Ayat ke 46
Artinya:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga). (6: 46)
Sebelumnya, telah disinggung pernyataan al-Quran mengenai orang-orang Musyrik. Allah mengajak mereka untuk berpikir, supaya fitrah mereka bangkit, sadar sehingga tabir kekhilafan dapat tersingkap dari jiwa dan raga mereka.
Ayat ini juga menjelaskan kelanjutan cara tersebut yang memerintahkan Nabi Saw, untuk mengajak mereka mengamati dan memikirkan berbagai nikmat Allah Swt. Ayat ini kemudian bertanya kepada mereka, apabila mata dan telinga kalian diambil oleh Allah Swt, sehingga kalian tidak lagi mampu bagi menyaksikan dan mengetahui keadaan dunia, dapatkah patung-patung dan sesembahan kalian mengembalikan alat indra yang penting ini kepada kalian? Apakah patung-patung ini memiliki mata, telinga dan akal sehingga bisa memberikan nikmat-nikmat itu kepada kalian ?
Dalam lanjutan ayat ini disebutkan, al-Quran telah menjelaskan argumentasinya dengan berbagai cara, sehingga memungkinkan orang-orang ini sadar dan menerima kebenaran, tetapi sayangnya fanatisme dan sikap keras kepala sedemikian rupa telah menguasai diri mereka, dan mereka pun tetap tidak mau menerima kebenaran tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tafakur dan merenungkan berbagai nikmat Allah, dan membayangkan hilangnya nikmat-nikmat tersebut, merupakan salah satu jalan untuk mengenal Allah Swt.
2. Penganugerahan segala kenikmatan dan kelestariannya bergantung kepada Allah Swt.
Ayat ke 47
Artinya:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong, atau terang-terangan, maka adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang yang zalim?" (6: 47)
Setelah ayat sebelumnya yang mengatakan bahwa apabila Allah mengambil nikmat-nikmat-Nya, kalian tidak akan mampu berbuat sesuatu, pada ayat ini Allah berbicara mengenai azab. Ayat ini mengatakan, apabila Allah mengirimkan azab, mereka tidak akan mampu menghadapi atau mencegah turunnya azab tersebut, atau menyelamatkan diri darinya. Maka kalian harus menerima bahwa patung-patung atau kekuatan apapun yang kalian yakini itu tidak mampu memberikan kenikmatan kepada kalian, juga tidak mampu mencegah bahaya dan malapetaka. Lalu kenapa kalian menggantikan kedudukan Allah dengan semua yang tidak ada artinya itu? Kelanjutan ayat ini menyebut perlakukan mereka terhadap kebenaran, sebagai sebuah kezaliman terhadap diri sendiri dan masyarakat, bahkan menjadi pembuka peluang dan peringatan bagi turunnya azab di dunia.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Janganlah kita tertipu oleh pengunduran waktu bagi turunnya azab, sebab mungkin azab Allah akan turun dengan tiba-tiba.
2. Dalam menghadapi orang-orang yang keras kepala, cara yang terbaik untuk menyeru mereka yaitu mengungkapkan kebenaran dalam bentuk pertanyaan yang memaksa mereka berpikir, mungkin mereka akan sadar, insaf dan menerima.
Ayat ke 48-49
Artinya:
Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (6: 48)
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (6: 49)
Pada ayat-ayat sebelumnya, Nabi Saw diperintahkan untuk menyampaikan ancaman dan menakut-nakuti orang Musyrikin atas akibat perbuatan mereka agar mereka sadar. Kali ini Allah Swt berfirman, "Pada dasarnya tujuan diutusnya para nabi sepanjang sejarah adalah untuk memberi berita gembira dan ancaman kepada umat manusia. Hal itu dapat mencegah terjadinya berbagai penyelewengan pemikiran dan penyimpangan perilaku, sekaligus menyeru umat manusia agar melaksanakan perbuatan yang baik dengan memberikan berita gembira kepada akan memperoleh balasan dan pahala dari Allah Swt.
Di antara berita gembira yang dibawa oleh para nabi as yaitu Allah akan menjauhkan mereka yang beriman dan beramal saleh dari ketakutan dan kesedihan. Mereka bahkan akan diberi kekukuhan jiwa dalam menghadapi bujuk rayu dunia yang fana, dan tetap tegar menghadapi berbagai kekuatan penjajah dan arogan. Sementara mereka yang mengingkari kebenaran dan membohongkannya selalu melakukan kefasikan dan dosa yang hasilnya adalah azab Allah baik di dunia maupun kelak di Hari Kiamat.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas para nabi as ialah membimbing dan mengajak umat manusia dengan bijaksana, dan bukan dengan paksaan dan kekerasan untuk menerima ajakan dan seruan kebenaran. Karena itu ada kelompok yang menerima dan menjadi mukmin dan ada pula kelompok yang kafir karena menolaknya.
2. Pendidikan dan pengajaran hendaknya berdasarkan pada dua hal, ancaman dan pengharapan, sehingga umat tidak berputus asa atau congkak.
3. Iman tanpa amal saleh tidaklah cukup, bahkan amal tanpa iman juga tidak berarti sama sekali.
4. Kebersihan jiwa akan menjadi penyempurna iman kepada Allah Swt. Adapun ketakutan, kecemasan dan kesedihan yang merupakan penyakit kejiwaan paling besar bahkan di zaman ini adalah hasil dari jauhnya manusia dari Tuhan dan keimanan.