ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا رَجُلًا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (29)
Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (39: 29)
Ayat ini menggambarkan kondisi orang-orang musyrik yang sedang bertikai melalui sebuah tamsil. Bayangkan jika ada seorang budak dimiliki oleh beberapa sekutu yang bertikai dan setiap orang memberikan perintah kepadanya, ia tentu akan bingung dan tidak tahu perintah siapa yang harus didahulukan. Jika si budak ini mengabaikan perintah salah satu dari tuannya, ia akan dihukum dan tidak diberi makan.
Di pihak lain, ada seorang budak yang hanya dimiliki oleh seorang pemilik saja dan tidak ada tugas lain kecuali mematuhi perintah tuannya. Jelas, si budak ini tidak akan kebingungan dan selalu mendapat dukungan dari tuannya itu.
Ketika di penjara, Nabi Yusuf as juga menggunakan perumpamaan seperti ini untuk mengajak para tahanan menyembah Allah Swt. Ia berkata, "Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?" (Surat Yusuf, ayat 39)
Beginilah kondisi orang-orang musyrik dan mukmin. Syirik akan membuat manusia terombang-ambing dan kebingungan, dan mereka kehilangan ketenangan batin. Namun, orang mukmin hanya mematuhi dan tunduk pada perintah Tuhan, dan berharap pada rahmat-Nya saja.
Sayangnya, banyak orang tidak memperhatikan perbedaan antara syirik dan tauhid. Mereka masih menambatkan hatinya pada sesuatu selain Allah Swt dan belum sampai pada derajat tauhid hakiki.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang yang bertauhid hanya mengejar keridhaan Allah dalam perbuatannya, tetapi orang musyrik ingin menarik keridhaan berbagai kalangan dan jelas ia tidak mampu membuat semua orang puas, karena setiap orang punya selera masing-masing.
2. Dampak tauhid dan syirik bisa dilihat di dunia ini dan tak perlu menunggu datangnya hari kiamat. Orang yang bertauhid menjalani kehidupan yang tenang dan optimis, sementara orang musyrik selalu gelisah dan tidak tenang.
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ (30) ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ (31)
Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). (39: 30)
Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu. (39: 31)
Kematian sama-sama mendatangi orang mukmin dan musyrik, dan tidak ada manusia yang hidup abadi di dunia ini. Bahkan para Nabi sebagai manusia pilihan Tuhan, juga tidak luput dari aturan universal ini. Jika musuh-musuh Rasulullah Saw selalu menanti kematiannya, maka ketahuilah bahwa mereka juga akan mati.
"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad); maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?" (Surat al-Anbiya ayat 34)
Namun, kematian bukan akhir dari segalanya dan ia adalah gerbang menuju hari kiamat. Di sana, orang mukmin dan musyrik saling berhadap-hadapan dan mereka berdebat tentang kebenaran dan kebatilan akidah masing-masing.
Orang-orang musyrik tampaknya belum bersedia menerima kebatilan akidahnya dan mereka bangkit untuk membela perilakunya selama di dunia ini. Namun, Allah Swt akan menjadi hakim di antara dua golongan ini dan memutuskan perkara mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kematian adalah bagian dari sunnah Ilahi bagi semua manusia dan tidak ada pengecualian di dalamnnya.
2. Di pengadilan Tuhan, berbagai golongan saling melemparkan tudingan dan berusaha membebaskan dirinya dan menjerat orang lain, tetapi Allah akan menjadi hakim pada hari itu dan memutuskan perkara atas dasar kebenaran.
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ (32)
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? (39: 32)
Ayat ini berbicara tentang orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt dan tidak bersedia menerimanya.
Kaum kafir yang mengingkari Tuhan atau kaum musyrik yang menyekutukan Dia, sama-sama menolak perkataan yang benar dan mendustakannya. Jelas bahwa perbuatan buruk mereka di dunia akan menyeretnya ke neraka.
Di sisi lain, orang-orang mukmin membenarkan ayat-ayat Allah dan mengimaninya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kezaliman yang paling besar adalah mendustakan Allah dan menolak perkataan yang benar yang datang dari sisi-Nya.
2. Kesombongan dan fanatik buta adalah faktor yang menyebabkan manusia menolak kebenaran. Mereka mengingkarinya tanpa memperhatikan benar- tidaknya ucapan itu.