Ayat ke 11-12
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. (7: 11)
Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (7: 12)
Pada penjelasan ayat-ayat sebelumnya, telah disinggung tentang berbagai nikmat Allah Swt yang telah dimanfaatkan oleh manusia untuk kehidupannya. Sedang ayat-ayat ini menyinggung kedudukan manusia dalam permulaan penciptaannya. Ayat ini menyatakan bahwa bukan hanya bumi, tetapi penduduk langit dan para malaikat juga tunduk di hadapan manusia yang disimbolkan oleh Adam as. Mereka menghormati kemuliaan manusia yang sangat tinggi. Hal itu terlihat dari adanya perintah Allah Swt kepada para malaikat-Nya agar bersujud kepada Adam as. Namun Iblis ternyata tidak mau patuh. Dengan sifat kepalanya, Iblis menentang perintah Tuhan tersebut. Dari ayat-ayat al-Quran yang lain dapat kita ketahui bahwa Iblis berasal dari bangsa Jin yang dari segi ibadah mereka berada di tingkat barisan para malaikat. Akan tetapi, perintah sujud ini tetap berlaku bagi iblis.
Iblis tidak hanya menentang perintah Allah Swt. Ia bahkan tidak mau meminta maaf dan merasa menyesal. Ia menjustifikasi tindakannya dengan mengatakan, "Aku Kau jadikan dari api, sedang Adam Kau jadikan dari tanah. Maka, apilah yang lebih utama bila dibandingkan dengan tanah". Padahal, perintah Allah untuk sujud kepada Adam itu bukan dikarenakan kedudukan material Adam, sehingga Iblis berhak untuk menjustifikasi dirinya semacam ini, melainkan dikarenakan kemuliaan dan kehormatan spiritual Adam. Maka,lenyaplah jiwa spiritual pada diri Iblis hingga dia berani bertindak arogan semacam itu. Pada dasarnya, setiap makhluk bila berhadapan dengan perintah Allah yang jelas semacam itu, seperti perintah untuk bersujud kepada Adam, maka tidak ada alasan bagi siapapun untuk menentangnya.
Melalui tindakannya ini, Iblis seolah-olah mengatakan semacam ini, "Dalam hal ini, aku lebih mengetahui pada Tuhan. Perintah Tuhan untuk sujud kepada Adam itu adalah sebuah kesalahan!" Sayangnya, kadang-kadang kita juga dalam kehidupan sehari-hari, saat berhadapan dengan hukum dan perintah Allah Swt, sering menimbangnya dengan akal. Yaitu apakah kita terima aturan Tuhan ini atau kita tolak karena kita merasa mengetahui hikmah dari hukum-hukum syariat itu. Padahal, akal kita sangatlah terbatas untuk mengetahui hikmah-hikmah yang terkandung di balik sebuah hukum. Karenanya, yang harus dilakukan oleh seorang hamba adalah taat terhadap hukum Tuhan tersebut.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia memiliki potensi dan kelayakan untuk sampai pada suatu kedudukan yang lebih dari kedudukan para malaikat.
2. Sujudnya seluruh malaikat sujud kepada manusia atas perintah Allah adalah tanda kemuliaan manusia, bukan tanda bahwa ia adalah Tuhan yang layak disembah. Karenanya, fenomena ini bukan berarti manusia tidak perlu sujud kepada Allah dan tidak melaksanakan perintah-Nya.
3. Ciri-ciri fisik dan ras bukan merupakan dalil bahwa seseorang lebih mulia dibandingkan pihak lain. Begitu juga dengan usia dan pengalaman. Tolok ukur kemuliaan seseorang terletak pada ketaatannya di hadapan perintah Allah.
4. Adalah sangat mengherankan jika sampai ada manusia yang mengikuti perintah setan. Padahal, dulu justru setan yang tidak mau bersujud kepada manusia?
