasa di hadapan Allah Swt. Ibadah yang dirasakannya sama sekali tak tergantikan dengan segala kenikmatan dunia. Dalam riwayat disebutkan, Sayidah Fatimah as dan keluarganya berpuasa tiga hari berturut-turut dan cukup berbuka dengan air karena ingin bersedekah kepada orang-orang miskin. Kehidupan Sayidah Fatimah as penuh dengan kedermawanan. Beliau juga beribadah dari malam hingga pagi. Beribadah kepada Allah Swt merupakan kerinduan tersendiri bagi Sayidah Fatimah az-Zahra as.

Kehidupan Sayidah Fatimah az-Zahra dan Imam Ali as sangat sederhana. Meski hidup sederhana, keluarga putri kesayangan Rasulullah Saw diliputi rasa kebahagiaan yang melimpah. Rumah kecilnya penuh dengan aura spiritual yang juga menjadi tempat bertumpunya orang-orang yang tidak mampu.

Di penghujung umurnya, Sayidah Fatimah az-Zahra as hanya menyampaikan wasiatnya kepada suaminya, Imam Ali as. Ini menunjukkan ketulusan dan ketaatan Sayidah Fatimah az-Zahra kepada suaminya, Imam Ali as. Ketulusan dan pengorbanan Sayidah Fatimah az-Zahra atas suaminya telah menciptakan keluarga ideal dan manusia-manusia besar dalam sejarah manusia.

Read 2351 times