Juru bicara Brigade Ezzedine al-Qassam, Abu Obeida mengatakan rencana rezim Zionis menganeksasi Tepi Barat, Palestina adalah deklarasi perang.
"Jika aneksasi beberapa bagian dari Tepi Barat dilakukan, kubu perlawanan akan mengambil tindakan yang membuat musuh Zionis mengigit jarinya sebagai tanda penyesalan," tegasnya dalam sebuah pernyataan hari Kamis (25/6/2020) seperti dikutip kantor berita Shehab.
Abu Obeida lebih lanjut mengatakan prioritas Hamas adalah mencapai kesepakatan pertukaran tawanan. Kesepakatan ini sebagai bentuk komitmen terhadap para pahlawan Palestina yang ditawan.
Jubir sayap militer Hamas ini menegaskan, para pemimpin rezim penjajah perlu mengetahui bahwa kubu perlawanan punya banyak opsi dalam kasus pertukaran tawanan.
"Larangan-larangan yang dilanggar dalam kesepakatan Wafa al-Ahrar (kesepakatan Shalit) dapat terulang kembali pada kesepakatan baru," ujarnya.
Seorang tentara rezim Zionis, Gilad Shalit ditawan selama operasi yang dilakukan di perbatasan timur Gaza pada 25 Juni 2006. Shalit kemudian ditukar dengan 1.027 tawanan Palestina yang merupakan sebuah pencapaian besar bagi kubu perlawanan.
Israel telah mengumumkan rencananya untuk mencaplok beberapa bagian di Tepi Barat dengan dukungan pemerintahan Donald Trump. Langkah ini merupakan bagian dari prakarsa yang diperkenalkan oleh AS, Kesepakatan Abad.
Di antara butir penting Kesepakatan Abad adalah menetapkan Quds sebagai ibukota rezim Zionis, menyerahkan 30 persen dari wilayah Tepi Barat kepada Israel, menghapus hak kepulangan pengungsi Palestina, dan melucuti senjata kelompok perlawanan.