فَأَصَابَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَالَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْ هَؤُلَاءِ سَيُصِيبُهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَمَا هُمْ بِمُعْجِزِينَ (51)
Maka mereka ditimpa oleh akibat buruk dari apa yang mereka usahakan. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya dan mereka tidak dapat melepaskan diri. (39: 51)
Ayat sebelumnya menjelaskan tentang orang-orang yang mengingat Allah Swt ketika ditimpa kesulitan, namun melupakan-Nya saat mereka dalam kesenangan dan kenikmatan. Mereka bahkan menyebut nikmat itu berasa dari dirinya, bukan dari sisi Tuhan.
Ayat 51 surat Az-Zumar menerangkan bahwa kesulitan yang dirasakan manusia adalah hasil dari perbuatan mereka sendiri. Mereka akan merasakan buah dari kezaliman yang mereka lalukan baik sekarang maupun di masa mendatang. Tentu saja balasan utama atas kezaliman ini akan mereka rasakan di akhirat kelak dan jangan pernah berpikir untuk lari darinya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di alam materi ini berlaku hukum sebab-akibat, dan dalam masalah perbuatan manusia, juga berlaku sunnah Ilahi. Oleh sebab itu, setiap aksi tentu akan ada reaksi yang proporsional, di mana manusia merasakannya cepat atau lambat.
2. Semua nikmat datangnya dari sisi Allah, namun kesulitan dan masalah merupakan hasil dari keputusan dan tindakan keliru manusia.
أَوَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (52)
Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. (39: 52)
Sebagian orang menganggap nikmat itu datang karena kepintarannya. Namun, ayat tersebut menolak pandangan keliru ini dan mengatakan rezeki itu berasal dari sisi Allah Swt dan tidak serta-merta bahwa ilmu akan mendatangkan rezeki.
Manusia tentu saja berkewajiban untuk menimba ilmu dan bekerja keras dalam hidupnya. Allah tidak menyukai orang-orang yang bodoh dan pemalas. Namun, manusia juga tidak boleh beranggapan bahwa semua hal mengikuti kehendak dan kemauan dia.
Rezeki adalah sesuatu yang sampai ke tangan manusia dan berhubungan dengan berbagai faktor individu dan sosial, dan Allah membagikannya di antara manusia berdasarkan hikmahnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas manusia adalah berusaha dan bekerja keras untuk mencari rezeki. Namun, perolehan rezeki setiap individu bergantung pada hikmah Ilahi.
2. Keadilan Tuhan dalam hal rezeki bukan berarti penyamarataan, tetapi Dia memberikan rezeki yang berbeda berdasarkan berbagai faktor yang ada dalam sistem penciptaan. Setiap individu tentu saja memiliki tanggung jawab di hadapan rezeki yang diterimanya.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53)
Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (39: 53)
Ini adalah salah satu ayat al-Quran yang memberikan optimisme. Di sini, Allah Swt berbicara dengan penuh kelembutan dan membuka pintu rahmat-Nya untuk semua orang serta memberikan pengampunan kepada mereka. Ayat ini ditujukan kepada semua orang yang telah berbuat dosa, menzalimi dirinya, dan menyia-nyiakan umurnya.
Ingat bahwa jalan untuk kembali selalu terbuka dan manusia tidak boleh berputus asa dari rahmat Tuhan yang maha luas, dan jangan pernah berpikir bahwa Tuhan tidak akan memaafkannya.
Pintu ampunan dan rahmat terbuka untuk semua orang. Namun, individu perlu menyadari bahwa ia telah berbuat dosa dan memilih untuk kembali. Ketika penyesalan muncul dalam dirinya dan memutuskan untuk kembali, maka pintu ampunan dan rahmat Tuhan akan terbuka dan Dia akan mengampuni hamba-Nya.
Ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang memanggil para pendosa dengan sebutan hamba-Ku. Seperti seorang ayah ketika kecewa dengan perbuatan buruk anaknya, lalu berkata, "Apapun itu, engkau tetap anakku dan aku memaafkanmu. Usahakan untuk tidak mengulangi lagi kesalahan seperti ini."
Sebenarnya, kalimat "yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri" pada ayat tersebut mengingatkan manusia bahwa perbuatan buruk akan merugikan diri mereka sendiri, oleh karena itu janganlah menzalimi diri sendiri dan berbuatlah untuk kebaikan diri kalian.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Rahmat Ilahi tidak terbatas, rahmat ini meliputi seluruh makhluk dan tidak dikhususkan untuk orang-orang mukmin.
2. Rahmat Ilahi menuntut adanya pengampunan dosa. Jadi, tidak dibenarkan berputus asa dari rahmat Tuhan dan para pendosa juga tidak boleh berputus asa dari rahmat-Nya dalam kondisi apapun.
3. Melakukan dosa berarti berbuat zalim kepada diri sendiri dan keluar dari jalan lurus.
4. Orang yang melanggar perintah Tuhan dengan dosanya, sebenarnya ia telah mendatangkan kerugian bagi dirinya sendiri, bukan bagi Tuhan.