Ayat ke 74-75
ثُمَّ بَعَثْنَا مِنْ بَعْدِهِ رُسُلًا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا بِمَا كَذَّبُوا بِهِ مِنْ قَبْلُ كَذَلِكَ نَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِ الْمُعْتَدِينَ (74) ثُمَّ بَعَثْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ مُوسَى وَهَارُونَ إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ بِآَيَاتِنَا فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا مُجْرِمِينَ (75)
Artinya:
Kemudian sesudah Nuh, Kami utus beberapa rasul kepada kaum mereka (masing-masing), maka rasul-rasul itu datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka tidak hendak beriman karena mereka dahulu telah (biasa) mendustakannya. Demikianlah Kami mengunci mati hati orang-orang yang melampaui batas. (10: 74)
Kemudian sesudah rasul-rasul itu, Kami utus Musa dan Harun kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. (10: 75)
Kedua ayat ini menyinggung Sunnatullah mengenai pengutusan para nabi untuk memberi bimbingan dan petunjuk kepada masyarakat. Dua ayat ini mengatakan, "Semua nabi adalah utusan Allah yang didukung dengan mukjizat guna membenarkan risalah yang dibawanya dari sisi Allah. Tapi patut diketahui bahwa tanpa menunjukkan mukjizat, masyarakat juga memahami kebenaran mereka. Sayangnya mereka tidak siap menerimanya, bahkan terus melakukan kerusakan dan dosa. Akhirnya Allah menurunkan azab-Nya dengan banjir besar dan mereka semua binasa, kecuali orang-orang yang beriman kepada Nabi Nuh as.
Nasib orang-orang Kafir dan Musyrikin begitu jelas. Setelah Nabi Nuh as, Allah Swt telah mengutus para nabi seperti Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Hud, Nabi Saleh, Nabi Ya'qub dan Nabi Yusuf untuk membimbing dan memberi petunjuk kepada masyarakat. Akan tetapi dikarenakan sikap keras kepala dan acuh tak acuhnya masyarakat telah mengakibatkan mereka tidak siap meninggalkan jalan kesalahan dan menyimpang, sehingga mereka tidak mau beriman. Meskipun Nabi Musa as termasuk Nabi besar dan Ulul Azmi bersama saudaranya yaitu Nabi Harun datang di sisi Fir'aun untuk mengajak raja arogan itu untuk menyembah Allah Swt. Namun Fir'aun dan para pemuka kaumnya justru takabur dan sombong di hadapan seruan Allah yang membuat mereka enggan menerima kebenaran.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt dari satu sisi telah mengutus para nabi untuk memberi petunjuk dan hidayah kepada masyarakat. Dari sisi lain manusia tetap memiliki ikhtiyar untuk memilih jalannya sendiri dan bukan terpaksa menerima agama.
2. Berjuang melawan taghut dan penguasa zalim merupakan program utama para nabi. Sebagaimana Nabi Musa as pada awal dakwah dan seruannya pergi kepada Fir'aun dan mengajaknya untuk mengikuti agama Allah.
Ayat ke 76-77
فَلَمَّا جَاءَهُمُ الْحَقُّ مِنْ عِنْدِنَا قَالُوا إِنَّ هَذَا لَسِحْرٌ مُبِينٌ (76) قَالَ مُوسَى أَتَقُولُونَ لِلْحَقِّ لَمَّا جَاءَكُمْ أَسِحْرٌ هَذَا وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُونَ (77)
Artinya:
Dan tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata: "Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata". (10: 76)
Musa berkata: "Apakah kamu mengatakan terhadap kebenaran waktu ia datang kepadamu, sihirkah ini?" padahal ahli-ahli sihir itu tidaklah mendapat kemenangan".(10: 77)
Salah satu cara yang ditempuh oleh para penentang nabi, khususnya para pembesar kaum Kafir dan Musyrikin yaitu melancarkan tuduhan terhadap para nabi dan pemimpin Ilahi. Karena berdasarkan ayat-ayat al-Quran, hampir semua para nabi utusan Allah telah mereka tuduh sebagai tukang sihir dan sulap. Melalui cara ini mereka dapat mengenalkan dan mempromosikan kepada masyarakat bahwa mukjizat para nabi sejenis tipuan yang memperdaya manusia. Karenanya para nabi mereka sebut sebagai para pembohong yang hanya ingin mencari keuntungan sendiri.
Sementara Fir'aun ketika berhadapan dengan logika kebenaran dan gamblang dari Nabi Musa as, segera memerintahkan kepada tukang-tukang sihirnya untuk berkumpul dan melakukan adu ketangkasan menghadapi Musa. Padahal logika dan argumentasi Nabi as ialah hingga saat ini belum pernah mereka saksikan, apakah beliau tukang sihir dan penyulap? Saat itu Nabi Musa as telah menyampaikan seruan kebenaran dan untuk menguatkan hal tersebut beliau mengeluarkan mujizat sebagai buktinya. Apakah hal itu berartyi beliau tukang sihir? Beliau mengatakan bila ucapannya dianggap sebagai sihir, itu sebenarnya hanya cara mereka untuk melarikan diri dari kebenaran.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para pemimpin agama dalam masyarakat harus mengetahui bahwa mereka senantiasa bersama kelompok masyarakat yang menentang mereka. Bahkan pernyataan dan seruan kebenaran mereka dianggap sebagai kebatilan.
2. Sumber keingkaran terhadap kebenaran dan tuduhan yang tidak berdasar kepada orang-orang suci sepanjang sejarah, merupakan semangat yang digerakkan untuk mencudangi kebenaran oleh suatu kelompok manusia. Hal tersebut bukan menujukkan lemahnya logika dan argumen para nabi.
Ayat ke 78
قَالُوا أَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمَّا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا وَتَكُونَ لَكُمَا الْكِبْرِيَاءُ فِي الْأَرْضِ وَمَا نَحْنُ لَكُمَا بِمُؤْمِنِينَ (78)
Artinya:
Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua". (10: 78)
Sebagian besar dari masyarakat tetap menghormati dan berpegang teguh kepada nenek moyang dan para pendahulu mereka. Mereka enggan untuk melepaskan berbagai keyakinan dan adat istiadat nenek moyangnya. Mereka menyangka apa saja yang telah diujarkan oleh orang-orang terdahulu itu benar dan tak seorang pun berhak bersuara menentang pernyataan tersebut. Padahal menghormati nenek moyang dengan cara buta serta tidak segan-segan mau berkorban untuk mempertahankan pemikiran dan keyakinan mereka merupakan perbuatan ekstrim yang tidak pada tempatnya. Hal itu menunjukkan sikap keras kepala tanpa menggunakan logika dengan tetap berpegang teguh pada pernyataan orang-orang terdahulu. Tentu saja perbuatan ini tidak benar. Para penentang nabi juga tetap dengan logika bahwa orang tua kita penyembah patung berhala, maka kamipun tidak bersedia mendengar dan menerima seruan kebenaran itu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Taklid buta dengan mengikuti orang-orang tua terdahulu, serta ekstrim terhadap keyakinan menyimpang mereka, merupakan unsur terpenting penentangan masyarakat terhadap ajaran suci para nabi.
2. Menjaga warisan kebudayaan orang-orang terdahulu dengan mengikuti berbagai keyakinan mereka yang keliru dan menyimpang itu berbeda. Karena meski dewasa ini kita menjaga piramida Fir'aun di Mesir, akan tetapi sikap dan tingkah laku zalim serta pemikiran Fir'aun yang tidak benar, dengan mengaku dirinya sebagai Tuhan, tidak akan diterima dan ditiru oleh masyarakat.