Setelah mencicipi kondisi yang cukup stabil, Irak kembali dilanda berbagai aksi teror yang merenggut korban warga sipil. Pemboman dan serangkaian serangan teroris yang melanda Irak sejak Senin pagi (23/7) mengakibatkan ratusan orang tewas dan terluka. Menurut laporan televisi al-Alam, sumber pejabat Irak mengatakan bahwa pemboman dan serangan teroris pada Senin pagi menewaskan sedikitnya 37 orang dan melukai 74 lainnya.
Serangan teroris terhadap pangkalan militer Irak menewaskan tujuh tentara dan serangan di al-Taji menewaskan 18 warga sipil. Sementara serangan terpisah dekat Baqubah menewaskan dua tentara dan seorang polisi dan tujuh orang tewas dalam serangan di kota Kirkuk serta ledakan di wilayah al-Husainiyah tewaskan dua orang.
Sebelumnya terjadi juga serangan teror yang meminta sejumlah korban. Sedikitnya 20 orang tewas dan sejumlah lainnya luka-luka dalam serangkaian serangan bom di Irak. Pejabat keamanan Irak melaporkan, ledakan paling mematikan terjadi di Mahmudiyah, 30 kilometer (18 mil) selatan ibu kota Baghdad. Dua serangan bom mobil itu setidaknya menewaskan 10 orang dan 36 lainnya luka-luka. Ledakan lain melanda kota Madain, Ramadi, Mosul, dan Najaf.
Ledakan bom yang terjadi pada hari Ahad (22/7) menargetkan kompleks pemakaman suci Imam Ali. "Para teroris mencoba untuk menempatkan mobil di dekat tempat suci, tetapi petugas keamanan berhasil mencegah mereka ke sana, sehingga mereka meledakkannya di luar target," kata kepala polisi provinsi Najaf, Mayjen Abdulkarim Al-Amiri. Setiap tahun, makam Imam Ali diziarahi ratusan ribu Muslim dari Irak, Iran, dan negara-negara lain.
Di bulan Juni, sedikitnya 200 orang tewas di seluruh Irak. Pada 13 Juni menandai hari paling mematikan ketika serangkaian serangan dilancarkan teroris al-Qaeda yang menewaskan lebih 70 orang di seluruh negeri. Kekerasan meningkat di Irak sejak Desember 2011 ketika pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan mantan Wakil Presiden Tariq al-Hashemi yang kini buron. Ia didakwa terlibat dalam rangkaian aksi teror mematikan yang menargetkan para pejabat dan rakyat Irak.
Milisi al-Qaeda, kelompok takfiri dan anasir asing seperti dinas rahasia sejumlah negara Arab serta Amerika disebut-sebut sebagai dalang dibalik berbagai aksi teror di Irak.
Arab Saudi juga tercatat sebagai negara Arab yang memiliki kedekatan dengan kelompok teroris yang aktif di Irak. Berbagai bukti dan dokumen menunjukkan bahwa mayoritas aksi teror yang terjadi di Irak terdapat gejala keterlibatan Riyadh. Permusuhan Riyadh dengan pemerintah Baghdad dan ketidakpuasan Arab Saudi atas struktur pemerintahan Irak menjadi faktor utama intervensi petinggi Riyadh di urusan internal Irak.
Adapun Amerika Serikat tengah mencari posisi khusus di Irak serta peluang bagi kembalinya sejumlah pasukannya ke Baghdad. Washington pun tak segan-segan mendukung teroris untuk mencitrakan ketidakmampuan pemerintah Irak melawan terorisme serta mengendalikan stabilitas nasional.
Namun di kondisi saat ini baik di tingkat regional atau internasional muncul isu baru terkait krisis Suriah. Seperti sejumlah negara kawasan yang sejalan dengan AS berusaha memerangi negara Arab yang tidak sehaluan dengan front gabungan Arab-Barat anti Suriah. Oleh karena itu, tak jauh jika kita katakan bahwa instabilitas terbaru di Irak disebabkan dukungan Baghdad terhadap Damaskus. (IRIB Indonesia/MF/NA)