Surat At-Tur 32-40
أَمْ تَأْمُرُهُمْ أَحْلَامُهُمْ بِهَذَا أَمْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ (32) أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ بَلْ لَا يُؤْمِنُونَ (33) فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ (34)
Apakah mereka diperintah oleh fikiran-fikiran mereka untuk mengucapkan tuduhan-tuduhan ini ataukah mereka kaum yang melampaui batas? (52: 32)
Ataukah mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) membuat-buatnya". Sebenarnya mereka tidak beriman. (52: 33)
Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar. (52: 34)
Di pembahasan sebelumnya disinggung tuduhan tak berdasar para penentang Rasulullah terhadap beliau. Ayat ini menyatakan, apakah akal sehat membuat kalian menjadi tidak masuk akal sehingga kalian menuduh Rasulullah, yang berbicara kepada Anda dengan akal dan logika, seorang dukun, penyair, dan orang gila? Kata-kata ini tidak memiliki pembenaran lain selain kesombongan dan melawan kebenaran.
Kalian karena menolak beriman kepada Rasulullah, menuduhnya bahwa ajarannya berasal dari dirinya sendiri dan kemudian menisbatkannya kepada Tuhan. Jika memang benar demikian, maka kalian coba lakukan hal serupa dan keluarkan kata-kata seperti ucapan Rasululullah. Tunjukkan apa yang ia klaim tidak benar, dan orang lain pun dapat mengeluarkan kata-kata seperti ucapan nabi.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin berharga yang dapat dipetik:
1. Akar utama kekufuran dan pengingkaran adalah pemberontakan melawan kebenaran, bukan akal dan pikiran.
2. Para penentang nabi, untuk membenarkan kekufurannya dan menjauhkan masyarakat dari para nabi, tak segan-segan melontarkan tudingan dan tuduhan tak berdasar kepada para nabi.
3. Al-Quran adalah mukjizat nyata Rasulullah Saw untuk membuktikan risalahnya, para penentang beliau jika berkata benar maka datangkan kitab seperti al-Quran.
َمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ (35) أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَل لَا يُوقِنُونَ (36)
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (52: 35)
Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (52: 36)
Ayat ini mengisyaratkan salah satu dalil untuk mengenal Tuhan, yakni argumentasi kausalitas. Argumentasi ini mengatakan, tidak ada akibat yang muncul tanpa ada sebab, dan tidak ada akibat yang menjadi sebab bagi dirinya, oleh karena itu membutuhkan sebab selain dirinya. Mengingat seluruh fenomena di bumi dan langit seperti ini, maka pada akhirnya kita harus mencapai satu sebab yang bukan akibat, jika tidak maka kita akan terjebak pada tasalsul (rangkaian sebab dan akibat yang tidak terbatas dan tidak berujung kepada satu titik) dan ini tertolak menurut akal.
Tidak ada manusia yang dapat mengklaim dirinya muncul tanpa sebab. Begitu juga tidak ada yang dapat mengklaim bahwa dirinya yang mencitakan dirinya sendiri. Dua asumsi ini mustahil menurut akal. Karena manusia sebuah fenomena dan setiap fenomena membutuhkan sebab. Selain itu, manusia yang sebelumnya tidak ada, bagaimana ia dapat menjadi sebab keberadaannya ? Oleh karena itu kebutuhan akan pencipta adalah hal fitri dan logis yang juga diakui oleh musyrik Mekah dan mereka tidak mengingkari adanya sang pencipta.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin berharga yang dapat dipetik:
1. Al-Quran dengan menggulirkan sejumlah pertanyaan, mengajak manusia untuk berpikir dan merenung, serta membangunkan pemikiran dan perasaan mereka dan juga menyeru mereka untuk meninggalkan penentangan.
2. Jika manusia mencari kebenaran dan menerimanya, maka akal akan membimbingnya.
3. Manusia bukan pencipta dirinya, bukan juga pencipta langit dan bumi.
4. Berpikir mengenai pencipta diri kita dan dunia, akan membawa manusia mengenal Tuhan dan membuatnya yakin.
أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُسَيْطِرُونَ (37) أَمْ لَهُمْ سُلَّمٌ يَسْتَمِعُونَ فِيهِ فَلْيَأْتِ مُسْتَمِعُهُمْ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ (38) أَمْ لَهُ الْبَنَاتُ وَلَكُمُ الْبَنُونَ (39) أَمْ تَسْأَلُهُمْ أَجْرًا فَهُمْ مِنْ مَغْرَمٍ مُثْقَلُونَ (40)
Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa? (52: 37)
Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. (52: 38)
Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki? (52: 39)
Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang? (52: 40)
Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini juga mempertanyakan para penentang Rasulullah. Ayat ini mengatakan, jika kalian menerima bahwa kalian bukan pencipta diri kalian dan dunia, kemudian apakah pengaturan urusan dunia dan manusia serta pembagian rezeki dan nikmat diserahkan kepada kalian ? Apakah kalian mengharapkan Tuhan memilih seorang yang kalian inginkan sebagai nabi, atau siapa saja yang kalian inginkan diangkat sebagai penanggung jawab masalah ini atau urusan sosial lainnya ?
Apakah mereka memiliki akses ke langit sehingga mereka mengetahui pengaturan urusan dunia atau wahyu ilahi untuk membimbing masyarakat, dan bertindak sesuai dengannya ?
Apakah mereka memiliki dalil dan argumentasi terkait ucapan tak berdasar yang dinisbatkan kepada Tuhan, misalnya mereka mengatakan, para malaikat adalah putri-putri Tuhan ?
Atau misalnya Rasul meminta imbalan atas penyampaian risalahnya, di mana pembayarannya bagi mereka akan sangat sulit dan dengan demikian mereka menolak menerima ajarannya ?
Jelas bahwa jawaban semua pertanyaan ini adalah tidak, dan para penentang tidak memiliki dalil dan logika yang jelas bagi penentangannya, dan mereka hanya mencari-cari alasan untuk lari dari menerima kebenaran.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin berharga yang dapat dipetik:
1. Jika oposisi memiliki ucapan yang logis, maka kita juga harus bersedia menerimanya dan jangan terjebak pada fanatisme buta.
2. Mereka yang menisbatkan kata-kata tak berdasar kepada Tuhan seperti Tuhan memiliki putri, maka mereka juga tidak segan-segan melontarkan tudingan tak berdasar kepada para utusan Tuhan.
3. Dalam menyebarkan agama dan hidayah serta mengajak manusia kepada kebenaran, kita harus, seperti para nabi, menahan diri dari mengangkat masalah materi atau tuntutan keuangan dari orang-orang. Karena hal ini akan menetralisir efek dakwah dan juga memberi tekanan pada orang. Tentu saja, jika orang itu sendiri membantu secara sukarela atau memberi hadiah, tidak ada masalah untuk menerimanya.