Ayat ke 65-66
Artinya:
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir? (3: 65)
Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (3: 66)
Di sepanjang sejarah terjadi perseteruan dan konflik antara para pemeluk agama. Hal itu terjadi karena setiap pengikut agama meyakini agamanya yang paling benar. Padahal, semua para nabi diutus oleh satu Tuhan dan kitab-kitab mereka isinya tidak saling bertentangan, tapi saling melengkapi. Sayangnya, sikap fanatisme etnik atau agama yang tidak pada tempatnya telah mendorong sebagian kaum Muslimin mengajak orang lain supaya memeluk Islam tanpa argumentasi dan logika. Mereka menyulut peperangan lantaran persoalan-persoalan yang tak penting.
Dengan kedatangan Nabi Isa, para pengikut nabi Musa diwajibkan untuk mematuhi ajaran Isa as. Namun kesombongan dan fanatisme tidak mengijinkan mereka melakukan hal itu, bahkan nabi Ibrahim as yang berada di zaman sebelum Nabi Musa diklaim sebagai pengikut agamanya. Padahal ucapan ini sama sekali tidak dapat diterima dari aspek sejarah.
Oleh karenanya, Allah Swt berfirman kepada kaum Kristen dan Yahudi, "Sumber semua perselisihan agama ini adalah fanatisme dan sikap keras kepala kalian. Mengapa kalian mempersoalkan Nabi Isa as, padahal kalian telah melihat sendiri kehadirannya. Kini kalian memperdebatkan perihal Nabi Ibrahim, sementara kalian sama sekali tidak tahu soal agama dan ajarannya, lalu kalian menganggapnya sebagai pengikut agama kalian. Kalian yang berselisih paham sampai pada hal-hal yang jelas dan nyata. Lalu mengapa kalian memperdebatkan persoalan yang tidak kalian ketahui tentangnya?"
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kebenaran agama haruslah dibuktikan berdasakan argumentasi dan logika, bukannya karena hubungan agama itu dengan seorang figur atau dengan alasan agama itu lebih dahulu dari agama-agama lainnya.
2. Pembahasan dan dialog akan bernilai apabila ditujukan untuk menemukan suatu kebenaran dan bila tidak, ia hanya membangkitkan perselisihan dan perpecahan.
Ayat ke 67-68
Artinya:
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. (3: 67)
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (3: 68)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya, dua ayat ini memperkenalkan Ibrahim as sebagai pencari kebenaran dan jauh dari segala bentuk syirik dan penyembahan berhala serta hanya pasrah kepada Tuhan. Ibrahim menasihatkan, "Wahai pengikut Musa dan Isa, dari pada kalian bersikap fanatik terhadap agama kalian. Sebaiknya kalian mencari kebenaran dan pasrah kepada Tuhan. Puncak atau Sumber perpecahan dan perselisihan kalian adalah egoisme bukannya penyembahan Tuhan yang Esa. Ketahuilah bahwa penyembahan diri adalah perbuatan syirik yang paling parah di mata Allah Swt."
Jika kalian ingin dekat dengan Nabi Ibrahim as, tapi dengan cara menyalahgunakan popularitas beliau, maka ketahuilah bahwa kesetiaan pada agama tidak dapat dibuktikan hanya dengan lisan dan pengakuan. Orang yang terdekat dengan Nabi Ibrahim as adalah orang yang mengikuti jalan beliau yang terpuji dan menunjukkan kesetiaannya itu dalam praktik.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ikatan pikiran dan ideologi lebih utama dari ikatan etnis dan keluarga. Orang-orang yang satu pemikiran dan satu ideologi lebih dekat ketimbang kerabat yang tidak sepemikiran.
2. Pemimpin dan pengikut tidak harus dari satu etnis. Fondasi iman adalah ideologi bukan bahasa dan etnis. Sebagaimana kecintaan Rasul Saw ditujukan kepada Salman Farisi yang bukan berasal dari Arab, "Salman adalah dari kami."
Ayat ke 69-71
Artinya:
Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya. (3: 69)
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya). (3: 70)
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya? (3: 71)
Ayat-ayat ini menyingkap adanya sekelompok orang yang mengklaim diri sebagai orang yang bertauhid dan Ahlul Kitab. Mereka berharap Muslimin juga bergabung dengan agama mereka yang sesat. Meskipun mengetahui bahwa dengan kedatangan Rasul yang tanda-tandanya tertulis dalam Taurat dan Injil, mereka harus beriman kepadanya dan menerima Islam, namun kebodohan dan fanatisme telah menyebabkan mereka terjerumus dalam kebatilan. Mereka menutupi-nutupi segala hakikat yang mereka ketahui atau menyampaikan persoalan sedemikian rupa sehingga orang lain terjerat dan ikut dalam kebatilan.
Oleh karenanya, ayat-ayat ini merupakan genderang ancaman terhadap kaum Muslimin agar senantiasa waspada dalam melakukan interaksi sosial. Mereka harus waspada agar tidak terjatuh dalam lingkaran pengikut agama lain. Selain itu yang juga penting adalah mereka harus tahu program serta tujuan musuh untuk menyesatkan Muslimin.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaum Muslimin perlu mengenali musuh dan bentuk konspirasinya supaya mereka selamat. Mereka harus waspada agar para pemuda tidak tertarik kepada agama lain.
2. Siapa saja yang bertujuan menyelewengkan orang lain, maka pada tahap pertama, dirinyalah yang semakin tenggelam dalam kesesatan. Karena tipuan dan kemunafikan serta dengki hanya akan membawa orang yang melakukannya pada kesesatan.
3. Manusia mukmin senantiasa harus memilah mana yang benar dan mana yang salah, sehingga musuh tidak dapat mengelabuinya.
Ayat ke 72
Artinya:
Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran). (3: 72)
Pada ayat sebelum ini telah dikatakan bahwa orang-orang Kafir merancang berbagai program untuk melemahkan iman orang Muslim. Yang terpenting darinya adalah mengaburkan kebenaran dengan kebatilan. Ayat ini menyingkap salah satu dari konspirasi musuh dan menjelaskan bahwa para pemuka kuffar menginstruksi orang-orang bawahannya untuk berpura-pura berlagak seperti pengikut al-Quran dan Rasul. Namun tak lama kemudian mereka meninggalkan Islam dan kemudian berkata kepada Muslimin, "Kami telah berbuat kesalahan dan agama kami lebih baik, maka kami kembali kepada agama asal kami."
Jelas tindakan mereka ini membuat lemat semangat Muslimin dan mereka jatuh kepada keraguan tentang kebenaran agama Islam. Selain itu, orang-orang kafir tidak punya alasan lagi untuk masuk Islam.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Umat Muslimin tidak boleh berpikiran polos dan mudah percaya melainkan harus pandai dan waspada agar tidak termakan oleh tipuan orang-orang Munafik.
2. Pihak musuh bukan hanya berharap agar Muslimin jadi kafir, melainkan untuk sampai pada tujuan-tujuannya, mereka senantiasa merancang makar dan konspirasi.