Tafsir al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 188-193

Rate this item
(2 votes)

Ayat ke 188

Artinya:
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

Ayat ini berbicara tentang dosa besar penyebab ketidakadilan dan ketidakamanahan dalam ekonomi masyarakat. Dan kaum Muslimin sangat dilarang melakukan; satu, perlakuan yang tidak pantas terhadap harta milik orang lain. Dua, menyuap hakim supaya dapat menguasai harta orang lain.

Al-Quran menyebutnya dengan istilah "batil" dan "dosa". Perbuatan yang menurut akal tidak patut dan menurut syariat dosa dan haram. Ada sebagian orang demi supaya perbuatan itu tidak dianggap buruk, memberi nama "suap" dengan hadiah. Disebutkan dalam sejarah ada seorang "Tawwabi" datang ke rumah Ali as membawa sesuatu atas nama hadiah agar nanti di pengadilan hukum yang dijatuhkan bermanfaat bagi dirinya. Imam Ali mengatakan: "Demi Allah, seandainya diberikan langit kepadaku agar aku mengambil sebutir gandum dari mulut semut, sama sekali aku tidak akan melakukannya."

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Islam sangat menghormati harta milik pribadi dan tidak mengizinkan menguasai harta orang lain.
2. Kepemilikan harus didapatkan dengan jalan yang halal. Menguasai harta orang lain dengan jalan tidak benar, sekalipun ada hukum hakim tetap tidak menjadi miliknya.
3. Menyuap dan disuap adalah haram, dengan nama apapun baik, hadiah, maupun upah.

 

Ayat ke 189

Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Salat satu keistimewaan Islam adalah hukum-hukum dan peraturannya diatur berdasarkan hukum alami dan universal. Waktu shalat diatur berdasarkan terbit, terbenam dan bergesernya mataharidi tengah hari. Waktu bulan puasa Ramadhan, atau ibadah haji bulan Dzulhijjah, ditetapkan berdasarkan hilal, yaitu penanggalan bulan yang menyeluruh. Demikian pula manusia sangat memerlukan penanggalan hari-hari dan tahun dalam kehidupan pribadinya. Tibanya hilal, bulan baru merupakan acuan tanggalan bagi urusan dunia dan sekaligus sebagai saran untuk menentukan urusan-urusan ibadah mereka.

Sisi lain yang dipaparkan bersama dengan penentuan waktu-waktu haji, yaitu amalan-amalan khurafat kaum Musyrik sebelum Islam yaitu dikarenakan mereka mengira pakaian ihram adalah simbol pelepasan semua kebiasaan hidup, maka dalam suasana ihram, mereka tidak masuk rumah lewat jalan biasa, dan mereka menganggap itu sebagai perbuatan luhur.

Al-Quran menanggapi bahwa itu perbuatan khurafat yang kamu masukkan dalam urusan ibadat. Kalau kamu benar-benar mencari kebajikan, maka bertakwalah dan lakukanlah segala sesuatu dengan jalannya.

Seperti halnya untuk menentukan waktu dan tibanya musim haji kita memanfaatkan hilal bulan, demikian juga untuk melaksanakan peraturan-peraturan Tuhan, kita harus merujuk kepada para ulama, karena mereka adalah pintu-pintu pengenalan kebenaran dari kebatilan dan pintu rahmat Allah, dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu dan selera pribadi, karena kebahagiaan dan kesejahteraan terletak dalam menjauhi perintah hawa nafsu.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Manusia harus menyusun program usianya berdasarkan waktu, sebagaimana Allah membagi masa dalam urusan ibadah manusia.
2. Perbuatan baik adalah perbuatan yang diperintahkan oleh akal dan syariat dan berdasarkan takwa, bukannya berlandaskan tradisi dan kebiasaan nenek moyang.
3. Perbuatan khurafat tidak boleh kita anggap sebagai perbuatan baik.

 

Ayat ke 190

Artinya:
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Membela diri di hadapan musuh merupakan hak utama manusia. Al-Quran selain menekankan untuk menghadapi segala bentuk arogansi, menyeru Muslimin sebelum peperangan agar mengajak musuh untuk memeluk Islam dan Muslimin tidak diperbolehkan memulai perang. Di dalam perang, Muslimin tidak boleh melukai anak-anak, wanita dan orang tua yang tidak terlibat langsung dalam peperangan dengan Muslimin. Mereka diwajibkan untuk menjaga perasaan dan kehormatan manusia.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Jihad harus di jalan Allah dan untuk Allah bukan untuk perluasan negarajajahan, ataupun berdasarkan pertikaian etnis.
2. Bahkan dalam perang, pemeliharaan keadilan tetap diperlukan dan tidak boleh melampaui batasan-batasan ilahi.

 

Ayat ke 191-192

Artinya:
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.

Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ayat tadi memerintahkan kepada Muslimin agar memperlakukan orang-orang Musyrik Mekah sebagaimana Musyrikin tersebut memperlakukan Muslimin. Sebelum itu kaum Musyrikin Mekah telah mengusir Muslimin dari kota dan tanah arinya, serta memerangi Muslimin dengan begitu kejam dan dengan ungkapan al-Quran lebih buruk dari pembunuhan.

Namun demikian, guna menjaga kehormatan Masjidul Haram, Allah Swt tidak mengijinkan perang di sana, kecuali Musyrikin yang memulai perang di tempat suci tersebut, dan Muslimin diwajibkan membela diri di manapun tempatnya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Muslimin harus melawan dan membela diri terhadap pihak-pihak yang ingin memukul Islam dalam berbagai peluang , dan janganlah kalian ijinkan mereka membuat segala makar dan konspirasi.
2. Kendati rumah Allah adalah terhormat, namun penghormatan orang Muslimin adalah lebih besar dan diperlukan penjagaannya.
3. Menghadapi dengan serupa adalah salah satu dasar Islam yang penting dalam kaitan dengan menghadapi musuh-musuh agama.

 

Ayat ke 193

Artinya:
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.

Tujuan perang dan Jihad dalam Islam bukanlah penjajahan, pengkultusan kaum ataupun untuk memperoleh pampasan perang. Akan tetapi sebaliknya, tujuannya adalah menghapus kezaliman dan ekspansi serta menafikan simbol-simbol kekafiran, syirik dan khurafat supaya perwujudan keadilan dan pengarahan rakyat menuju Allah Swt dapat dicapai dan diwujudkan.

Oleh yang demikian, kita hanya akan berjihad melawan orang-orang yang bertujuan memerangi Islam dan melakukan gangguan terhadap Muslimin, sekiranya mereka tidak lagi mengganggu Muslimin, maka kita tidak akan memulai perang dan pada dasarnya, seseorang tidak akan mendapat gangguan semata-mata memiliki akidah selain Islam.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Untuk mendudukkan agama Allah di bumi, Muslimin harus berjihad melawan para penguasa zalim yang menyebarkan akidah batil.
2. Jalan taubat tidaklah tertutup bagi siapapun dan dalam kondisi apapun. Bahkan musuh kafir sekalipun, jika di tengah-tengah peperangan, ia bertaubat, maka Allah Swt akan memaafkannya.

Read 10286 times