Ayat ke 69
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (5:69)
Sebelumnya, pada ayat, 68 telah disinggung bahwa pengikut agama manapun tidak memiliki suatu kedudukan di sisi Allah Swt, kecuali dengan melaksanakan kandungan dan ajaran kitab samawi dan membangun masyarakat dengan landasan kitab tersebut. Sedangkan ayat 69 ini menyebutkan, pemeluk agama samawi manapun antara yang satu dan yang lainnya tidak ada yang lebih utama, baik Muslimin, Yahudi, Nasrani dan Shabiin (sisa pengikut para nabi terdahulu seperti Nabi Nuh, Yahya dan sebagainya). Jumlah pengikut yang lebih besar atau usia yang sudah lama, juga banyaknya nabi di kalangan satu agama tidak menjadi ukuran keutamaan dan kelebihan agama itu.
Orang yang paling dekat dengan Allah Swt dan memiliki kedudukan paling mulia adalah dari sisi akidah ia mengimani Tuhan dan hari kebangkitan, sedang dari sisi perbuatan, melakukan amal saleh dan berbuat baik untuk masyarakatnya. Tentunya, dengan datangnya nabi yang baru, para pengikut semua agama Allah harus beriman kepada nabi itu dan mengamalkan syariat yang ia bawa. Jika tidak, maka pengutusan nabi yang baru tidak berguna dan sia-sia belaka. Mengingat nabi terakhir adalah Nabi Muhammad Saw, maka keimanan yang sebenarnya kepada Allah, harus ditunjukkan dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kunci kebahagiaan pada semua agama samawi adalah iman dan amal saleh, bukan pengakuan dan pernyataan lisan.
2. Ketenangan manusia yang sebenarnya pada Hari Kiamat nanti hanya bisa didapatkan melalui iman kepada Allah Swt.
Ayat ke 70
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. (5: 70)
Setelah Nabi Musa as berhasil menyelamatkan kaum Bani Israil dari cengkeraman Firaun dan kaki tangannya, beliau diperintahkan untuk mengambil sumpah dari Bani Israil yang isinya memerintahkan mereka untuk selalu menjaga dan komitmen terhadap ajaran-ajaran Allah Swt. Mereka menerimanya. Namun, tak berapa lama kemudian mereka melanggar janji itu, seperti yang disinggung dalam banyak ayat al-Quran. Mereka bukan saja menginjak-injak hukum Allah, membohongkan para nabi dan utusan-utusan Allah, dan memutar balikkan perintah-perintah agama menurut hawa nafsu mereka, bahkan mereka juga membunuh para nabi. Ayat ini memberikan peringatan kepada kaum Muslimin agar selalu menjaga wasiat Nabi Muhammad Saw, yaitu jangan mengabaikan para washi beliau Saw, dan supaya mereka loyal terhadap sumpah setia Ghadir yang telah dua kali disinggung dalam surat ini.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1.Ingkar atau membohongkan risalah para nabi oleh orang-orang Kafir, tidak memiliki dasar akal dan logika. Sumber penentangan ini ialah keinginan manusia untuk bebas dan melakukan apa saja sesuai dengan hawa nafsunya. Sedangkan agama samawi datang untuk mengontrol hawa nafsu manusia, sehingga dimensi kejiwaan manusia tumbuh sempurna.
2. Dalam masyarakat yang bobrok, orang-orang suci dan saleh menjadi sasaran fitnah dan teror.
Ayat ke 71
Artinya:
Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencanapun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan pekak, kemudian Allah menerima taubat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (5: 71)
Seperti yang telah disinggung dalam pembahasan sebelumnya, kaum Yahudi menyebut diri mereka sebagai ras terbaik bila dibandingkan dengan kelompok atau ras lainnya. Mereka merasa sebagai kaum yang paling dicintai dan dekat di sisi Tuhan. Karena itu mereka menyangka tidak akan pernah mengalami ujian dan cobaan dari Allah Swt, ataupun bila diuji atau dicoba, segala amal perbuatan mereka tidak akan mendatangkan siksaan dan sanksi Tuhan, atau ujian itu hanya sebentar saja.
Sifat congkak inilah yang membutakan mata mereka. Sehingga mereka tidak ingin memahami bahwa cobaan, siksa dan pahala adalah sunnah Allah yang tidak mengecualikan siapapun juga. Semua manusia harus melewati tahap cobaan untuk bisa diketahui jatidirinya yang sebenarnya. Allah Swt adalah Tuhan dengan rahmat yang maha luas. Kemurahan Allah ini tidak akan dicabut dari manusia hanya dengan sekali pelanggaran manusia. Allah Swt akan menerima taubat mereka meski berulang-ulang. Namun, sebagian orang tidak mempedulikan hal ini dan melalaikan ayat-ayat Allah, yang tentunya hal ini akan melenyapkan kesempatan mereka untuk memperoleh anugrah dan rahmat Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Prasangka yang tidak pada tempatnya dan berdasarkan pada kesombongan dan bangga diri mengakibatkan manusia dijauhkan hakikat yang sebenarnya.
2. Sekalipun manusia mengingkari Allah dan tidak melihat keberadaan-Nya di muka Bumi, namun Allah Swt senantiasa melihat manusia.