Ayat ke 99
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik.
Pada ayat sebelumnya, telah disebutkan bahwa orang-orang Yahudi menolak Islam secara sengaja dengan membuat berbagai alasan. Diantaranya mereka mengatakan bahwa dikarenakan ayat-ayat al-Quran diturunkan oleh Jibril, maka kami tidak akan beriman kepadamu.
Ayat ini menjelaskan satu lagi di antara alasan yang mereka buat. Mereka berkata, kami tidak memahami sedikitpun maksud kitab ini dan kandungannya tidak jelas bagi kami. OIeh sebab itu, kami tidak beriman kepadamu dan kami tidak menerima al-Quran sebagai mukjizat. Padahal dengan mengkaji , mempelajari, merenungkan serta memperhatikan ayat-ayat al-Quran dengan seksama, kita akan dengan mudah mempercayai kebenaran nubuwwah dan keagungan al-Quran. Namun, hakikat ini hanya akan dimengerti oleh orang-orang yang hatinya belum gelap karena dilumuri oleh dosa dan memiliki wadah untuk menerima kebenaran.
Ayat ke 100
Artinya:
Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan sebahagian besar dari mereka tidak beriman.
Ayat ini diturunkan untuk menghibur kedukaan Nabi Saw yang menyesali mengapa orang-orang Yahudi tidak bersedia beriman. Hendaknya Nabi tidak bersedih hati, karena mereka itu adalah kaum yang tidak setia kepada nabi mereka sekalipun, dan setiap kali mereka mengikat perjanjian dengan Nabi Musa as, mereka senantiasa melanggar dan menodai perjanjian itu, sebuah kaum yang sudah sekian lama bersifat suka mencari-cari alasan dan keras kepala.
Saat Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, orang-orang Yahudi kota itu menjalin ikatan janji dengan beliau untuk tidak akan membantu musuh-musuh Nabi. Namun kenyataannya mereka melanggar janji ini dan mereka membantu kaum musyrikin di dalam perang Ahzab. Dewasa ini pun, orang-orang Zionis di Israel sama sekali tidak setia dengan janji-janji dan kesepakatan internasional yang ditandatanganinya. Jikapun mereka menandatangani sebuah perjanjian, tak lama setelah itu dapat dipastikan mereka melanggarnya. Karena mereka adalah sebuah kaum rasialis dan suka mengunggulkan diri.
Ayat ke 101
Artinya:
Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan kitab yang ada pada mereka sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakangnya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).
Sebelum Rasul diutus, para cendekiawan Yahudi seringkali memberikan kabar gembira akan kedatangan seorang nabi yang bernama Ahmad, dan mereka menyebut satu persatu tanda-tanda nabi yang akan muncul tersebut sesuai dengan apa yang mereka baca dalam Taurat. Namun tatkala mereka menyaksikan Nabi tersebut, mereka mengingkarinya, seolah-olah mereka tidak pernah tahu-menahu soal nabi tersebut.
Cinta kedudukan ibarat bumerang bagi semua manusia, terutama bagi para cerdik pandai. Sewaktu para cendekiawan Yahudi merasa, sekiranya mereka mengakui kebenaran nabi Muhammad, maka kedudukan duniawi mereka akan terancam dan punah, mereka pun mengingkari kenabian Muhammad. Al-Quran menjelaskan fakta sejarah dengan adil dan jujur dan memelihara hak orang-orang yang bersih dan jujur di kalangan kaum Yahudi. Al-Quran menjelaskan bahwa sebagian besar dari mereka adalah kafir, artinya sebagian dari mereka menerima kebenaran, walaupun jumlah mereka sedikit.
Ayat ke 102
Artinya:
Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh syaithan-syaithan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaithan-syaithan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.
Di zaman Nabi Allah Sulaiman as, sihir dan sulap sangat diminati banyak orang. Oleh karena itu, Nabi Sulaiman mengeluarkan perintah agar kertas-kertas para penyihir dikumpulkan dan disimpan. Namun setelah zaman beliau, ada sekelompok orang yang membuka kembali lembaran-lembaran ajaran sihir tersebut dan kemudian diajarkan dan disebarkan.
