Surat at-Taubah juga disebut surat "Bara'ah", artinya ‘berlepas diri'. Karena surat ini dimulai dengan pernyataan tegas pemutusan hubungan dan berlepas tangan terhadap segala perbuatan orang-orang Kafir. Atas alasan ini pula, pada awal surat ini tidak disebut kalimat Bismillahirrahmanirrahim. Karena kalimat ini tidak relevan bila beriringan dengan sikap bara'ah atau pemutusan hubungan dan berlepas tangan.
Surat at-Taubah ini diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw pada tahun ke 9 Hijrah, kira-kira setahun sebelum Rasulullah wafat. Dalam surat ini berkali-kali telah disebutkan mengenai taubatnya manusia dan kembalinya mereka ke jalan Allah Swt.
Ayat ke 1
Artinya:
(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). (9: 1)
Setelah penaklukan kota Mekah atau yang diistilahkan dengan "Fathu Makkah" pada tahun ke 8 Hijrah, Nabi Saw memberikan pengampunan secara umum kepada penduduk Mekah, sehingga orang-orang Kafir tetap boleh tinggal di Mekah dan melaksanakan upacara peribadatan mereka. Di antara bentuk ibadah yang biasa dilakukan orang-orang Kafir Mekah adalah melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah. Ketika bertawaf ini, mereka mempunyai kebiasaan untuk menyedekahkan baju yang dipakainya dalam bertawaf. Apabila seseorang tidak memiliki baju lebih, orang itu harus melakukan tawaf dengan tanpa baju alias telanjang. Tentu saja, sikap dan perilaku orang-orang Lafir tersebut sama sekali tidak bisa ditolerir oleh kaum Muslimin.
Oleh karena itu, Nabi dan kaum Muslimin menunggu firman dan perintah Allah Swt hingga akhirnya diturunkan ayat-ayat pertama surat bara'ah ini di Madinah. Nabi Saw kemudian memerintahkan Imam Ali bin Abi Thalib as membacakan pesan Tuhan ini kepada masyarakat. Berdasarkan ayat-ayat ini, orang-orang Musyrik tidak berhak lagi memasuki kawasan Baitullah dan tidak dibolehkan mengikuti upacara Haji. Selain itu, segala bentuk perjanjian yang pernah dijalin antara kaum Kafir dan kaum Muslimin dibatalkan.
Dalam menafsirkan ayat-ayat surat al-Anfal disebutkah bahwa Islam sangat berpesan agar kaum Muslimin selalu komitmen terhadap perjanjian, sekalipun dengan orang kafir. Akan tetapi peraturan ini hanya berlaku selama pihak lain juga komitmen dan setia terhadap perjanjian, serta tidak melakukan pelanggaran terhadap batas-batas yang telah ditetapkan. Pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh Nabi Saw atas perintah Allah ini disebabkan karena orang-orang Kafir selalu melakukan pelanggaran terhadap perjanjian tersebut. Namun, ada juga sekelompok orang kafir yang tidak melanggar perjanjian, dan mereka ini mendapat pengecualian. Mereka ini akan dibahas secara terpisah pada ayat ke- 4 surat at-Taubah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pernyataan bara'ah atau pemutusan hubungan dan berlepas tangan atas perbuatan orang-orang Kafir yang menyimpang adalah sebuah prinsip agama. Dengan kata lain, kaum Mukmin harus bersikap tegas dan jelas serta menentukan posisinya yang jelas di hadapan kaum Kafir.
2. Menjalin perjanjian dengan orang-orang Kafir memang tidak dilarang, akan tetapi perjanjian tersebut jangan sampai menyebabkan kaum Muslimin ditekan. Selain itu, jika kaum Muslimin merasakan adanya bahaya, mereka berhak membatalkan perjanjian tersebut.
Ayat ke 2
Artinya:
Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir. ((: 2)
Setelah pernyataan bara'ah dan pembatalan perjanjian yang sebelumnya telah dijalin, Allah Swt memberi kesempatan kepada kaum Kafir Mekah selama 4 bulan, agar mereka memperjelas sikap dan posisinya, yaitu memeluk Islam atau tetap musyrik. Bila mereka memilih untuk tetap menjadi kafir, mereka harus keluar dari Mekah dan tinggal di kawasan lain. Hal ini disebabkan karena kehadiran kaum kafir di markas tauhid dan perilaku mereka dalam bertawaf yang dicampuri oleh perbuatan-perbuatan khurafat akan mengganggu kaum Muslimin. Lanjutan ayat ini menyatakan bahwa meskipun kaum Kafir sudah keluar dari Mekah, bukan berarti mereka bebas dari pengawasan Allah dan bebas melakukan kezaliman. Di manapun mereka berada, Allah akan selalu mengawasi dan akan mendatangkan balasan dan siksa kepada mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita jangan melakukan penyerangan kepada musuh tanpa pengumuman terlebih dahulu, tetapi kita harus terlebih dahulu menyatakan sikap kita, lalu memberi kesempatan kepada mereka agar memperjelas sikap mereka.
2. Islam selalu memberikan kesempatan untuk kembali bagi orang-orang yang sesat. Kita harus memprioritaskan pembenahan masyarakat dan tidak terburu-buru memberi ancaman siksa.
Ayat ke 3
Artinya:
Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (9: 3)
Ayat ini sekali lagi menekankan pernyataan bara'ah atau berlepas diri dari orang-orang Kafir, sebagaimana yang telah disebutkan pada permulaan surat at- Taubah. Ayat ini mengatakan, "Sewaktu upacara haji, pada hari Arafah atau hari Raya Idul Adha, dimana seluruh jamaah haji saat itu berkumpul di suatu padang sahara yang luas, di situlah diumumkan kepada jamaah haji bahwa Allah dan Rasul-Nya menyatakan putus hubungan dan berlepas tangan dari perbuatan orang-orang Kafir."
Meski demikian, bagi mereka tetap terbuka jalan untuk bertaubat dan meninggalkan kekafiran, lalu memeluk Islam. Ayat ini menegaskan bahwa taubat adalah pilihan terbaik bagi orang-orang Kafir itu, karena bila mereka tetap ingkar, ke manapun mereka pergi, Allah Swt akan mengawasi mereka. Mereka tidak akan mampu melarikan diri dari kekuasaan-Nya dan tidak bisa melepaskan diri dari azab dan siksa yang menyakitkan di akhirat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menjalin hubungan luar negeri, negara-negara muslim harus menyatakan sikapnya yang tegas dan jelas kepada masyarakata dunia, sehingga kedua pihak masing-masing mengetahui hak dan kewajibannya.
2. Upacara haji merupakan tempat dan waktu yang tepat untuk menyatakan sikap bara'ah kepada orang-orang Kafir dan Musyrik. Karena itu orang-orang Mukmin harus memanfaatkan kesempatan besar ini setiap tahun, guna menggalang solidaritas dan persatuan kaum Muslimin untuk menghadapi musuh-musuh umat Islam.