Imam Shadiq as berkata, “Seorang lelaki berkata kepada Imam Zainul Abidin, “Si fulan mengaitkan sesuatu yang tidak baik terhadap Anda dan mengatakan bahwa Anda sesat dan pembuat bid’ah.”
Imam Zainul Abidin berkata, “Engkau tidak menjaga hak persahabatan dengannya, karena engkau menyampaikan kata-katanya kepadaku dan engkau juga telah melanggar hakku, karena engkau menyampaikan kata-kata dari saudaraku yang tidak kuketahui. Kita berdua akan mati dan di mahsyar kita akan bertemu dan Allah akan menghukumi di antara kita; mengapa engkau mengunjing? Jangan menggunjing, karena dia adalah makanan anjing-anjing neraka. Selain itu ketahuilah bahwa orang yang banyak menyampaikan aibnya orang lain, dia harus menunggu bahwa aibnya juga akan dicari-cari oleh orang lain.”
Balasan Menciptakan Agama Baru
Imam Shadiq as berkata, “Seorang lelaki hidup di masa lalu. Dia mencari dunia dan harta kekayaan dari jalan yang halal, tapi tidak berhasil. Dia bersungguh-sungguh melalui jalan yang haram, tapi juga tidak berhasil. Setan menjelma dan berkata kepadanya, “Engkau ingin mengumpulkan harta kekayaan dari jalan yang halal, tapi tidak berhasil dan dari jalan yang haram juga tidak berhasil. Sekarang, maukah engkau, aku ajari satu cara agar engkau berhasil mencapai keinginanmu dan mendapatkan harta kekayaan yang melimpah, juga sejumlah orang akan menjadi pengikutmu?” Dia bilang, iya.
Setan berkata, “Ciptakan agama baru dari dirimu sendiri dan ajaklah masyarakat untuk mengikuti agama buatanmu sendiri.”
Dia mengikuti apa yang diperintahkan oleh setan dan masyarakat pun mengikutinya dan dia juga mendapatkan harta yang melimpah. Suatu hari dia sadar dan bergumam, “Betapa jeleknya perbuatanku menyesatkan masyarakat. Aku pikir tidak mungkin ada taubat bagiku selain aku harus memberitahukan orang-orang yang sudah aku sesatkan bahwa apa yang telah didengarnya dariku adalah batil dan buatanku sendiri. Mungkin dengan cara ini taubatku akan diterima.”
Dia mendatangi satu persatu pengikutnya. Dia mengatakan kepada para pengikutnya bahwa apa yang aku sampaikan adalah batil. Tidak ada dasarnya.
Mereka mengatakan, “Engkau bohong. Ucapanmu dahului itu benar, sekarang engkau telah meragukan agamamu sendiri dan tersesat.”
Ketika dia mendengar jawaban ini dari mereka, dia meletakkan rantai di lehernya dan berkata, aku tidak akan membukanya sampai Allah menerima taubatku.”
Allah menurunkan wahyu kepada nabi zaman itu, “Katakan kepada si fulan, demi kemuliaan-Ku! Meski engkau memanggil Aku dan berteriak sampai sendi-sendimu terputus, maka doamu tidak akan Aku terima, kecuali orang-orang yang mati dalam agamamu dan orang yang engkau sesatkan, engkau beritahu tentang hakikat yang sebenarnya, sehingga mereka keluar dari agamamu [dan hal ini juga tidak mungkin baginya].
Janji Surga
Abu Bashir berkata, “Saya punya seorang tetangga sebagai wakil dari para pegawai penguasa zalim dan mendapatkan harta kekayaan yang banyak. Dia punya budak perempuan penyanyi dan selalu menyelenggarakan pesta pora untuk para penyembah hawa nafsu dan berfoya-foya; para budak menyanyi, sedangkan mereka mabuk-mabukan. Karena bertetanggaan dengan saya, dan suara kemungkaran itu sampai ke telinga saya, saya tidak suka padanya dan beberapa kali sempat menegurnya. Tapi dia tidak mau menerima. Karena saya memaksa dan melebih-lebihkan, sampai akhirnya suatu hari dia berkata, “Aku adalah seorang lelaki yang menderita dan menjadi tawanan setan, tapi engkau tidak terjerat oleh setan dan hawa nafsu. Bila engkau mau memberitahukan kondisiku kepada pemilikmu; Imam Shadiq as, mungkin Allah akan menyelamatkan aku dari mengikuti hawa nafsu dengan perantara kamu.”
Abu Bashir berkata, “Ucapan lelaki itu menembus hatiku. Saya bersabar sampai ketika bertemu dengan Imam Shadiq as dan menceritakan kisah tetangga saya ini kepada beliau.” Imam Shadiq as berkata, “Ketika engkau kembali ke Kufah, dia akan datang menemuimu. Katakan kepadanya, Jakfar bin Muhammad mengatakan, tinggalkanlah pekerjaan buruk yang engkau lakukan, aku akan menjamin surga untukmu.”
Saya kembali ke Kufah dan masyarakat datang menjenguk saya. Dia juga datang bersama mereka. Ketika dia ingin pergi, saya memandangnya. Ketika ruangan sudah sepi, saya katakan, “Aku telah menyampaikan kondisimu kepada Imam Shadiq. Beliau mengatakan, sampaikan salam untuknya dan katakan tinggalkanlah kondisi itu sehingga aku menjaminnya dengan surga.” Dia menangis. Dia berkata, “Demi Allah! Jakfar mengatakan ucapan ini kepadamu?” Saya bersumpah, iya. Dia berkata, “Ini cukup bagiku! Kemudian dia pergi.”
Setelah beberapa hari berlalu, dia mengutus seseorang kepadaku. Ketika saya menemuinya, saya melihat dia berada di balik pintu berdiri dalam keadaan telanjang. Dia berkata, “Apa yang aku miliki dari barang haram, aku kembalikan semuanya kepada pemiliknya. Sekarang engkau melihat aku ada di balik pintu karena ketelanjangan.”
Saya menemui teman-temanku dan mengumpulkan beberapa baju dan membawa untuknya.
Kemudian, setelah beberapa hari dia mengirim pesan, “Aku sakit. Kesinilah aku ingin melihatmu.”
Selama dia sakit saya senantiasa menanyakan kabarnya dan saya mengobatinya dengan obat-obatan.
Akhirnya dia mendekati kematian dan saya duduk di sampingnya. Dia dalam keadaan sekarat dan pingsan. Ketika sadar dan siuman, dia tersenyum dan berkata, “Abu Bashir, Imam kamu; Imam Shadiq as telah memenuhi janjinya.” Dia mengatakan ini dan meninggal dunia.
Pada tahun itu juga, ketika saya pergi haji, saya menemui Imam Shadiq as di Madinah dan meminta izin untuk masuk ke dalam rumahnya. Begitu saya masuk dan kaki saya yang satu masih berada luar dan yang satunya lagi sudah berada di dalam rumah, Imam Shadiq as berkata, “Abu Bashir! Kami telah memenuhi janji kami kepada tetanggamu.” (Emi Nur Hayati)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ja’far Shadiq as