Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Turki dalam lawatannya ke Jerman memperingatkan Uni Eropa bila tidak menerima Turki sebagai anggotanya. PM Erdogan mengancam UE bila masalah bergabungnya Turki ke Uni Eropa masih belum selesai hingga tahun 2023, maka Eropa akan kehilangan warisan dinasti Ottoman.
Ini untuk pertama kalinya Recep Tayyip Erdogan memberikan ultimatum soal penerimaan keanggotaan Turki ke Uni Eropa. Saat di Berlin, ketika ditanya mengenai apakah Turki akan menjadi anggota Uni Eropa hingga tahun 2023 atau tidak, Erdogan menjawab, "Mungkin saja lebih cepat, tapi bila masalah ini ditangguhkan hingga tahun 2023, maka mereka akan kehilangan Turki." Erdogan menambahkan, "Populasi Turki mencapai 74 juta orang dan ini akan memperkokoh Uni Eropa. Saat ini saja ada sekitar 6 juta warga Turki yang hidup di negara-negara UE dan 3 juta dari mereka berada di Jerman."
Uni Eropa pada 1999 menerima permintaan Turki menjadi calon anggota UE, setelah resmi menyampaikan permohonannya selama lebih dari dua dekade. Sejak waktu itu butuh waktu 6 tahun bagi Uni Eropa untuk mengumumkan kesiapannya berunding dengan Turki soal keanggotaannya di UE. Dan ternyata selama 6 tahun itu pula, 7 negara dari Eropa Timur telah menjadi anggota UE.
UE memulai perundingannya dengan Turki terkait keanggotaannya di organisasi ini pada 2005. Perundingan ini dilakukan bersamaan dengan perundingan UE dengan Kroasia dengan tujuan yang sama. Pembicaraan dengan Kroasia dilakukan selama 6 tahun dan UE memutuskan menerima negara ini pada pertengahan tahun 2013. Tapi berbeda dengan perundingan yang dilakukan UE dengan Turki. Ada sekitar 35 bab masalah yang harus dibicarakan demi mendekatkan kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya Turki dengan parameter Uni Eropa. Dan sampai sekarang baru satu bab yang selesai dibicarakan dan disepakati. Laporan terbaru Komisi Eropa pada 10 Oktober lalu mengenai proses keanggotaan di UE menunjukkan masa depan keanggotaan Turki di UE justru semakin tidak jelas.
Komisi Eropa dalam laporan terpisah menyebut sejumlah faktor yang masih menghalangi keanggotaan Turki di UE seperti masalah kebebasan berpendapat dan sosial, peradilan dan juga warga Kurdi. Dalam laporannya, Komisi Eropa memrotes Turki terkait penangkapan dan pemenjaraan wartawan kritis, mahasiswa dan juga para aktivis Kurdi. Disebutkan juga bahwa pemerintah Turki juga sampai kini tidak mampu mencarikan solusi politik bagi warga Kurdi.
Laporan ini juga menyebutkan tentang proses hukum pejabat militer yang dituduh berusaha melakukan kudeta. Menurut Komisi Eropa, dalam proses hukum yang ada mereka tidak diberi kesempatan membela diri atau dibela oleh seorang pengacara. Komisi Eropa dalam laporannya juga menuduh PM Erdogan tidak transparan dalam menerapkan perubahan UUD Turki dan menilai proses ini tidak memiliki tujuan yang jelas.
Bila diperhatikan, laporan sebelumnya Komisi Eropa terkait kemajuan Turki sangat lunak, dan banyak yang mengira keanggotaan negara ini di UE akan segera terealisasi. Tapi semua harapan itu buyar bila menelaah laporan terbaru Komisi Eropa ini.
Di lain pihak, negara-negara anggota Uni Eropa malah menghendaki agar Turki tidak menjadi anggota UE. Sebagai contoh, Angela Merkel, Kanselir Jerman memberikan usulan hubungan khusus UE dengan Turki, sebagai ganti keanggotaan resmi. Pernyataan dan ultimatum PM Erdogan terkait keanggotaan Turki di Uni Eropa disampaikan tepat dimana tidak ada kejelasan soal masa depan keanggotaan Turki di Uni Eropa.