Keputusan Presiden AS Donald Trump hari Selasa (28/1/2020) meresmikan peluncuran prakarsa damai Timur Tengah, "Kesepakatan Abad" atau "Deal of Century" memicu protes luas dari berbagai kalangan di tingkat dunia.
Pengamat Timur Tengah dari Indonesia, Yusli Effendi menilai prakarsa ini sebagai dagelan politik yang diusung Trump.
"Deal of century bagi saya adalah dagelan yang dibuat oleh Trump. Memang ini salah satu janji politik Trump ketika menjadi calon presiden AS untuk menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina," ujar Yusli kepada Parstoday hari Selasa (4/2/2020).
Dosen hubungan internasional Universitas Brawijaya Malang ini mengungkapkan bahwa usulan tersebut sudah digagas beberapa tahun yang lalu dan menemukan perwujudannya di konferensi Manama beberapa tahun lalu.
Jebolan universitas Exeter, Inggris ini menilai kesepakatan abad tidak memiliki prospek yang cerah, karena tidak menyodorkan solusi yang adil dan cenderung mendahulukan kepentingan Israel.
"Saya tidak melihat adanya prospek yang cerah, karena kesepakatan ini lebih terlihat sebagai dagelan, bahkan bisa dianggap apartheid. Sebab isi Trump Peace plan ini berpretensi bias dan mendahulukan kepentingan Israel," papar intelektual muda NU Malang ini.
Orang-orang Palestina, tutur Yusli, hanya diberikan kebebasan sangat terbatas, tapi Israel memiliki akses untuk menguasai sebagian besar daerah di Palestina.
Menurutnya, berdasarkan kesepakatan abad, Israel memiliki legitimasi untuk menguasai tidak hanya teritorial Palestina saja, tapi juga secara rasial, yang sangat diskriminatif dan rasis.