Diplomasi Ekonomi Indonesia

Rate this item
(0 votes)
Diplomasi Ekonomi Indonesia

Indonesia dituntut kreatif dalam melakukan diplomasi ekonomi. Kreativitas ini sangat penting dalam menjalin hubungan internasional yang sangat dinamis.

Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri, Muhammad Anshor mengatakan kreativitas tersebut yang memperkuat hubungan kerja sama Indonesia dengan Eropa dan Amerika.

Dia membahas mengenai kreativitas dalam berdiplomasi untuk masalah masuknya produk kelapa sawit ke Uni Eropa.

"Isu sertifikasi adalah kunci karena standar Uni Eropa yang sangat tinggi, tidak sembarang produk bisa masuk," kata Anshor di hadapan 400 mahasiswa Universitas Langlangbuana Bandung, Selasa 18 Desember 2018.

Menurut Anshor, produk kayu dan kelapa sawit merupakan ujung tombak diplomasi ekonomi Indonesia. Untuk kayu, saat ini Indonesia telah memiliki Forest Law Enforcement and Trade (FLEGT).

"Indonesia menjadi satu-satunya yang mengantongi sertifikat ini," imbuh dia.

Dengan sertifikat FLEGT ini, artinya produk kayu Indonesia berkualitas tinggi dan diproduksi mengikuti ketentuan, bukan hasil pembalakan liar.

Anshor menambahkan Indonesia juga aktif dalam melawan kampanye negatif kelapa sawit. Itu terjadi karena Uni Eropa ingin melindungi produk lokal mereka.

Kegiatan ini merupakan rangkaian acara DiploFest 2018, yang dilakukan selama tiga bulan berturut-turut di tiga kota berbeda. Pada Oktober lalu dilakukan di Yogyakarta dan November kemarin di Surabaya. Sebelum akhir tahun, kegiatan ini dilakukan di Bandung pada 18 hingga 19 Desember 2018.

Tujuan kegiatan ini untuk memperkenalkan diplomasi kepada anak-anak muda. Selain itu, acara ini mengajak agar masyarakat dapat aktif melakukan diplomasi, baik dalam hal kecil dì kehidupan sehari-hari.

Kedekatan Negara Islam Dinilai Belum Secara Ekonomi

Direktur Jenderal Asia, Pasifik, dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya mengatakan bahwa kedekatan politis dan budaya Indonesia dengan negara-negara Islam di Asia belum tercermin dalam kerja sama ekonomi.

"Semestinya refleksinya adalah adanya kaitan sangat kuat antara Indonesia dengan negara-negara di Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah," kata Desra saat menyampaikan kuliah umum di UIN Sunan Gunung Djati, sebagai rangkaian kegiatan Diplomacy Festival (DiploFest) di Bandung, Selasa (18/12).

Ia mengatakan Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah merupakan pasar yang besar dengan 35 negara dan total hingga tiga miliar penduduk. Namun, agregat angka total perdagangan RI dengan 35 negara di ketiga kawasan tersebut hanya 48 persen lebih besar dari perdagangan bilateral RI dengan Amerika Serikat yang hanya berpenduduk sekitar 400 juta jiwa.

Total perdagangan bilateral RI dengan 35 negara di ketiga kawasan tersebut tercatat 37,2 miliar dolar AS. Sementara total perdagangan bilateral RI dengan AS sebesar 25,96 miliar dolar AS. "Ketiga kawasan ini seharusnya menjadi pasar potensial bagi Indonesia tetapi agregatnya tidak menunjukkan demikian," tutur Desra.

Mengacu pada fakta tersebut, pemerintah RI menjadikan diplomasi ekonomi sebagai salah satu fokus kebijakan luar negeri di Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah. Sejumlah langkah yang telah dan akan dilakukan Indonesia antara lain memaksimalkan potensi pasar yang belum tergarap (untapped market), mengoptimalkan kerja sama bilateral melalui perjanjian perdagangan bebas (FTA) maupun perjanjian perdagangan istimewa (PTA), serta melindungi investasi RI di negara-negara tersebut.

Menurut Desra, pemerintah kini menyasar pasar non-tradisional seperti India, Pakistan, juga negara-negara di Afrika dan Timur Tengah. "Selama ini mungkin kita puas bermain-main di pasar lama. Sekarang tidak lagi. Kita sudah jenuh melihat pasar-pasar tradisional yang ada, sekarang kita bisa lihat kesempatan yang lain," tutur dia.

Salah satu pasar non-tradisional yang coba dipenetrasi Indonesia adalah Bangladesh, dengan penduduk di atas 100 juta jiwa, dianggap sebagai pasar yang sangat potensial.

Indonesia juga akan terus mendorong investasi asing (FDI) pada sektor prioritas khususnya infrastruktur, ketahanan pangan, energi, pertambangan, pertahanan, IPTEK, industri, dan pariwisata. 

Read 837 times