إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ (108)
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (37: 106)
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (37: 107)
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (37: 108)
Pada pertemuan sebelumnya telah kita katakan bahwa ketika Ibrahim dan Ismail siap untuk melaksanakan perintah ilahi, Allah Swt berseru kepada Ibrahim bahwa dalam melaksanakan apa yang dimimpikannya, dia tidak kurang apapun dalam melaksaakan perintah tersebut.
Ayat-ayat ini menyebutkan, tujuan Allah Swt di balik perintah kepada Nabi Ibrahim as untuk menyembelih putranya sendiri, yaitu semata-mata demi mengujinya. Ujian tersebut agar diketahui apakah Ibrahim siap untuk melaksanakan perintah Allah Swt dan mengorbankan putranya?
Pada hakikatnya tujuan Allah Swt adalah memotong keterikatannya pada putranya dan bukan benar-benar menyembelihnya. Oleh karena itu, ketika mereka menunjukkan kesiapan, Allah Swt memerintahkan Ibrahim agar menggantikan putranya dengan kambing besar untuk dijadikan qurban.
Dengan demikian, tradisi ini dilestarikan hingga kini demi mengenang pengorbanan dan ketaatan Nabi Ibrahim as di hadapan Allah Swt. Begitu juga para peziarah rumah Allah Swt dan mereka yang berpartisipasi dalam kongres haji di Mekkah, dan di wilayah Mina, mereka melakukan manasik qurban dalam rangka membenamkan semangat pengorbanan dan kepatuhan di hadapan Allah Swt sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Merelakan putra dan mengabaikan cinta ayah kepada anaknya merupakan ujian terberat ilahi di mana Nabi Ibrahim as telah melaksanakannya dengan baik.
2. Berkurban di jalan Allah Swt merupakan sunnah Nabi Ibrahim yang setiap tahun dilaksanakan pada Idul Adha di Mekkah dan oleh umat Muslim di berbagai negara.
3. Betapa banyak sunnah baik yang diwariskan oleh banyak manusia mulia di mana namanya akan abadi di sepanjang masa.
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111)
(yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” (37: 109)
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (37: 110)
Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (37: 111)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan perhatian khusus Allah Swt terhadap Nabi Ibrahim setelah melewati ujian untuk menyembelih putranya, ayat-ayat berikut ini menjelaskan salam sejahtera Allah Swt kepada Nabi Ibrahim as di sepanjang masa. Allah Swt berfirman bahwa salam sejahtera tersebut bukan hanya khusus untuk Nabi Ibrahim as saja melainkan siapapun yang sesuai kemampuannya, berhibah atau berkurban di jalan Allah Swt.
Setiap orang yang beriman dalam perjalanan penghambaannya berserah diri secara utuh kepada-Nya, sebagaiman yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim, akan termasuk di antara orang-orang yang mendapat salam sejahtera dan inayah dari Allah Swt. Ini berlaku untuk semua periode.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt dalam Al-Quran menyampaikan salam kepada para nabi-Nya. Akan tetapi terkait Nabi Muhammad Saw, bukan hanya Allah Swt melainkan juga para malaikat bershalawat dan meyampaikan salam kepada Rasulullah Saw. Allah Swt juga memerintahkan orang-orang yang beriman untuk menyampaikan shalawat dan salam kepada Rasulullah Saw.
2. Setiap perbuatan baik akan mendapat pahala di dunia dan akhirat.
3. Pahala dan hukuman dari Allah Swt memiliki hukum dan sunnah yang jelas dan bukan masalah kehendak.
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (112) وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ (113)
Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. (37: 112)
Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan diantara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang Zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (37: 113)
Al-Quran pada ayat-ayat sebelumnya menyinggung Ismail, putra Nabi Ibrahim dan pada ayat-ayat tersebut Ismail disebutkan sebagai seorang pemuda yang sabar. Akan tetapi pada ayat-ayat ini disebutkan tentang putra lain Nabi Ibrahim yaitu Ishaq di mana Allah Swt telah menjanjikan kenabiannya kepada Nabi Ibrahim as.
Seorang nabi yang sama seperti para nabi lain, termasuk orang-orang saleh dan beramal baik, dan oleh karena itu dia dimasukkan dalam inayah Allah Swt, yang disebutkan dalam Al-Quran dengan kata berkah. Berkah dalam segala hal, dalam usia, kehidupan, keturunan, pemikiran dan keyakinan. Karena berkah juga berarti kebaikan konstan dan berkesinambungan. Salah satu kebaikan yang berkesinambungan adalah bahwa para nabi Bani Israil adalah keturunan Nabi Ishaq as dan bahkan Rasulullah Saw pun dari keturunan Nabi Ishaq.
Di akhir ayat-ayat tersebut, Allah Swt berfirman, tentunya keturunan Nabi Ishaq tidak semuanya saleh, bahkan sebagian di antara mereka ada yang zalim dan pengingkar. Ini adalah hasil dari ikhtiar dan keinginan manusia. Meski dilahirkan suci dan fitri akan tetapi dalam perjalanannya dia dapat memilih antara kebaikan dan keburukan.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di antara keturunan para nabi mungkin saja ada anak-anak yang tidak saleh. Memiliki keterkaitan keluarga dan nasab dengan para nabi tidak mengharuskan seseorang menjadi orang saleh. Mungkin saja seorang ayah adalah nabi sementara putranya adalah manusia yang menyimpang.
2. Doa Nabi Ibrahim as terkait putra dan keturunannya agar tercakup dalam inayah Allah Swt, meliputi Ismail dan Ishaq serta generasi setelah keduanya. Kita juga sepatutnya mengikuti sunnah Nabi Ibrahim as untuk berdoa agar keturunan kita juga termasuk di antara orang-orang saleh.