Ayat ke 95
سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (95)
Artinya:
Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka jahannam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (9: 95)
Orang-orang munafik yang enggan untuk hadir dalam perang Tabuk dan memilih tetap tinggal di Madinah datang menyambut Nabi dan pasukan Islam yang kembali dari medan perang. Pada saat itu dengan bersumpah mereka mengajukan berbagai dalih atas ketidakikutsertaan mereka dalam medan jihad. Akan tetapi Allah Swt memerintahkan kaum Muslimin agar mengabaikan sumpah dan dalih-dalih yang diajukan orang-orang Munafik itu. Karena itulah, Nabi Muhammad Saw menyuruh kaum Muslimin agar tidak bergaul dengan orang-orang Munafik yang tidak hadir di medan pertempuran itu dan tidak menaruh kepercayaan kepada mereka. Lanjutan ayat tadi menyebutkan alasan kemurkaan Ilahi terhadap orang-orang munafik, yaitu karena jiwa mereka kotor dan kelak balasan bagi mereka adalah api neraka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita tidak boleh gampang percaya pada sumpah orang-orang Munafik, yang pada umumnya bermaksud menipu kaum Mukminin.
2. Kita harus bisa mengambil jarak terhadap orang-orang dan lingkungan yang sudah rusak. Bahkan, kita harus berani memutus hubungan dengan orang-orang Munafik karena kemunafikan adalah sebuah penyakit yang membahayakan dan akan merusak keimanan kita.
Ayat ke 96
يَحْلِفُونَ لَكُمْ لِتَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنْ تَرْضَوْا عَنْهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (96)
Artinya:
Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu. (9: 96)
Bagi orang-orang Munafik, usaha untuk mengambil hati orang mukmin bertujuan untuk menghindarkan diri dari kemaharan kaum Mukminin atas perbuatan licik mereka dan untuk menguatkan posisi mereka di tengah masyarakat. Meskipun kaum Mukmin ada yang terpedaya oleh usaha kaum Munafik dan menjadi ridha terhadap orang-orang Munafik itu, namun Allah tetap tidak akan ridha terhadap mereka. Keridhaan kaum mukmin itu sama sekali tidak ada artinya bila Allah tidak meridhai.
Terkait dengan masalah ini, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, "Barangsiapa yang berusaha untuk mendapatkan keridhaan Allah, sekalipun akibat usaha itu ia mungkin akan menerima kemarahan dari masyarakat, namun Allah Swt akan membuka jalan agar masyarakat juga akan ridha kepadanya. Akan tetapi sebaliknya, barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan cara melanggar aturan Allah, maka Allah akan memurkainya dan Allah Swt akan membuat masyarakat tidak suka kepada orang itu."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang munafik tidak akan pernah berusaha mencari keridhaan Allah. Mereka hanya mencari kesenangan duniawi dan untuk itu, mereka rela melakukan berbagai tipu daya terhadap kaum Muslimin.
2. Hati dan lisan manusia yang beriman tidak boleh menyatakan persetujuan atas perbuatan orang-orang yang fasik dan pembuat dosa.
Ayat ke 97
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (97)
Artinya:
Orang-orang Arab Badwi itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (9: 97)
Masyarakat pada zaman Nabi Saw terbagi dalam dua kelompok, yaitu mereka yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pedalaman atau pedesaan. Ayat-ayat sebelumnya berbicara mengenai orang-orang Munafik yang tinggal di perkotaan. Sementara itu, ayat ini dan dua ayat sesudahnya membicarakan tentang orang-orang Munafik yang tinggal di pedesaan. Ayat ini mengatakan, "Orang-orang Arab Badui, dikarenakan jauh dari budaya dan adat istiadat Islam, pemahaman mereka terhadap agama Islam menjadi sedikit. Oleh karena itu, mereka menjadi rentan terhadap isu dan fitnah yang dilontarkan oleh musuh."
Poin lain dari ayat ini adalah bahwa kalimat al-A'rab, arti harfiahnya adalah orang Arab Badui yang tinggal di pedalaman dan di desa-desa yang jauh. Namun, dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa kalimat ini memiliki mafhum dan pengertian yang lebih luas, yang tidak terbatas pada geografi. Dengan kata lain, yang dimaksud sebagai Badui dalam ayat ini adalah orang-orang yang pengetahuan agamanya minim, sehingga umumnya akan mudah menerima isu dan fitnah dari musuh.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kehidupan dalam lingkungan yang jauh dari kebudayaan dan keyakinan-keyakinan Islam, serta ketidaktahuan terhadap hukum Allah, dapat menyebabkan kerentanan dari berbagai sifat munafik dan kekafiran.
2. Menurut pandangan al-Quran, orang Badui adalah mereka yang meninggalkan tradisi dan sunnah Islami, lalu menggantikannya dengan tradisi jahiliah. Karena itu, meskipun seseorang tinggal di kota dan punya kehidupan modern, namun berperilaku meninggalkan tradisi Islami, sama saja dengan orang Badui.
Ayat ke 98-99
وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (98) وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبَاتٍ عِنْدَ اللَّهِ وَصَلَوَاتِ الرَّسُولِ أَلَا إِنَّهَا قُرْبَةٌ لَهُمْ سَيُدْخِلُهُمُ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (99)
Artinya:
Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (9: 98)
Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (9: 99)
Kedua ayat ini membicarakan tentang adanya dua pandangan yang berbeda mengenai infak atau bantuan di jalan Islam, dengan mengatakan, "Mereka yang jauh dari kebudayaan Islam, ketika menginfakkan sesuatu kepada kaum fakir miskin, yang hanya bisa mendoakan saja, akan memandang infak dan bantuan itu sebagai kerugian belaka. Sebaliknya, orang-orang yang telah memahami kebudayaan Islam dan beriman kepada Hari Kiamat, mengetahui bahwa infak atau bantuan yang dikeluarkan di jalan Allah merupakan tabungan dan investasi kepada Allah yang tidak pernah rugi. Mereka mengetahui bahwa kelak pada Hari Kiamat, Allah akan membalas infak dan sedekah itu dengan pahala yang berlipat ganda. Sementara itu, di dunia, perbuatan mereka ini menggembirakan Rasul sehingga Rasul mendoakan mereka. Doa dari Rasul itu akan menyebabkan keridhaan dari Allah Swt dan mendatangkan rahmat-Nya di dunia dan di akhirat.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang munafik menganggap infak dan mengeluarkan bantuan itu sebagai kerugian, karena di hati mereka tidak tertanam iman kepada Allah dan Hari Kiamat.
2. Kaum Munafikin hanya menginginkan kejelekan dan bencana bagi orang-orang Mukmin, tetapi mereka sendiri yang akan terlilit kesulitan dan keinginan mereka itu tidak akan pernah tercapai.
3. Hal-hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, tidak lain adalah keikhlasan dan ketulusan kepada Allah Swt. Sebagai contoh, orang munafik bila mengeluarkan infak, maka amalnya itu tidak akan diterima Allah, karena dia melakukannya dengan niat yang busuk.