Ketua Parlemen Kuwait Marzouq al-Ghanim memasukkan berkas-berkas prakarsa Kesepakatan Abad (Deal of the Century) –yang dirancang oleh Amerika Serikat untuk apa yang diklaim Washington sebagai cara untuk menyelesaikan konflik antara Palestina dan rezim Zionis Israel– ke keranjang sampah.
"Atas nama bangsa-bangsa Arab, Islam dan setiap orang terhormat serta seluruh orang merdeka dunia, saya mengatakan bahwa Kesepakatan Abad ini tempatnya yang tepat adalah dalam sampah sejarah," kata al-Ghanim dengan nada keras sebelum mencampakkan berkas tersebut ke keranjang sampah dalam pertemuan ke-30 Uni Parlemen Arab di Amman, ibu kota Yordania, Sabtu (8/2/2020).
Dia menambahkan, Kesepakatan Abad lahir dalam keadaan gugur, di mana seribu pemerintahan dan seribu lembaga propaganda dan iklanpun percuma untuk mempromosikannya.
"Orang yang ingin mempromosikan penyelesaian damai harus bekerja untuk membuat persyaratan yang benar, seimbang dan adil untuk perundingan sebagai upaya sejati yang berujung pada Negara Palestina yang memenuhi semua hak atas seluruh tanah Palestina dengan al-Quds sebagai ibu kotanya," tegasnya seperti dilansir Liputanislam.
Ketua Parlemen Kuwai itu menilai penjadwalan Kesepakatan Abad yang terdiri dari sekitar 81 halaman itu tidak matang dan menunjukkan kedangkalan yang aneh, serta merupakan dagelan yang gegabah.
Al-Ghanim menuturkan bahwa prakarsa AS tersebut ditolak oleh rakyat Palestina sendiri sebagai pihak yang berperkara, dari yang paling kanan hingga yang paling kiri, ditolak oleh para pemimpin, pemerintah, elit dan rakyat Arab, dan ditolak pula oleh umat Islam dari Rabat hingga Jakarta.
"Orang-orang Eropa yang tidak antusias saja menyadari bahwa itu tidak realistis dan tak mungkin dapat diimplementasikan. Dan yang menarik kali ini adalah bahwa banyak sekali suara Amerika dan Yahudi yang juga menyatakan penolakan mereka terhadap prakarsa ini. Tak seorang pun mendukung rencana penyelesaian dalam bentuk yang menggelikan itu," tuturunya.
Pajabat tinggi parlemen Kuwait itu mengatakan, setiap suara yang mencoba menggambarkan pertemuan kita ini sebagai forum untuk hanya bertukar pidato bergaung adalah suara yang mencurigakan.
Al-Ghanem menegaskan, Palestina dan al-Quds cepat atau lambat akan kembali kepada bangsa Palestina.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan Kesepakatan Abad pada hari Selasa, 28 Januari 2020 setelah melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri rezim Zionis Israel Benjamin Netanyahu dan seorang politisi senior rezim ini, Benny Gantz.
Berbicara di samping Trump di Gedung Putih, Netanyahu mengatakan bahwa Israel juga harus memiliki kedaulatan di Lembah Yordania.
Pemimpin Otorita Ramallah Mahmoud Abbas terkait Kesepakatan Abad mengatakan, al-Quds tidak untuk dijual. Dia menyebut Kesepakatan Abad sebagai "tamparan abad ini."
"Saya katakan kepada Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu: al-Quds tidak untuk dijual, semua hak kami tidak untuk dijual dan tidak untuk tawar-menawar. Dan kesepakatan Anda, konspirasi, tidak akan lolos," kata Abbas.
Sami Abu Zuhri, pejabat senior Hamas juga mereaksi Kesepakatan Abad dan mengatakan, pernyataan Trump mengenai apa yang disebut sebagai pakarsa perdamaian (Kesepakatan Abad) adalah permusuhan dan akan menciptakan kemarahan luas.
Berdasarkan Kesepakatan Abad, al-Quds akan diserahkan kepada rezim Zionis, pengungsi Palestina di luar negeri tidak berhak kembali ke tanah airnya, dan Palestina hanya terdiri dari wilayah yang tersisa di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Kesepakatan Abad merupakan prakarsa pemerintah AS untuk menghapus hak-hak rakyat Palestina. Prakarsa ini dibuat melalui kerja sama dengan sejumlah negara Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab.
Dalam kerangka Kesepakatan Abad, Trump pada 6 Desember 2017 mengumumkan al-Quds pendudukan sebagai ibu kota rezim Zionis.
AS kemudian memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke al-Quds pada Senin, 14 Mei 2018. Al-Quds diduduki rezim Zionis sejak tahun 1967.
Uni Parlemen Arab menyelenggarakan sidang darurat di Amman dengan tema "Mendukung Saudara Palestina dalam Perkara Adil Mereka" pada hari Sabtu. Sidang ini dihadiri oleh para delegasi dari 20 negara.