Ayat ke 118-119 Save
Arinya:
Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin.
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.
Salah satu kritik yang disampaikan oleh orang-orang bodoh atau mereka yang memiliki tendensi tertentu, kepada Nabi Saw, adalah apa pentingnya Allah mengutus kalian para Nabi, yang menjadi penengah antara kami dan Dia? Mengapa Allah Swt tidak berbicara secara langsung dengan kami, dan tidak menurunkan ayat-ayat-Nya kepada kami? Jika yang demikian itu terjadi, maka kami sudah menerima firman Allah.
Dalam menghadapi perkataan dan tuntutan yang tidak pada tempatnya ini, al-Quran membesarkan hati Nabi dan Muslimin, dengan mengatakan bahwa kritikan-kritikan tersebut bukanlah hal yang baru. Sebelum mereka ini ada juga orang-orang yang menyampaikan ucapan-ucapan yang tidak pada tempatnya. Karena hati orang-orang ini adalah sama berpenyakit dan menolak kebenaran.
Orang-orang yang tidak mempunyai kelayakan menerima ayat-ayat ilahi ini, seandainya ayat-ayat ilahi diturunkan langsung kepada mereka, maka mereka tetap tidak akan menerimanya. Karena mereka itu hanya mencari-cari alasan, bukan karena benar-benar mau menerima kebenaran. Seseorang harus menerima kebenaran, meskipun ia datang dari orang lain.
Ukuran kebenaran bukannya, sayalah yang harus berkata atau saya harus memahami. Jika kita berkata, karena ayat-ayat ilahi tidak diturunkan kepada saya maka saya tidak mau menerimanya, maka jelaslah bahwa yang penting di sini adalah saya, bukannya kebenaran. Sementara para Nabi tidak mempunyai tugas kecuali menyampaikan ayat-ayat ilahi serta kabar gembira dan peringatan kepada umat manusia.
Mereka adalah orang-orang yang diberi tugas untuk melakukan kewajiban, tanpa memberi jaminan akan hasilnya. Oleh karena itu, mereka tidak memaksa umat manusia untuk menerima kebenaran. Dengan demikian, siapa yang tersesat dan masuk neraka, maka hal itu adalah karena pilihan orang itu sendiri. Sedangkan para Nabi tidak mempunyai tanggung jawab apa pun dalam hal itu.
Ayat ke 120
Artinya:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
Setelah peristiwa perubahan kiblat, kebencian Yahudi terhadap Muslimin semakin besar. Sebagian Muslimin menginginkan agar kiblat mereka tetap mengarah ke Baitul Maqdis, sehingga mereka dapat hidup bersahabat dengan orang-orang Yahudi Madinah.
Mereka lupa bahwa perubahan kiblat bukan tanpa dasar, seperti yang disampaikan oleh orang-orang Yahudi. Apa yang disampaikan oleh mereka itu tidak lain karena ingin senantiasa menentang apa yang dilakukan oleh Muslimin. Mereka itu bukan hanya tidak mau menerima Islam tetapi mereka menghendaki agar Muslimin melepaskan agama mereka dan menganut agama Yahudi.
Ayat ini memaparkan sebuah dasar global, bahwa sejauh mana pun kalian, umat Muslimin mengambil langkah mundur dari sikap kalian yang benar, maka sejauh itu pula musuh akan melangkah maju di dalam kekafiran mereka. Oleh karena itu, janganlah kalian mengambil langkah mundur dalam menghadapi musuh-musuh agama.
Ayat ke 121
Artinya:
Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
Al-Quran selalu menghadapi para penentang, dengan tetap menjaga keadilan dan kejujuran. Ayat ini menyebutkan, meskipun mayoritas ahli kitab tidak bersedia menerima Islam, tetapi mereka yang menerima Kitab Samawi adalah orang baik. Mereka akan beriman kepada Nabi dan al-Quran.
Ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa membaca ayat-ayat al-Quran walaupun dengan suara merdu dan lagu yang indah saja tidak cukup. Karena yang mendatangkan hidayah dan kebahagiaan manusia adalah tadabbur dan perenungan ayat-ayat al-Quran. Yang demikian itulah yang disebut oleh al-Quran sebagai pembacaan Kitab Suci dengan cara yang benar.
Ayat ke 122-123
Artinya:
Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Ku-anugerahkan kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.
Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.
Bila membaca ayat-ayat yang lalu, kedua ayat ini telah disebutkan sebelumnya dalam ayat-ayat 47dan 48 surat al-Baqarah, dan keterangan-keterangan terkait dua ayat ini. Kepada para pembaca dapat merujuk lagi penjelasan ayat-ayat ini.
Dari enam ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus menerima kebenaran, walau ia datang dari orang lain. Jangan menyangka bahwa apa yang dikatakan oleh saya, partai saya atau kelompok saya adalah benar dan apa pun yang dikatakan orang lain adalah salah. Kebenaran dan kesalahan haruslah kita jadikan sebagai pertimbangan untuk menilai orang; bukannya orang-orang itu yang kita jadikan sebagai penilai kebenaran dan kesalahan.
2. Para Nabi ilahi dikirim untuk membawa kabar gembira dan peringatan; bukan untuk memaksa umat manusia agar beriman. Oleh karena itu, mereka yang sesat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri. Mereka telah memilih jalan kesesatan dengan kehendaknya sendiri.
3. Menyeru seseorang kepada agama tidak boleh menyimpang dari dasar-dasar ajaran agama itu sendiri. Karena kita harus memberi hidayah orang lain, bukannya mengikuti dan memenuhi tuntutan hawa nafsu mereka.
4. Bersikap adil adalah penting walau terhadap para penentang. Oleh karena itu ayat-ayat yang mengkritik Bani Israel menggunakan kalimat seperti 'katsir' berarti banyak dan 'fariq' berarti kelompok, sehingga hak orang-orang saleh di antara mereka tidak terlanggar. (IRIB Indonesia)