Nicolas Schmit, Komisioner Eropa Bidang Tenaga Kerja dan Hak-hak Sosial menyoroti kenaikan harga energi di dunia, dan memperingatkan munculnya kemiskinan energi di Eropa.
Nicolar Schmit mengatakan saat ini jutaan orang di Eropa tidak bisa menghangatkan rumah mereka secara cukup di musim dingin, dan jumlah tersebut akan mengalami peningkatan signifikan.
European Trade Union Confederation (ETUC) bulan September 2021 menyampaikan kekhawatirannya karena lebih dari 2,7 juta orang di Eropa, tidak mampu menghangatkan apartemen mereka di musim dingin karena krisis energi, meski mereka memiliki pekerjaan.
Komisi Eropa meminta negara-negara anggotanya untuk segera melindungi warga dan perusahaan-perusahaan Eropa dari dampak kenaikan harga energi dunia.
Peringatan dan kekhawatiran serius terkait munculnya kemiskinan energi di Eropa mengungkap kenyataan baru bahwa masyarakat Eropa tidak memiliki akses yang cukup terhadap energi terutama gas, khususnya dengan semakin dekatnya musim dingin.
Masalah ini muncul lebih disebabkan oleh peningkatan tajam harga gas dalam beberapa bulan terakhir. Harga gas alam di Eropa antara Januari hingga Oktober 2021, mengalami peningkatan sekitar 440 persen, dan ini telah membangkitkan kekhawatiran mendalam seluruh negara Eropa.
Harga gas dipatok pada kisaran harga 1.200 dolar setiap meter kubik. Gas ini digunakan untuk menghidupkan alat pemanas ruangan, dan memproduksi listrik. Biasanya masalah ini bukan hanya akan berdampak negatif pada daya beli warga Eropa, dalam membayar biaya gas alam yang digunakan di rumah-rumah mereka, tapi juga menyebabkan kenaikan signifikan harga listrik.
Di Jerman, harga listrik sejak Januari 2021 mengalami kenaikan sekitar 140 persen, di Italia, 340 persen, dan di Spanyol, 425 persen.
Di Eropa, gas dan listrik digunakan untuk menghangatkan rumah, namun seiring dengan naiknya harga energi ini, maka dapat dipastikan banyak warga yang tidak akan mampu menikmatinya lagi, dan masalah ini menyebabkan terbentuknya sebuah fenomena baru yang disebut sebagai Kemiskinan Energi.
Ketua Federasi Organisasi-Organisasi Konsumen Jerman, Thomas Engelke mengatakan, "Peningkatan signifikan harga-harga di tahun depan juga akan dialami oleh para konsumen pribadi."
Pada saat yang sama, naiknya harga gas dan listrik di Eropa memberikan sinyal kuat kepada para pengusaha untuk mengkaji kemungkinan penutupan sementara perusahaan-perusahaan mereka.
Poin penting yang perlu diperhatikan adalah, dalam hal faktor penyebab kondisi pasokan gas yang tak menentu, terdapat perbedaan pandangan tajam antara Uni Eropa dan Rusia, sebagai salah satu negara pemasok utama gas ke Eropa.
Negara-negara Eropa menganggap penurunan pasokan gas dari Rusia, dan ketergantungan gas Eropa ke negara itu sebagai penyebab utama naiknya harga gas. Saat ini sedikitnya 30 persen gas Eropa dipasok dari Rusia.
Menurut Komisioner Energi Uni Eropa, ketergantungan Eropa atas impor gas sebesar 90 persen, oleh karena itu independensi energi harus menjadi prioritas utama Uni Eropa.
Sebaliknya Rusia meyakini bahwa Uni Eropa telah melakukan kesalahan fatal karena menurunkan saham transaksi jangka panjang dalam perdagangan gas alam, dan bergerak ke pasar lokal yang di sana harga-harga telah menyentuh level tertinggi, sehingga menyebabkan kenaikan harga gas.
Deputi Perdana Menteri Rusia Alexander Novak sehubungan dengan munculnya bencana kemiskinan energi di Eropa, mengabarkan kelangkaan 25 miliar meter kubik cadangan gas di fasilitas bawah tanah Eropa, dan mendesak tindakan cepat untuk mengatasi masalah ini.
Namun demikian, beberapa pengamat memiliki pendapat lain. Mereka meyakini bersamaan dengan menurunnya krisis Corona di Eropa, maka perekonomian di wilayah ini juga akan pulih, dan hal ini dapat berujung dengan meningkatnya permintaan gas terutama di perusahaan-perusahaan dan industri.
Oleh karena itu, kondisi seperti sekarang ini merupakan akibat dari kombinasi berbagai faktor yang memicu krisis di bidang gas, dan kenaikan luar biasa harga gas di Eropa.