Surat al-Qalam 1-7

Rate this item
(0 votes)
Surat al-Qalam 1-7

 

Surat al-Qalam 1-7

سورة القلم

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ (1) مَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ (2)

Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, (68: 1)

berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. (68: 2)

Surat Al-Qalam diturunkan di Mekah dan terdiri dari 52 ayat. Ayat-ayat surat ini mengisyaratkan karakteristik Rasulullah Saw dan akhlak mulia beliau, serta sifat buruk dan akhlak tercela musuh-musuh beliau. Sejumlah ayat dari surat ini juga berupa peringatan dan ancaman terhadap orang-orang kafir.

Surat ini seperti 28 surat al-Quran lainnya, diawali dengan huruf muqatha'ah. Seperti yang telah kami sampaikan pada penjelasan surah-surah sebelumnya, mungkin yang dimaksud dengan surat-surat tersebut adalah Allah menyusun kitabnya dari huruf-huruf abjad yang tersedia bagi manusia, namun kitab ini merupakan mukjizat yang sampai saat ini belum ada yang mampu dan tidak akan bisa membuat padanannya.

Surat ini diawali dengan sumpah terhadap pena dan tulisan, yang mengungkapkan perhatian khusus Islam terhadap literasi, ilmu pengetahuan, pengetahuan, dan budaya, serta menunjukkan bahwa pena, pemiliknya, dan ulama dihormati dalam Islam. Seperti pada ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi, setelah perintah membaca, ditegaskan tentang pena dan peranannya dalam memajukan ilmu dan kesadaran manusia serta membebaskannya dari kebodohan. Tentu saja Rasulullah tidak bersekolah dan tidak mengambil pena atau menulis apa pun, agar beliau tidak dituduh telah mempelajari dari orang lain apa yang beliau sampaikan sebagai wahyu atau telah membacanya dari kitab-kitab para pendahulunya.

Setelah bersumpah dengan pena dan apa yang tertulis dengan pena, Allah menunjuk salah satu fitnah yang biasa dilakukan orang-orang kafir terhadap para nabi – dan menuduh mereka gila – dan berfirman: Dengan karunia Tuhanmu, kamu mempunyai kesempurnaan dan pikiran yang sehat, tapi lawan menuduh kamu gila dan menyebut kamu orang gila.

Di antara orang-orang Arab di masa lalu, ada anggapan bahwa para penyair dan orang-orang yang mengucapkan kata-kata yang berbeda dan tidak lazim, pikirannya berada di bawah pengaruh jin, dan apa yang mereka katakan adalah akibat dari pengaruh jin, dan atas dasar ini, mungkin yang dimaksud orang gila adalah kerasukan jin, bukan gila dan akalnya kurang.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Sumpah al-Qur'an dengan pena mengungkapkan pentingnya dan kedudukan istimewa ilmu pengetahuan dan pemikir dalam agama Islam.

2. Sumpah atas nama pena merupakan tanda bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk melek huruf, membaca, menulis, dan belajar, bahkan di zaman dan masa di mana mayoritas masyarakat masih buta huruf.

3. Allah telah menjamin bahwa Nabi maksum dan terjaga dari segala kesalahpahaman dalam menerima wahyu, kerasukan setan, dan kegilaan, sehingga wahyu Ilahi sampai ke tangan manusia tanpa ada perubahan atau distorsi.

وَإِنَّ لَكَ لَأَجْرًا غَيْرَ مَمْنُونٍ (3) وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4)

Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. (68: 3)

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (68: 4)

Jelaslah bahwa Rasulullah Saw unggul dalam segala kesempurnaan, tidak hanya dibandingkan dengan manusia lain, tetapi juga dibandingkan dengan nabi-nabi lainnya. Meskipun beliau adalah nabi terakhir di antara para nabi, Allah, dalam uraian tentang nabi-Nya, terutama menekankan pada akhlak beliau yang mulia dan murah hati serta mengidentifikasikannya dengan sifat ini.

Penekanan ini menunjukkan pentingnya akhlak yang baik dalam menyeru manusia kepada Allah dan peran efektifnya dalam menerima firman kebenaran dari manusia, sebagaimana ditujukan kepada Nabi dalam ayat ke 159 Surat Aal-i Imran yang artinya "Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu".

Tentu saja, menghadapi dengan baik orang-orang yang salah memilih jalan dan menyakitinya bukanlah tugas yang mudah dan membutuhkan banyak ketekunan dan kesabaran. Oleh karena itu, Allah menyatakan bahwa atas kesulitan dan usaha ini, pahala yang tidak terputus dan permanen menanti Rasul-Nya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Memperhatikan rahmat dan pahala Allah menjadikan seseorang mantap dan tabah menghadapi kesulitan dan masalah.

2. Tidak cukup hanya membuktikan dan berbicara kebenaran di lisan saja untuk menyeru manusia ke jalan kebenaran, tapi juga dibutuhkan akhlak mulia, kesabaran dan ketekuanan (isitiqamah) di jalan ini.

3. Orang beriman harus meneladani Rasulullah dan berperilaku terhadap orang lain berdasarkan akhlak yang baik dan menyenangkan dalam hubungan keluarga dan sosial.

فَسَتُبْصِرُ وَيُبْصِرُونَ (5) بِأَيِّيكُمُ الْمَفْتُونُ (6) إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (7)

Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir)pun akan melihat, (68: 5)

siapa di antara kamu yang gila. (68: 6)

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dialah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (68: 7)

Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya yang menolak fitnah kaum musyrik yang menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai orang gila, ayat-ayat ini berbunyi: Akan segera terlihat jelas siapakah yang gila? Rasulullah atau kamu yang memfitnahnya?

Wahai Nabi, sampaikanlah kepada orang-orang musyrik di Makkah yang menyebut kamu gila dan sesat: Masa depan akan memperjelas apakah aku yang sesat atau kamu justru yang sesat? Apakah aku yang mendapat petunjuk ataukah kamu yang mendapat petunjuk?

Saat ini, ketika 1400 tahun telah berlalu sejak turunnya ayat-ayat ini, bukti sejarah menunjukkan bahwa meskipun tuduhan dan konspirasi musuh terus menerus terhadap agama Islam, agama ini mengalami kemajuan di dunia dan kemusyrikan serta penyembahan berhala mengalami stagnasi dan kemunduran. Dengan kata lain, hari demi hari kebenaran al-Quran dan Islam menjadi lebih jelas bagi umat manusia dan sebagai hasilnya, landasan bagi kecenderungan orang-orang dari berbagai negara terhadap agama murni ini menjadi jelas.

Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.

1. Dalam menghadapi para penentang, kita tidak boleh menyebut diri kita orang yang tercerahkan dan mereka sesat, namun hendaknya kita katakan: ke depan akan jelas siapa yang benar dan siapa yang sesat.

2. Jangan kita menghukumi orang lain dan masa depan mereka di dunia dan akhirat, dan serahkanlah pada ilmu Allah Swt.

Read 122 times