روی عن الحسینبنعلی(علیهماالسلام) قال: الِاسْتِدْرَاجُ مِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ لِعَبْدِهِ أَنْ يُسْبِغَ عَلَيْهِ النِّعَمَ وَ يَسْلُبَهُ الشُّكْر.[1]
Diriwayatkan Imam Husein as berkata: "Istidraj dari Allah Swt kepada hamba-Nya adalah Allah melimpahkan nikmat kepada hamba-Nya dan mencabut syukur darinya (hamba)."
Berikut ini penjelasan Ayatullah Mojtaba Tehrani atas hadis tersebut:
Makna Istidraj
Dalam pertemuan sebelumnya, saya telah menjelaskan banyak riwayat tentang hubungan peristiwa dan kesulitan dengan maksiat dan dosa. Sekarang bukan saatnya menyinggungnya. Riwayat ini berkaitan denganistidraj yang merupakan salah satu bukti kesengsaraan manusia. Imam Husein as dalam riwayat ini mendefinisikan istidraj yaitu bahwa Allah Swt mencurahkan nikmat kepada hamba-Nya, akan tetapi di sisi lain Allah Swt membuat hamba itu tidak mampu mensyukuri nikmat-nikmat tersebut.
Mengapa Istidraj?
Sekarang muncul pertanyaan, mengapa Allah Swt melakukan ini dan mencabut kemampuan hamba itu untuk mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya? Allah Swt yang memberi nikmat tersebut lalu mengapa tidak memberikan kesempatan bagi hamba untuk bersyukur? [2] Mengapa Allah Swt tidak memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk bersyukur? Sebenarnya, mengapa Allah Swt melakukan ini kepada hamba-Nya?
Pengingkaran Nikmat-Nikmat
Saya ingin menjelaskan bagaimana istidraj itu bisa terjadi. Meski demikian saya tidak dapat banyak membacakan riwayat dan saya hanya akan menukil satu riwayat saja. Dalam hadis dari Imam Ja'far as-Sadiq as disebutkan [3] bahwa Allah Swt terkadang melimpahkan nikmat-Nya kepada hamba, dan hamba itu menggunakan nikmat itu untuk bermaksiat dan berdosa.
Maksud dari nikmat dalam riwayat tersebut bukan hanya uang, melainkan juga mata, telinga, tangan, kaki dan seluruh daya manusia. Semuanya dalah nikmat dari Allah Swt. Nikmat bukan hanya terbatas pada uang dan emas saja! Bukalah mata kalian dan kenali nikmat-nikmat yang diberikan Allah Swt kepada kalian. Sedemikian banyak nikmat muttasilah dan munfasilah yang dimiliki manusia dan bahkan meliputi seluruh wujudnya. Ini berarti bahwa seluruh wujud manusia pada hakikatnya adalah nikmat dari Allah Swt. Jika manusia menggunakannya untuk bermaksiat, Allah Swt akan memberi kesempatan untuk menebusnya dengan istighfar dan bertaubat.
Istidraj Jalan Menuju Kekufuran
Apa yang akan saya katakan berikut ini adalah riwayat dari Imam Sadiq as. Karena waktu yang sedikit, saya tidak bisa menukil seluruh riwayat tersebut. Ayat al-Quran juga menyinggung masalah ini:
« إِنَّما نُمْلي لَهُمْ لِيَزْدادُوا إِثْماً»[4]
Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka
Allah Swt akan memberikan kesempatan apakah mereka akan beristighfar atau tidak! Jika mereka beristighfar maka tidak akan ada masalah, akan tetapi jika mereka tidak beristighfar, maka Allah Swt akan mengulangi pelimpahan nikmat-Nya. Akan tetapi ketika itu, kalian tidak akan lagi diberi kesempatan oleh Allah Swt untuk mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Ini bukan berarti tidak ada peritungan ketika Allah melimpahkan nikmat-Nya.
Ketika seorang hamba berdosa dan sebagai imbalannya dia justru mendapat limpahan nikmat, dia secara perlahan-lahan akan berpikir mengapa dia melakukan sedemikian banyak dosa akan tetapi tidak terjadi apa-apa? Jangan-jangan memang tidak ada apa-apa? Atau mungkin sebenarnya halal dan haram itu tidak ada! Di sinilah manusia itu telah terseret ke jurang kekufuran.
Mengapa Kondisi Para Kufar Ideal?
Anda sendiri menyaksikan idealnya kondisi materi kaum kufar. Ini semua adalah karena masalah istidraj. Jika ada orang yang berkata: "Orang-orang kafir meski telah melakukan berbagai kejahatan dan dosa, mengapa mereka tetap hidup tenang dan mewah?" Jawabannya adalah karena Allah Swt telah melakukan istidraj kepada mereka dan mereka tidak diberi kesempatan untuk bersyukur. Hal ini akan sangat merugikan mereka.
Sumber Masalah Kaum Muslim
Dari sisi ini, kaum Muslim tidak berbeda dengan kufar, jika mereka diberi nikmat dan menggunakannya untuk bermaksiat dan dosa, maka Allah Swt akan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertaubat. Jika mereka bertaubat, alhamdulillah. Akan tetapi jika tidak, maka Allah juga akan mencabut kesempatan untuk mensyukuri nikmat dan dengan demikian mereka terjerat istidraj.
Kesulitan dan masalah yang kita hadapi juga bersumber dari sini. Ketika kita—nauzubillah—menggunakan maksiat untuk bermaksiat, dan kemudian kita menghadapi berbagai masalah, sampai kita sadar dan beristighfar. Masalah dan kesulitan itu adalah hukuman dari Allah Swt untuk menyadarkan kita.
Jika nikmat yang dilimpahkan Allah Swt, kita gunakan untuk bermaksiat dan Allah Swt menjerat kita dengan berbagai masalah untuk menyadarkan kita, akan tetapi kita tidak sadar, tidak bertaubat dan tidak beristighfar, maka ketika itulah kita terjerat istidraj dan—nauzubillah—jika kita terseret hingga ke jurang kekufuran.
[1]. بحارالأنوار، ج 75، ص 117
[2]. البته اینجا جای این بحثهای طلبگی نیست که چرا در روایت میفرماید: «یسبغ علیه النعم و یسلبه الشکر»
[3]. بحارالأنوار، ج 5، ص 217؛ (الْعَبْدُ يُذْنِبُ الذَّنْبَ فَيُمْلِي لَهُ وَ يُجَدَّدُ لَهُ عِنْدَهُ النِّعَمُ فَيُلْهِيهِ عَنِ الِاسْتِغْفَارِ مِنَ الذُّنُوبِ فَهُوَ مُسْتَدْرَجٌ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُ )
[4]. سوره مبارکه آلعمران، آیه 178