Ayat ke 84-86
Artinya:
Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?". (5: 84)
Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya). (5: 85)
Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. (5: 86)
Telah disebutkan sebelumnya bagaimana sekelompok orang Kristen meneteskan air mata ketika mendengarkan ayat-ayat al-Quran. Hanya dengan mendengar ayat-ayat al-Quran mereka justru menemukan kebenaran. Tiga ayat ini mengatakan, mereka sedemikian komitmen dengan al-Quran sampai-sampai mereka mengatakan kepada dirinya sendiri, "Kenapa kami tidak beriman kepada kalimat hak, firman Allah yang diturunkan kami? Apakah kami tidak berharap bahwa bisa masuk ke dalam surga bersama orang-orang yang saleh?
Allah Swt dalam ayat-ayat ini juga menyebutkan pahala dari pernyataan dan pengakuan semacam ini yaitu masuk kedalam surga Aden yang abadi. Surga Aden tempat yang dikhususkan bagi orang-orang suci dan saleh. Dalam lanjutan dari ayat-ayat ini dikatakan, ada sekelompok orang yang tidak siap menerima hakikat ini, lalu mengingkarinya, maka tempatnya adalah di neraka.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika seseorang mengetahui kebenaran, maka tidak ada alasan untuk menolaknya.
2. Iman dan keyakinan akan wujudnya Allah Swt tidak terpisah dari iman kepada wahyu. Oleh karenanya, tidak ada artinya percaya adanya Allah, tapi tidak percaya Dia memberikan hidayah kepada manusia.
3. Bertanya pada diri sendiri merupakan satu jalan untuk mengetahui hakikat menuju kepada kesempurnaan.
Ayat ke 87
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (5: 87)
Sejarah menulis bahwa suatu hari Rasulullah Saw berbicara kepada masyarakat mengenai apa yang terjadi pada Hari Kiamat. Mendengar itu, sebagian dari mereka mengalami perubahan drastis dan hanya menangis. Sebagian lagi memutuskan hanya akan memakan makanan yang baik. Ada yang mengharamkan ketenangan dan kesejahteraan bagi dirinya. Mereka memutuskan untuk melaksanakan ibadah saja sepanjang malam dan siangnya melakukan puasa. Sebagian dari mereka berusaha untuk menjauhi dari isteinya dan tidak bergaul dengannya.
Ketika Nabi Muhammad Saw mendengar berita tentang perilaku sebagian sahabatnya, beliau lalu mengumpulkan kaum Muslimin dan berkata, "Agama kita adalah Islam, bukan agama yang memerintahkan umatnya mengucilkan diri dan bertapa. Aku adalah Nabi utusan Allah dan aku tidak pernah meninggalkan rumah dan rumah tangga. Aku senantiasa makan bersama keluarga dan bergaul dengan istri-istriku. Ketahuilah bahwa barangsiapa yang menentang cara-caraku ini mereka bukan Muslim. Ayat ini menyinggung keseimbangan dalam kehidupan dan mengatakan, tidak boleh melakukan perkara yang telah diharamkan oleh Allah Swt, dan jangan juga mengharamkan perbuatan yang dihalalkan oleh Allah Swt kepada kalian.
Orang Mukmin adalah orang yang menerima firman Allah dan selalu menjaga dan mengamalkan batasan dari undang-undang Allah dengan tepat. Dalam artian, orang Mukmin melakukan perintah Allah tidak berlebihan dan tidak kurang. Barangsiapa yang mengharamkan terhadap dirinya atas hal-hal yang dihalalkan, maka ia telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang Allah. Sedang mencegah terhadap hal-hal tersebut dengan semangat iman termasuk tidak bijaksana dan tidak benar.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Banyak kenikmatan yang dihalalkan oleh Allah Swt kepada orang-orang Mukmin, maka menjauhinya berarti tidak peduli dengan anugeran Allah.
2. Undang-undag Islam sesuai dengan fitrah manusia. Meninggalkan kebaikan yang dianugerahkan Allah berarti tidak konsisten dengan fitrah manusia.
3. Berbuat lebih dan kurang dalam masalah ini dilarang oleh agama. Melarang yang halal dan melakukan yang haram bukan di tangan manusia, tapi di tangan Allah.
4. Meskipun kita tidak dibolehkan menjauhkan diri dari hal-hal yang dihalalkan, namun kita juga tidak boleh memanfaatkan hal-hal yang halal tersebut dengan berfoya-foya, sehingga mengakibatkan perbuatan berlebih-lebihan.
Ayat ke 88
Artinya:
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (5: 88)
Setelah ayat sebelumnya melarang masyarakat Islam meninggalkan kenikmatan dunia yang halal, ayat ini justru memerintahkan penggunaan nikmat-nikmat yang halal dan bersih. Ayat ini mengatakan, janganlah kalian menyangka bahwa memanfaatkan dunia adalah perkara yang tidak baik dan tercela, tetapi justru semua nikmat-nikmat duniawi merupakan rizki yang diciptakan oleh Allah Swt untuk kalian semua. Karena itu kalian diwajibkan untuk memanfaatkan fasilitas-fasilias ini, tetapi masalah yang penting adalah menjaga takwa dan keadilan dalam memanfaatkan anugerah ini. Karena hal ini juga merupakan tujuan mengenai bagaimana memanfaatkannya! Oleh sebab itu, di dalam ayat-ayat lainnya Allah Swt berpesan, makan dan minumlah, tapi berlebih-lebihan. Di dalam ayat yang lainnya pun dikatakan, makan dan berbuat yang baik! Begitu juga, maka dan berilah makan orang lain.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemanfaatan terhadap fasilitas duniawi, tidak hanya tidak bertentangan dengan Iman, tetapi justru merupakan kelaziman iman.
2. Takwa bukan membiarkan dunia, tetapi memanfaatkan yang benar akan dunia untuk tujuan Akhirat.