Pemerintah Iran telah menyerukan keputusan Financial Action Task Force (FATF) untuk menempatkan Republik Islam Iran dalam kelompok negara-negara yang tidak bekerja sama (daftar hitam) dengan motif politik bagi beberapa negara yang menginginkan keburukan bagi Iran.
Pemerintah Iran mengeluarkan pernyataan pada hari Rabu, 26 Februari, mengatakan bahwa kebijakan anti-terorisme Iran didasarkan pada inti pencarian keadilan dan sifat damai dari rezim Republik Islam Iran dan ini sedang dilaksanakan di semua bidang, termasuk kontra-pendanaan terorisme.
Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF) pada 21 Februari 2020 memasukkan Iran ke dalam daftar hitam dengan mengklaim bahwa tindakan Tehran tidak sesuai dengan norma-norma internasional terhadap pendanaan terorisme.
FATF memasukkan kembali Iran ke daftar hitam
Lembaga keuangan ini mengklaim sebagai anti-Iran dalam kondisi ketika Republik Islam Iran adalah satu-satunya negara yang secara faktual dan efektif memerangi berbagai kelompok teroris di wilayah Asia Barat.
Iran berkewajiban untuk mematuhi prinsip dan aturan nasional dan internasional sesuai risalah dan substansi perdamaian dan pencarian keadilan yang berdasarkan slam dan agama yang telah didefinisikan berasaskan keadilan.
Dalam kerangka kerja ini, Iran telah mengimplementasikan agenda nasional tentang pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Sebagai badan legislatif di Iran, Majelis Syura Islami telah menetapkan hukum dan peraturan domestik tentang pencucian uang dan pendanaan terorisme, yang memiliki dampak tidak kalah dengan norma dan hukum internasional.
Mengingat bahwa mekanisme internasional memiliki kelebihan dan kekurangan dan lebih dipengaruhi oleh pandangan politik para kekuatan dunia, sementara tekanan pada negara-negara seperti Iran yang sensitif terkait implementasi aturan soal pencucian uang dan pendanaan terorisme itu hanya pendekatan politik, bukan masalah hukum dan undang-undang.
Selain itu, pada dasarnya tidak ada hubungan internasional antara sistem moneter dan perbankan Iran ketika Amerika Serikat menerapkan sanksi yang komprehensif terhadap Iran, dan dalam keadaan seperti itu, menerima dan melaksanakan peraturan keuangan FATF tidak bermanfaat bagi Iran.
Mengingat situasi saat ini, yang berarti bahwa penerapan sanksi AS yang ada dan sistem moneter dan keuangan Iran yang tidak memiliki hubungan dengan luar negeri, memasukan kembali Iran ke daftar hitam FATF tidak banyak berpengaruh pada ekonomi Republik Islam Iran.
Dalam hal ini, Abdolnaser Hemmati, Gubernur Bank Sentral Republik Islam Iran berpendapat bahwa, pada periode sanksi berat dan tekanan maksimum AS, sistem moneter dan keuangan Iran telah mampu membangun hubungan yang tidak dapat disanksi dengan sistem moneter dan keuangan dunia di luar kerangka FATF.
Abdolnaser Hemmati, Gubernur Bank Sentral Republik Islam Iran
Pergeseran prioritas perdagangan luar negeri Iran dari emas hitam (minyak) ke produk-produk turunan minyak bumi, jasa teknik dan barang-barang berbasis pengetahuan telah menyebabkan ancaman dan kendala yang berusaha diciptakan AS serta pendekatan politik terhadap mekanisme internasional seperti FATF tidak dapat mengganggu proses perdagangan Iran.
Bahkan adopsi dan persetujuan dari aturan FATFtidak akan berdampak pada sanksi AS terhadap negara Iran, dan Iran sampai pada kesimpulan saat ini bahwa kepatuhan terhadap aturan FATF bukanlah kebutuhan mendesak.