Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken Minggu (18/6/2023) dini hari tiba di Beijing. Kunjungan ini sebagai upaya untuk meredam tensi yang terus meningkat antara AS dan Cina yang memicu kekhawatiran banyak negara.
Antony Blinken merupakan petinggi pertama Amerika yang berkunjung ke Cina sejak berkuasanya Joe Biden, dan juga menlu pertama negara ini yang mengunjungi Beijing selama lima tahun terakhir. Blinken hari Jumat mengatakan bahwa Presiden Joe Biden dan sejawatnya dari Cina, Xi Jinping berkomitmen untuk memulihkan hubungan "Sehingga kami dapat berkomunikasi sejelas mungkin untuk menghindari kemungkinan kesalahpahaman dan miskomunikasi".
Kunjungan dua hari itu dilakukan setelah perjalanan Blinken yang sebelumnya dijadwalkan pada Februari ditunda karena jatuhnya balon pengintai Cina di atas wilayah Amerika Serikat. Sesaat sebelum berangkat ke Cina, dia menekankan pentingnya membangun dan memelihara jalur komunikasi yang lebih baik antara Amerika Serikat dan Cina. Blinken mengatakan Amerika Serikat ingin memastikan bahwa "persaingan yang kita miliki dengan Cina tidak mengarah ke konflik karena kesalahpahaman dapat dihindari."
Menlu AS Antony Blinken saat berkunjung ke Cina
Perjalanan Blinken berlangsung sejalan dengan upaya keseluruhan dari pemerintahan Biden untuk mencegah eskalasi ketegangan dengan Cina dan untuk menciptakan saluran komunikasi antara kedua negara guna mencegah kemungkinan kesalahpahaman dan meningkatnya ketegangan antara Washington dan Beijing. Sebelumnya, pejabat senior Cina telah menanggapi secara negatif permintaan rekan Amerika mereka untuk pertemuan bilateral dan mengaitkan masalah ini sebagai reaksi atas tindakan bermusuhan Washington serta sikap negatif pejabat Amerika.
Di antaranya adalah Menteri Pertahanan Cina Li Shangfu menolak untuk bertemu dengan rekannya dari Amerika Lloyd Austin di sela-sela pertemuan keamanan Shangri-La di Singapura pada awal Juni dan bahkan berjabat tangan dengannya, karena Washington menolak mencabut sanksi terhadapnya. Meskipun menekankan bahwa dialog antara AS dan Cina diperlukan dan akan membantu menghindari kesalahan yang dapat menyebabkan konflik, Austin sekali lagi menegaskan kembali sikap anti-Cina Washington dan mengklaim bahwa AS tidak dapat mentolerir "dominan dan koersif" Cina.
Menhan Amerika Serikat mengatakan, “Gedung Putih dan sekutunya percaya bahwa cara terbaik menghadapi kekuatan Cina adalah dengan mengamankan Samudera Indo-Pasifik dan menciptakan Timur Jauh yang bebas.”
Untuk waktu yang lama, Amerika telah mengidentifikasi Cina sebagai ancaman paling penting terhadap dirinya sendiri dan dunia Barat dalam dokumen-dokumennya yang sewenang-wenang dan menekankan perlunya menghadapi ambisi Beijing. Selama pembukaan strategi pertahanan nasional di Pentagon pada akhir Oktober 2022, Lloyd Austin mencatat bahwa meskipun Rusia menyerang Ukraina, Cina tetap menjadi ancaman terbesar bagi Amerika Serikat.
Pejabat senior militer dan keamanan pemerintahan Biden telah berulang kali menyatakan Cina sebagai tantangan geopolitik terpenting bagi Amerika Serikat dan mengklaim niatnya untuk mengubah sistem internasional berdasarkan tatanan liberal. Penggambaran ini didasarkan pada Cinafobia, mengingat konfrontasi yang berkembang antara Amerika Serikat dan Cina di kancah regional dan global.
Sekarang, terlepas dari klaim pejabat pemerintah Biden tentang persaingan yang setara dengan Cina dan penurunan hubungan bilateral dan tindakan di bidang ini, termasuk perjalanan rahasia Direktur CIA William Burns baru-baru ini ke Beijing, tetapi apa yang terlihat melalui posisi dan tindakan Amerika Serikat terhadap Cina sejak pelantikan Biden adalah upaya Washington untuk menghadapi Beijing secara komprehensif di arena ekonomi, komersial, militer dan keamanan, politik dan dunia maya serta melawan klaim maritimnya.
Sejatinya Washington khawatir atas masalah ini bahwa Cina bersama Rusia akan merusak sistem internasional liberal yang diciptakan dan didukung Barat, serta menghancurkan dominasi beberapa abad Barat di sistem internasional. Pastinya berlanjutnya eskalasi konfrontasi AS dan Cina, khususnya di kawasan Asia Pasifik dapat secara berbahaya meningkatkan risiko konflik antara kedua kekuatan internasional ini.
Mantan menteri luar negeri AS, Henry Kissinger memperingatkan, "Jika AS dan Cina tidak mundur dari sikpanya, makan Perang Dunia Ketiga sangat mungkin terjadi."