Ayat ke 83
Artinya:
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (4: 83)
Melanjutkan ayat sebelumnya yang menjelaskan sikap tidak sewajarnya yang dilakukan kaum Munafikin terhadap Rasul dan Muslimin di era permulaan Islam, ayat ini menyebutkan salah satu bentuk dari sikap Munafikin. Menurut al-Quran, orang-orang Munafik biasa menyebarluaskan berita-berita bohong khususnya mengenai perang. Rumor-rumor seperti ini membangkitkan rasa takut di tengah masyarakat dan tidak jarang juga memberikan rasa aman yang tidak pada tempatnya di tengah mereka.
Selanjutnya, ayat ini menyampaikan satu perintah umum kepada masyarakat muslim terhadap Ulil Amri (Penguasa Islam). Ayat ini menjelaskan bahwa kaum Muslimin harus merujuk kepada para pimpinan mereka terkait tatanan sosial, agar Ulil Amri dapat menganalisa dengan benar serta menyampaikan hal yang sebenarnya kepada masyarakat.
Lanjutan ayat ini menyentuh poin penting yaitu sikap orang-orang Munafik yang menyeret manusia kepada kekufuran dan mengikuti setan. Seandainya tidak ada rahmat Tuhan dan petunjuk Rasul serta para pemuka agama, niscaya sebagian masyarakat akan sesat dan terjerumus dalam tipuan dan bisikan setan saat menghadapi problem sosial.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Di antara kebiasaan orang-orang Munafik adalah menyebarluaskan isu di tengah masyarakat. Semua itu harus diwaspadai oleh Muslimin.
2. Informasi militer Muslimin harus dirahasiakan dan hanya boleh diketahui oleh para pimpinan masyarakat.
3. Hanya mereka yang punya kemampuan mengambil istinbat (menyimpulkan hukum) yang akan mendapatkan kebenaran dan lapisan masyarakat lain harus merujuk kepada mereka.
Ayat ke 84
Artinya:
Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya). (4: 84)
Sejarah menyebutkan bahwa setelah kekalahan kaum Muslimin di Uhud, Abu Sufyan telah menentukan waktu untuk melakukan serangan berikutnya. Pada waktu yang telah ditentukan juga, Rasul Saw memanggil dan mengundang Muslimin untuk membicarakan masalah ini. Namun kenangan pahit mereka di Uhud telah menyebabkan banyak sekali yang enggan datang. Sekaitan dengan hal ini, ayat ini diturunkan dan diperintahkan kepada Rasul Saw, sekiranya tidak ada satu orangpun yang datang, engkau berkewajiban berperang dan berangkat ke medan tempur. Hal ini harus dilakukan sekalipun engkau berkewajiban mengajak Muslimin untuk berjihad.
Rasul Saw melakukan perintah Allah ini dan sedikit orang menyertai Rasul Saw. Tapi musuh ternyata tidak hadir di tempat yang telah dijanjikan dan tidak terjadi perang. Di sinilah janji Allah untuk mencegah orang-orang kafir memukul Muslimin terbukti.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seorang pemimpin haruslah senantiasa di barisan terdepan saat menghadapi bahaya dan ancaman. Bahkan bila tinggal seorang diri, tetap ia tidak boleh meninggal medan tempu. Bila perintah ini ditaati, niscaya bantuan Tuhan akan datang kepadanya.
2. Tugas para nabi mengajak warga kepada agama, bukan mendesak dan memaksa mereka.
3. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, tidak terkecuali para nabi.
4. Kekuatan ilahi adalah kekuatan yang paling unggul dengan syarat masyarakat menjalankan tugas masing-masing.
Ayat ke 85
Artinya:
Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (4: 85)
Melanjutkan ayat sebelumnya yang memperkenalkan Rasul sebagai yang bertanggung jawab menyeru Mukminin untuk berjihad, ayat ini menjelaskan sebuah kaidah umum. Menurut ayat ini, bukan hanya Nabi tapi setiap orang bertanggung jawab menyeru dan mengajak orang lain untuk buat kebajikan, dengan syarat dilakukan lewat cara yang baik. Kendatipun setiap orang hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, tapi bukan berarti seorang muslim tidak peduli dengan orang lain, bahkan baik buruknya masyarakat. Sekali lagi, Islam bukan agama yang hanya mengurusi masalah pribadi dan peribadatan murni, tapi juga memiliki aspek sosial.
Amar Makruf dan Nahi Munkar salah satu dari tugas setiap muslim yang harus dilakukannya dalam lingkup kehidupannya termasuk pribadi, keluarga, tempat tinggal, tempat kerja dan di lingkungannya.
Manusia tidak hanya menerima pahala dan hukuman perbuatannya sendiri, tapi juga mendapat pahala akibat perbuatan sosialnya. Bila seseorang menjadi penyebab orang lain melakukan kebaikan, maka ia akan menerima sebagian dari pahala perbuatan itu. Sebaliknya, bila ia menjadi penyebab orang lain melakukan keburukan, maka ia juga akan mendapatkan sebagian dari hukuman itu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mendamaikan dua muslim, bekerjasama melakukan kebaikan di tengah masyarakat, membantu orang lain dan ikut perang melawan musuh merupakan inti kebaikan dan kewajiban setiap muslim.
2. Manusia tidak dapat melakukan setiap kebaikan karena keterbatasan tempat dan waktu. Tapi ia dapat memperoleh pahala dengan menjadi penyebab orang lain melakukan kebaikan.