بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
ص وَالْقُرْآَنِ ذِي الذِّكْرِ (1) بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي عِزَّةٍ وَشِقَاقٍ (2)
Shaad, demi Al Quran yang mempunyai keagungan. (38: 1)
Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. (38: 2)
Surat Shad sebagaimana 28 surat al-Quran lainnya dimulai dengan huruf muqata’ah. Pada pembahasan sebelumnya mengenai tafsir awal surat al-Baqarah telah disinggung, setelah huruf muqataah akan disampaikan tentang keagungan al-Quran.Sebab al-Quran yang dimulai dengan huruf-hurufnya hingga saat ini menjadi mukjizat yang tidak bisa dibuat oleh manusia. Demikian juga dengan surat ini, setelah huruf Shad, Allah swt berfirman, "Demi al-Quran yang mempunyai keagungan."
Manusia diberkahi fitrah dari Allah swt untuk mengetahui kebenaran. Tapi kelalaian dan hawa nafsu, serta faktor naluri dalam diri dan dorongan dari luar menyebabkan manusia melupakannya dan lalai.
Bacaan al-Quran dan perhatian terhadap isinya menyebabkan manusia kembali terjaga dan tersadarkan dari kelalaiannya tersebut. Contohnya, masalah kiamat yang termasuk bagian penting ajaran agama seringkali dilupakan. Oleh karena itu, kelalaian diri harus disadarkan kembali, salah satunya dengan membaca dan menelaah isi al-Quran.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sumpah Allah swt dengan Al-Quran menunjukkan keagungan kitab suci ilahi ini.
2. Al-Quran membangunkan fitrah manusia yang tertutup oleh kelalaian diri dan faktor lainnya.
3. Al-Quran datang untuk memberikan petunjuk bagi manusia.Tapi sebagian orang menolak dan menentangnya karena kesombongan diri mereka.
كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ فَنَادَوْا وَلَاتَ حِينَ مَنَاصٍ (3) وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ (4)
Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. (38: 3)
Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” (38: 4)
Audiens pertama ayat al-Quran ini adalah orang-orang musyrik Mekah. Ayat ini memberikan peringatan, jika tidak memperhatikan nasib orang-orang terdahulu yang tergelam dalam kesyirikan dan kekufuran, maka nasib mereka juga akan sama terkena azab ilahi dan tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri dari azab tersebut.
Kelanjutan ayat menjelaskan ketika Nabi Muhammad Saw menyampaikan ayat-ayat al-Quran kepada orang-orang Musyrik, mereka justru menghina beliau. Ketika Rasulullah saw menyampaikan peringatan mengenai kondisi orang-orang terdahulu dan mengajak untuk merenungkan pesannya, mereka malah menyebut beliau sebagai penyihir dan pembohong.
Sejarah menjelaskan ketika para pemimpin Quraisy menghubungi Abu Thalib supaya menyampaikan pesan kepada keponankannya, Nabi Muhammad saw. Mereka berkata, "Keponakanmu telah menyesatkan para pemuda kami dan mempersoalkan Tuhan-tuhan kami. Jika dia menghendaki kemasyhuran dan kekayaan, maka kami bersedia untuk menjadikan dia sebagai orang terkaya di Quraisy. dengan syarat meninggalkan dakwahnya,".
Ketika Abu Thalib menyampaikan pesan orang-orang Musyrik kepada Nabi Muhammad Saw, beliau menjawab, "Jika mereka memberikan matahari di tangan kanan dan bulan di tangan kiriku, supaya aku berhenti menyempaikan kebenaran, maka itu tidak akan aku lakukan. Aku akan terus melanjutkan dakwah ini kepada masyarakat atau mati,". Ketika Abu Thalib menyaksikan keteguhan Rasulullah Saw dalam menyampaikan dakwahnya, beliau menegaskan dukungan terhadap perjuangannya hingga akhir hayat.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kufur dan syirik yang dilakukan karena kesombongan diri akan menyebabkan pelakunya sendiri binasa di dunia ini.
2. Tidak ada tenpat berlindung dan bersandar menghadapi kekuatan dan kehendak Allah swt. Taubat bisa dilakukan sebelum turunnya azab Allah swt, tapi setelahnya tidak bermanfaat sama sekali.
3. Para Nabi dan Rasul berasal dari kalangan manusia supaya memahami kebutuhan dan karakteristiknya, sehingga bisa menjadi suri teladan bagi masyarakat.
4. Penghinaan dan tudingan merupakan cara yang paling sering dilakukan orang-orang kafir dalam menghadapi orang-orang Mukmin. Ketika mereka menyebut para Nabi sebagai penyihir dan pembohong, para pengikut Nabi juga harus siap untuk menghadapi segala bentuk cacian dan penghinaan dari para penentang kebenaran.