Google untuk keenam kalinya memblokir akun YouTube resmi jaringan berita internasional milik Republik Islam Iran, Press TV, dengan alasan "pelanggaran undang-undang ekspor."
Pemblokiran itu dilakukan pada Sabtu, 19 September 2020 hampir setahun setelah Google menutup akun YouTube dan Gmail Press TV dan Hispan TV, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Keduanya adalah jaringan berita internasional Iran.
"Akun Google Anda dinonaktifkan dan tidak dapat dipulihkan karena melanggar undang-undang ekspor. Anda harus menyewa penasihat hukum jika Anda memiliki pertanyaan," tulis Google dalam pesan yang muncul setelah admin Press TV mencoba masuk ke akunnya.
Undang-undang dan peraturan ekspor Amerika Serikat melarang penggunaan dan akses ke informasi, barang, dan teknologi yang dikendalikan untuk alasan keamanan nasional atau perlindungan perdagangan.
Peraturan federal yang membatasi ekspor barang dan teknologi ke luar negeri telah ada sejak 1940-an.
Persyaratan dan ketentuan Google melarang keras penggunaan Gmail, Google Drive, dan Google Apps for Gov untuk mengirim email, berbagi, mentransfer, atau menyimpan Data Teknis Terkontrol Ekspor (ECTD).
Peneliti dan pihak lain yang menangani ECTD harus mengambil tindakan yang wajar untuk mencegah pengungkapan, penggunaan, dan akses data teknis yang dikontrol ekspor oleh orang asing yang tidak berwenang dan tidak berlisensi.
Selama beberapa tahun terakhir, Google berulang kali memilih tindakan seperti itu terhadap akun media sosial jaringan-jaringan televisi internasuonal milik Iran.
Press TV menjadi target pada April 2019, ketika Google juga menutup akun YouTube dan Gmail televisi internasional berbahasa Inggris ini.
Sebelumnya, akun YouTube Press TV ditutup pada September dan November 2013 dan April 2014.
Lembaga Penyiaran Nasional Republik Islam Iran - yang menjalankan Press TV dan Hispan TV sebagai bagian dari Layanan Dunia - menyebut tindakan semacam itu sebagai contoh sensor yang jelas.
Serangan terhadap kebebasan berbicara semacam itu tampaknya menjadi bagian dari kebijakan anti-Iran yang dikejar oleh Presiden AS Donald Trump sejak menjabat.
Setelah Trump menjabat pada tahun 2017, Washington meningkatkan upayanya untuk menargetkan Republik Islam Iran.
AS telah menerapkan tekanan maksimum terhadap Iran setelah keluar dari perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Bersama Komprehensif) pada Mei 2018. Washington juga memulihkan semua sanksi terhadap Tehran.
Departemen Luar Negeri AS telah meminta perusahaan media sosial Facebook, Instagram, dan Twitter untuk memblokir akun para pemimpin pemerintah Iran, dan meminta iOS -sistem operasi seluler yang dibuat oleh perusahaan AS Apple Inc.- untuk menonaktifkan aplikasi-aplikasi Iran.
Dalam langkah sewenang-wenang pada bulan April, Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC) Departemen Keuangan AS memblokir dan menyita nama domain resmi dari surat kabar pemerintah Iran, "Iran."