Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya (dengan kuat). (37: 93)
Kemudian kaumnya datang kepadanya dengan bergegas. (37: 94)
Ibrahim berkata, “Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? (37: 95)
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (37: 96)
Pada pertemuan sebelumnya telah kita bahas bersama bahwa Nabi Ibrahim as menanti kesempatan untuk menyadarkan para penyembah berhala dari kekhilafan. Dia berusaha meyakinkan mereka bahwa tidak ada yang dapat dilakukan oleh berhala-berhala tersebut dan mereka adalah benda-benda tidak bernyawa yang tidak memiliki pengaruh apapun pada nasib manusia.
Oleh karena itu, ketika para penyembah berhala itu ke luar kota untuk menggelar perayaan, dengan alasan khawatir akan sakit, Nabi Ibrahim menetap di dalam kota. Ini adalah sebuah kesempatan baik bagi beliau untuk mengambil kapak dan menghancurkan berhala-berhala kecuali yang terbesar.
Ketika masyarakat kota itu kembali, mereka menyaksikan pemandangan yang sulit mereka percaya. Para berhala besar dan kecil mereka telah rusak dan hancur.
Mengingat Nabi Ibrahim as selalu mencela berhala-berhala tersebut dan apalagi beliau adalah satu-satunya orang yang tidak ke luar kota, masyarakat menuding Nabi Ibrahim yang merusak berhala-berhala tersebut. Oleh karena itu dengan marah dan geram mereka mendatangi Nabi Ibrahim as.
Akan tetapi Nabi Ibrahim sama sekali tidak takut atas kemarahan masyarakat dan dengan argumentasi yang jelas dan logis, beliau menjawab seluruh klaim mereka. Beliau berkata, "Manusia berakal mana yang menyembah apa yang dibuatnya sendiri? Jika buatan manusia itu dapat menjadi sesembahan, maka yang membuat (menciptakan) lebih utama untuk disembah. Maka alih-alih menyembah berhala-berhala, sembahlah Allah Swt Pencipta alam semesta di mana berhala-berhala tersebut juga ciptaan-Nya, sebagaimana kalian juga makhluk-Nya."
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk menghapus faktor-faktor penyimpangan, harus ada perencanaan matang yang dilaksanakan pada waktu yang tepat.
2. Para nabi dalam pemberantasan kesyirikan dan memberangus faktor-faktor penyimpangan, selain memperingatkan, menyadarkan dan memberikan wawasan, juga mengambil langkah-langkah penting pada waktu yang tepat.
3. Buatan manusia baik yang sederhana atau yang sangat kompleks sekalipun, pada tahap awal adalah makhluk Allah Swt. Karena sumber dari seluruh inovasi, ciptaan serta penemuan manusia adalah akal dan potensi yang juga merupakan karunia dari Allah Swt.
قَالُوا ابْنُوا لَهُ بُنْيَانًا فَأَلْقُوهُ فِي الْجَحِيمِ (97) فَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَسْفَلِينَ (98)
Mereka berkata, “Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim; lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu.” (37: 97)
Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. (37: 98)
Orang-orang musyrik alih-alih memperhatikan ucapan logis dan rasional Nabi Ibrahim as dan menerimanya, berusaha menghukum dan memberinya pelajaran. Oleh karena itu mereka membuat sebuah tungku besar dan tinggi. Mereka memenuhi tungku tersebut dengan kayu dan ranting serta membakarnya.
Setelah itu mereka melempar Nabi Ibrahim as dalam tungku tersebut dan beranggapan mereka telah mengakhiri nasib beliau. Akan tetapi berkat kehendak Allah Swt, api tersebut berubah menjadi sejuk untuk Nabi Ibrahim dan alih-alih membakar tubuhnya, api itu justru menyejukkan tubuh Nabi Ibrahim as. Di tengah keheranan kaum musyrik, Nabi Ibrahim keluar dari tungku tersebut dengan tenang dan selamat. Dengan demikian, gagal rencana orang-orang musyrik.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kekufuran dan kemusyrikan sama sekali tidak berasaskan logika, rasionalitas atau argumen yang kokoh. Oleh sebab itu, kaum musyrik menghadapi kebenaran yang disampaikan Nabi Ibrahim as dengan kekerasan.
2. Para wali Allah dalam menjalankan tugasnya serta menghancurkan kezaliman dan kekufuran akan selalu siap menghadapi segala bentuk ancaman dan tidak gentar untuk dibakar.
3. Kehendak Allah Swt berkuasa di atas seluruh hukum alam. Oleh karena itu, kapan pun Allah Swt menghendaki, faktor atau fenomena alam akan berubah sebagaimana yang terjadi pada Nabi Ibrahim as ketika dibakar oleh kaum musyrik.
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (99) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101)
Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. (37: 99)
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (37: 100)
Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (37: 101)
Setelah Nabi Ibrahim as selamat dari makar yang telah dipersiapkan untuknya, risalah yang dibawanya untuk masyarakat kota Babel telah berakhir. Oleh karena itu, dia berhijrah menuju Syam, karena di sepanjang sejarah, wilayah ini termasuk di antara wilayah tempat diutusnya banyak nabi dan rasul. Nabi Ibrahim memohon kepada Allah Swt untuk memberinya petunjuk dalam menjalankan tugas.
Nabi Ibrahim juga memohon keturunan yang saleh dari Allah Swt untuk melanjutkan risalahnya, keturunan yang saleh dan layak.
Allah Swt pun mengabulkan doa Nabi Ibrahim as dan memberinya putra seperti Ismail dan Ishaq yang keduanya adalah manusia saleh dan suci serta menjadi nabi.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para wali Allah Swt bergerak di jalan Allah Swt dan tujuan mereka dalam setiap langkah dan aksi adalah Allah Swt. Mereka selalu mengharapkan hidayah dari Allah Swt dalam setiap langkah mereka dan selalu bertawakal.
2. Jika kita mengambil langkah di jalan Allah Swt, maka kita harus yakin atas pertolongan dan hidayah Allah Swt.
3. Doa untuk memiliki keturunan merupakan di antara doa para nabi. Dan ini menunjukkan pentingnya generasi yang bersih, layak dan saleh, sebagai pengaruh untuk membentuk masyarakat yang sehat dan suci.