Ayat ini menjelaskan bahwa, sebagian dari Bani Israil yang sepatutnya mengikuti Taurat, mereka malah condong dan mencari kitab-kitab sihir serta sulap. Untuk membenarkan tindakan mereka ini, mereka beralasan bahwa kitab-kitab ini adalah milik Sulaiman dan Sulaiman adalah penyihir kelas tinggi.
Sebagai jawabannya, al-Quran berkata, "Sulaiman bukanlah ahli sihir dan sulap, melainkan ia adalah Nabi Allah dan kerjanya adalah mukjizat dan kalian mengikuti setan-setan yang menyemarakkan perbuatan sihir ini."
Orang-orang Yahudi suka mempelajari ilmu sihir dari jalan lain, yaitu dari persoalan-persoalan yang diajarkan oleh dua malaikat dengan nama Harut dan Marut yang muncul ke tengah-tengah manusia berwajah manusia dengan tujuan mengajarkan warga Babil bagaimana cara menggagalkan sihir.
Walaupun dua malaikat ini memperingatkan kepada rakyat, agar tidak menyalahgunakan pelajaran tersebut, namun mereka menyalahgunakannya untuk menceraikan suami dan isteri dengan tujuan menikmati tujua-tujuan material dan seksual. Intinya kaum Yahudi melalui dua jalan ini, menguasai cukup ilmu sihir dan memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan ilegal. Padahal mereka tahu pemanfaatan sihir sejajar dengan kekafiran, yang merugikan keluarga dan masyarakat.
Ayat ini menunjukkan bahwa sihir dan sulap, memang benar ada dan berpengaruh dalam kehidupan manusia, namun perlu diingat karena segala sesuatu ada di tangan Allah, maka kita dapat terselamatkan dari pengaruh buruk sihir dengan jalan bertawakal kepada Allah dan berdoa serta bersedekah. Dan telah jelas pula bahwa mempelajari ilmu tidak semuanya bermanfaat. Jika orang yang belajar tersebut bukan orang yang saleh dan sehat, maka ilmu itu yang sepatutnya dimanfaatkan untuk mengabdi kepada masyarakat, malah dimanfaatkan untuk menyesatkan masyarakat.
Dari empat ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jika kita lihat banyak sekali manusia yang tidak bersedia meyakini kebenaran dan beriman kepada agama-agama ilahi, maka janganlah kita dibuat ragu olehnya. Perboatan dosa berdampak buruk bagi jiwa pelakunya, sehingga ia kehilangan kesiapan untuk menerima kebenaran.
2. Ilmu dengan sendirinya tidak cukup. Masih diperlukan kelembutan dan kebersihan jiwa sehingga mudah menerima kebenaran. Para cendekiawan Yahudi sudah jauh sebelumnya mengetahui kebenaran Rasul Islam melalui dari apa yang mereka baca dari Taurat, namun bukan saja mereka tidak mengimani Rasul. Bahkan mereka menjadi penghalang bagi orang-orang lain yang hendak mengimani kenabian Muhammad Saw.
3. Ilmu tidak selalu bermanfaat, persis seperti pisau yang tajam jika jatuh ke tangan dokter ahli bedah, maka pisau tersebut digunakan sebagai alat untuk menyelamatkan seorang pasien. Lain halnya jika jatuh ke tangan seorang pembunuh, pisau tersebut dimanfaatkan sebagai alat untuk membunuh manusia.
4. Setan selalu berupaya untuk menceraikan antara suami dan isteri serta mewujudkan pertikaian serta perselisihan di tengah-tengah keluarga. Namun para malaikat selalu berupaya menciptakan kedamaian dan kerukunan antara suami isteri. Manusia pun terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok berada di barisan setan, dan satu kelompok lagi di barisan para malaikat. (IRIB Indonesia)