Ayat ke 114
Artinya:
Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama". (5: 114)
Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa kaum Hawariyun yakni para sahabat khusus Nabi Isa as, meminta kepada beliau agar Allah menurunkan hidangan untuk mereka dari langit guna menentramkan hati dan menguatkan Iman mereka. Setelah Nabi Isa percaya bahwa permintaan mereka itu bukan merupakan alasan yang dibuat-buat, yakni memang untuk menguatkan Iman mereka, barulah Nabi Isa as mengangkat kedua tangannya dan memohon kepada Allah Swt agar diturunkan hidangan dari Langit, sekaligus hari turunnya hidangan tersebut merupakan hari raya bagi mereka, juga menjadi bukti bagi orang-orang yang lain.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hari raya dan upacara keagamaan, serta memberi makan kepada orang-orang lain dalam upacara-upacara keagamaan, merupakan suatu perkara yang bisa diterima oleh Islam.
2. Perbuatan yang tampaknya material, tapi ternyata dapat memberikan manfaat spiritual. Ketika kita makan, harus meyakini bahwa itu merupakan rezeki dari Allah Swt.
Ayat ke 115
Artinya:
Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia". (5: 115)
Mukjizat diturunkannya makanan dari langit berawal dari permintaan kaum Hawariyun. Bila bukan karena mereka, Nabi Isa as tidak akan mengeluarkan mukjizat semacam itu. Oleh karena itulah Allah Swt memberikan ancaman kepada mereka, bila masih meragukan kebenaran Nabi Isa as serta mukjizat beliau. Namun dengan semua ini, dan berdasarkan beberapa riwayat Islam setelah turunnya hidangan dari langit tersebut, beberapa orang dari mereka menjadi Kafir, dan hal ini menunjukkan tidak berterima kasihnya seseorang hamba dihadapan nikmat-nikmat Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tanggung jawab para ulama lebih berat daripada tanggung jawab orang-orang jahil. Mereka yang memahami kebenaran dan kemudian mengingkarinya, maka balasannya adalah neraka jahannam.
2. Setiap hal yang memberikan harapan lebih besar, juga harus didasari komitmen yang lebih besar pula.
Ayat ke 116
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib". (5: 116)
Ayat ini menjelaskan percakapan Allah swt dengan Nabi Isa as pada Hari Kiamat. Sekalipun orang-orang Kristen dewasa ini beranggapan bahwa Sayidah Maryam as adalah salah satu dari Trinitas yang menjadi keyakinan penganut Kristen, namun pada zaman Nabi Muhammad Saw masih terdapat sekelompok Kristen yang menempatkan Sayidah Maryam as di tempat Ruhul Qudus, yang merupakan salah satu dari 3 kesatuan Tuhan itu.Bahkan sebagian orang Kristen yang lain berdiri menyembah di hadapan patung Bunda Maryam. Dewasa ini di mimbar gereja-gereja telah dipasang gambar atau patung Bunda Maryam yang sedang menggendong putranya al-Masih, dan setiap orang Kristen selalu menunduk dan hormat dihadapan lukisan atau patung-patung ini.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1.Nabi Isa as juga termasuk yang paling membenci orang yang menjadikan dirinya sebagai Tuhan atau Anak Tuhan.
2. Para nabi tetap merasa dirinya manusia biasa, sekalipun mereka mulia dan memiliki kedudukan tinggi. Artinya, mereka tidak pernah merasa sampai pada batas Tuhan.
3. Ilmu manusia bahkan ilmu para nabi adalah terbatas. Berbeda dengan Ilmu Allah Swt yang tidak terbatas dan mencakup segala sesuatu.
Ayat ke 117
Artinya:
Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (5: 117)
Sebagai kelanjutan pembicaraan Allah Swt dengan Nabi Isa as pada Hari Kiamat, satu hal yang ditekankan oleh al-Quran bahwa Nabi Isa al-Masih dengan tegas masih mempertahankan risalahnya dan menjelaskan seruan beliau pada ajaran tauhid. Sudah barang tentu Allah Swt memantau pekerjaan para nabi-Nya dan menjaga segala bentuk kesalahan yang dilakukan oleh nabi-Nya tersebut. Karena itu keterangan semacam ini dijelaskan sebagai peringatan untuk para pengikut Nabi Isa as agar mereka mengetahui bahwa akidah Trinitas bukan dari ajaran Nabi Isa as. Karena seruan beliau adalah tauhid.