Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 77-79

Rate this item
(4 votes)

Ayat ke77

Artinya:

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.  (4: 77)

Riwayat sejarah menjelaskan, manakala Muslimin berada di Mekah, mereka berada di bawah tekanan dan gangguan orang-orang Musyrik. Tekanan ini membuat mereka menghadap Rasul. Mereka mengatakan, "Wahai Rasul! Sebelum kami masuk Islam, kami aman, namun kini kami tidak aman lagi dan senantiasa mendapat siksaan dan gangguan musuh. Izinkanlah  kami memerangi mereka agar kami peroleh lagi keamanan dan kemuliaan kami".  Rasulullah Saw menjawab, "Untuk sementara ini, kita tidak diperintahkan untuk berperang. Jadi, kalian tunaikan kewajiban-kewajiban pribadi dan sosial kalian semisal shalat dan zakat!"

Ketika  Rasul Saw dan sahabat diperintahkan untuk berjihad, mereka yang sebelumnya ingin berperang justru mencari-cari alasan untuk tidak berjihad. Ayat ini turun dan mengkritisi sikap ganda ini. Kendati  sebab turunya  ayat ini berkenaan dengan kelompok Muslimin di awal Islam, namun substansi ayat ini dapat dijumpai pada setiap zaman. Senantiasa ada manusia yang bersikap ifrat (berlebihan) dan  tafrit (pengurangan) dalam perilaku sosial. Adakalanya mereka melangkah lebih ekstrim dari pemimpin sosial mereka dan ada juga yang lebih lambat dari masyarakat umum.

Sebenarnya tipe manusia seperti ini tidak ingin tahu apa tugas dan kewajibannya. Suatu saat mereka bersemangat bagaikan ombak laut yang menggelegar,namun ketika ombak itu tiba di tepi pantai, berubah menjadi busa yang tidak dapat bertahan lama. Manusia seperti ini bagaikan tong kosong nyaring bunyinya, dari luar begitu ramai namun dari dalam mereka tidak berani apa apa.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1.  Hukum-hukum agama  diturunkan secara bertahan. Orang yang memiliki kemampuan jihad adalah  orang-orang yang sebelumnya telah terdidik dengan shalat dan zakat serta  telah memerangi hawa nafsu dan setan dari batin.

2.  Kesulitan dan problema sosial tidak boleh disikapi dengan emosional, melainkan harus mengikuti pandangan para pemuka yang adil dan berpikiran jauh ke depan.

 

Ayat ke 78-79

Artinya:

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?  (4: 78)

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (4: 79)

Pada ayat sebelumnya, telah  dijelaskan bahwa sekelompok Muslimin yang imannya lemah dan penakut  melakukan protes dan meminta penundaan  ketika diperintah untuk jihad. Hal itu dilakukan  dengan tujuan menyelamatkan diri dari kematian. Ayat ini menyebutkan bahwa  ketahuilah jika kalian tinggal di tempat yang paling kokoh sekalipun kematian akan menyongsong kalian. Beruntunglah orang yang berjalan di atas jalan yang benar lagi bernilai seperti jihad. Mereka ini mengasuransikan kesehjahteraan kehidupan akhirat dengan cara berjihad dan syahid di jalan Allah ketika berada di dunia.

Ayat ini kemudian mengungkap sikap buruk munafikin yang biadap terhadap Nabi  Muhammad Saw. Setiap kali mereka menang dalam perang, mereka melihat kemenangan itu dari anugerah dan karunia Tuhan, namun apabila dalam perang itu, mereka kalah, maka mereka menyalahkan Rasul, sebagai sosok yang tidak tidak tahu manajamen.

Ayat ini menyanggah hal ini. Semua yang ada di alam ini adalah atas kehendak Tuhan dan tanpa kehendakNya tidak akan ada sesuatu terjadi, baik itu kemenangan atau kekalahan. Namun kehendak Tuhan bukanlah tanpa alasan dan perhitungan. Jika kalian melaksanakan tugas kalian, maka Tuhan menakdirkan kebaikan dan kemenangan bagi kalian.  Sebaliknya,  bila  kalian malas dan ingkar seperti dalam perang Uhud maka Allah  Swt menakdirkan kekalahan buat kalian.

Hubungan manusia dengan Tuhan bagaikan hubungan  bumi dengan matahari. Bumi mengelilingi matahari dan setiap kali menghadap dengan matahari, maka ia memperoleh cahaya dan panasnya matahari dan setiap kali membelakangi matahari, bumi menjadi dingin dan gelap.

Dari itulah, dapat dikatakan  bahwa  cahaya bumi dari matahari, sementara  kegelapannya  berasal  dari dirinya sendiri. Manusia juga demikian, di  mana saja ia menghadap Tuhan, maka ia akan memperoleh karunia dan rahmat-Nya.  Apabila ia membelakangi Tuhan,  maka  ia akan terjauhkan dari karunia Tuhan. Walaupun hakikat ini hanya dimengerti oleh manusia-manusia berjiwa bersih,  sementara  orang-orang yang berjiwa sakit  tidak  dapat mengerti atau sengaja tidak mau menerima.  Karena  mereka menganggap dirinya  sebagai sentral, bukannya Tuhan. Padahal kriteria kebenaran dan kebatilan adalah Tuhan bukannya mereka.

Dari  dua  ayat tadi terdapat  lima  pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kematian sudah ditentukan oleh Tuhan, lalu apa gunanya lari dari perang dan jihad?

2. Janganlah kita meletakkan dosa di pundak orang lain dan jangan kita suka membuat alasan untuk lari dari tanggung  jawab.

3. Kematian dan kehidupan, kepahitan dan manisnya kehidupan, semuanya adalah ketetapan Tuhan yang Maha Bijaksana.

4. Dalam perspektif  ilahi, setiap keindahan dan kesempurnaan adalah dari Tuhan dan apa saja kekurangan adalah dari diri kita sendiri.

5. Risalah Nabi bersifat mendunia dan tidak dikhususkan kepada etnis atau kawasan tertentu.

Read 6641 times