Ayat ke 13
Artinya:
Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". (7: 13)
Ayat ini menyinggung akar ketidakpatuhan setan terhadap perintah yaitu takabur dan mengaggap tinggi diri lebih tinggi. Menurut al-Quran, setan telah memperoleh kedudukan yang tinggi sebagai hamba Allah yang telah ditempuhnya selama bertahun-tahun. Akan tetapi, disebabkan kecongkakan dan ketidak patuhannya terhadap perintah Allah, maka ia telah mengeluarkan Iblis dan Setan dari barisan para malaikat dan menjadikan mereka sebagai makhluk hina. Jadi, menurut ayat ini, itulah akibat takabur dan congkak. Dalam sebuah hadisnya, Nabi Muhammad Saw bersabda, "Siapapun yang bertawadhu dan rendah hati, maka Allah Swt akan mengangkat orang tersebut ke derajat yang tinggi. Sebaliknya, orang yang selalu takabur dan bangga atas dirinya sendiri, maka mereka akan menjadi terhina, dan pada Hari Kiamat, mereka akan terinjak-injak di padang Mahsyar nanti"
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ilmu dan ibadah semata-mata tidak bisa menjadi penyelamat. Tetapi, taat kepada Allah tetap merupakan suatu keharusan. Setan juga beriman dan telah beribadah kepada Tuhan, tetapi dikarena dia tidak siap untuk taat dan patuh di hadapan perintah-perintah Allah, maka dia pun dikeluarkan dari surga.
2. Takabur dan merasa berbesar diri, telah menyebabkan hancur dan musnahnya segala amal-amal baik manusia, sehingga melemparkan mereka ke tingkat serendah-rendahnya.
Ayat ke 14-15
Artinya:
Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". (7: 14)
Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh". (7: 15)
Setelah Iblis dikeluarkan dari sisi Allah Swt, dia kemudian meminta kepada Tuhan agar diberi kesempatan dan waktu untuk hidup, hingga Hari Kiamat nanti. Allah meluluskan permintaannya serta memberinya kesempatan untuk hidup sampai Hari Kiamat. Di sinilah sebuah pertanyaan layak untuk dikemukakan, mengapa Allah Swt memberi kesempatan dan waktu kepada setan? Dalam menjawab pertanyaan ini, harus disebutkan bahwa siksa, pembalasan, dan pahala pada Hari Kiamat memang didasarkan sebelumnya pada pemberian kesempatan dan waktu. Oleh karena itu, seluruh pendosa dengan segala kejahatan dan dosa-dosanya sebenarnya diberi kesempatan dan waktu. Adalah keliru jika dikatakan bahwa setiap orang yang telah melakukan dosa besar langsung disiksa.
Selain itu, berdasarkan Sunnatullah dalam hal ujian bagi manusia, baik dan buruknya perbuatan manusia itu harus disertai dengan sebab-sebab dan alasan sehingga ikhtiyar manusia menjadi bermakna. Dari sisi ini, setan merupakan salah satu alat ujian bagi manusia. Setan tidak dapat menyebabkan seseorang terpaksa melakukan dosa. Perbuatan setan hanyalah membisikan sesuatu atau membuat manusia bimbang dan ragu. Saat itu, ikhtiyar sama sekali tidak lenyap dari manusia.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt senantiasa memberikan waktu dan kesempatan bagi para pendosa. Beruntunglah mereka yang mempergunakan waktu ini untuk bertaubat, bukan untuk menambah banyaknya dosa.
2. Setiap umur yang panjang tidak selamanya bernilai dan mulia, karena setan juga berumur panjang. Umur yang panjang akan menjadi kemuliaan bila digunakan dengan cara yang benar dan baik.
3. Iblis mengetahui keberadaan Hari Kiamat. Akan tetapi, ia seolah-olah tidak mengimaninya secara benar. Karena itu, tidak terpikir olehnya untuk bertaubat atau meminta ampun.