Ayat ke 91
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (91)
Artinya:
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (9: 91)
Pada pembahasan lalu telah disebutkan bahwa sebagian orang-orang munafik guna melarikan diri dari kewajiban jihad fi salibillah mereka mengetengahkan berbagai alasan yang dibuat-buat. Sementara Allah Swt telah menganggap perbuatan mereka itu sebagai sumber kekufuran dan keluar dari iman kepada-Nya. Pada ayat ini dan ayat berikutnya al-Quran telah menyinggung beberapa kelompok muslimin yang dimaafkan untuk tidak mengikuti jihad dan perang, sehingga tidak lagi ada kelompok lain yang membuat-buat alasan dan justifikasi untuk tidak berpartisipasi dalam jihad. Kaum wanita dan anak-anak sudah barang tentu diterima alasan mereka tidak mengikuti perang dan jihad fi sabilillah.
Selain kedua kelompok oang itu, disebutkan pula orang-orang yang dari segi fisik tidak mampu, atau dikarenakan sakit sehingga mereka tidak mungkin bisa berperang, atau orang-orang yang tidak memiliki apapun dirumahnya,yang apabila mereka tinggal ke medan tempur pastilah keluarga dan rumah tangga mereka akan kelaparan. Orang-orang semacam ini diampuni untuk tidak mengikuti perang. Tentu dalam hal ini orang-orang semacam tersebut masih bisa diberi tugas dengan sebatas kemampuannya yaitu mereka tinggal di front terbelakang, sehingga tidak menimbulkan iri hati.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam Islam tidak pernah ada perintah yang melampaui batas kemampuan manusia. Karena undang-undang Islam selalu didasarkan pada perasaan dan keadilan. Untuk itu, setiap pekerjaan dan kewajiban yang manusia tidak mampu melaksanakannya, terlepas dari tanggung jawabnya.
2. Mereka yang punya alasan tidak bisa pergi ke medan tempur, meski sebenarnya mereka berkeinginan untuk ikut pergi. Mereka tersebut selalu berdoa kepada Allah Swt dengan hati dan lisannya agar pasukan Islam memperoleh kemenangan, atau mereka memberikan dukungan apapun yang bisa mereka lakukan sebagai perbuatan baik.
Ayat ke 92
وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ (92)
Artinya:
Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu". lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (9: 92)
Ayat sebelumnya menyinggung 3 kelompok manusia yang dimaafkan untuk tidak ikuti ke medan pertempuran. Selanjutnya ayat ini menyebut kelompok manusia ke 4, yang bila diperhatikan dari segi pisik, mereka itu sehat, kuat dan mampu, mereka juga tidak memiliki peroblema keluarga, akan tetapi mereka tidak memiliki sarana dan alat untuk berperang seperti senjata atau alat dan sarana lainnya untuk bisa hadir dalam pertempuran. Agama Islam memaafkan kelompok manusia semacam ini, dikarenakan pemerintah Islam tidak bisa menyediakan peralatan dan sarana yang diperlukan bagi mereka. Jelas, bahwa kelompok Muslimin semacam ini juga memiliki hak untuk mendapatkan pahala dan balasan yang diperoleh oleh pasukan Muslimin. Karena mereka telah melangkah untuk bisa berpartisipasi, namun disebabkan oleh tidak tersedianya alat dan sarana, akhirnya mereka tidak bisa hadir. Selain itu, mereka juga bersedih dan menyesal atas ketidak hadirannya.
Dalam hal ini Nabi Muhammad Saw dalam perang Tabuk mengatakan, "Kelompok Muslimin semacam ini yang tinggal di Madinah memiliki hak bersama kalian di medan tempur ini. Karena sesungguhnya mereka sangat ingin pergi ke medan Jihad, akan tetapi mereka tidak bisa pergi dikarenakan tidak tersedianya sarana dan alat-alat untuk berperang."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nilai-nilai kemanusiaan tegak lewat motivasi kejiwaan dan semangat manusia itu, bukan dengan fasilitas. Semangat keagamaan juga merupakan suatu hal yang penting.
2. Orang mukmin yang sebenarnya akan sedih dan menangis bila tidak bisa ikut dan partisipasi dalam Jihad fi sabilillah. Akan tetapi orang-orang Munafik malah bergembira dan senang bila tidak hadir dalam pertempuan dan jihad fi sabilillah.
Ayat ke 93
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ وَهُمْ أَغْنِيَاءُ رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (93)
Artinya:
Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka). (9: 93)
Ayat ini menyinggung mengenai orang kaya dan munafik yang hidup berkecukupan di dalam masyarakat. Mereka ini tidak segan-segan absen dari medan jilida fi sabilillah karena mereka menjaga harta kekayaannya. Untuk itu mereka selalu mencari jalan untuk melarikan diri dari kewajiban Islam. Dalam ayat ini mereka mendapat kecaman keras dan disebutkan, sedemikian hebatnya mereka cinta kepada dunia sehingga membuat hati mereka mati dan sekeras batu. Mereka bahkan tidak bisa memahami hakikat dan tidak malu-malu tinggal bersama orang-orang yang menentang.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaya dan miskin sama dihadapan hukum Allah.
2. Siapa saja tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab melakukan hukum-hukum Islam.
Ayat ke 94
يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (94)
Artinya:
Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang). Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak percaya lagi kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami beritamu yang sebenarnya. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (9: 94)
Berdasarkan beberapa riwayat kira-kira 80 orang munafik dengan berbagai alasan enggan berpartisipasi dalam perang Tabuk, bahkan sewaktu Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin kembali dari pertempuran, mereka mengetengahkan berbagai justifikasi atas pekerjaan mereka. Akan tetapi sewaktu ayat ini diturunkan, orang-orang Mukmin justru merasa curiga atas alasan mereka. Sementara mereka merasa dapat mengelabui orang-orang Mukmin supaya bila pasukan Islam memperoleh kemenangan, mereka akan bisa memperoleh bagian dari rampasan perang tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Betapa mudah dan baiknya Islam menerima alasan para pengikutnya dengan syarat tidak mencari-cari alasan. Selain itu, alasan itu juga tidak membahayakan dan menciptakan ketakutkan di kalangan kaum Muslimin.
2. Mereka yang melarikan diri dari melaksanakan tanggung jawab agama dan sosialnya, harus mendapatkan sanksi dari masyarakat berupa pemboikotan dan lain sebagainya, sehingga akan menjadi pelajaran bagi yang lainnya.