Rahasia lain dari keabadian Asyura adalah prinsip amar makruf nahi munkar (bahasa Arab: الأمر بالمعروف والنهی عن المنکر, al-amr bi-l-maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar).
Di bagian sebelumnya kita telah membahas bersama sisi reformasi di kebangkitan Husseini. Kami ingatkan kembali bahwa memerangi kerusakan dan korupsi merupakan prasyarat bagi reformasi serta keniscayaannya adalah tidak patuh terhadap orang fasid. Selain itu, langkah terpenting untuk mereformasi setiap pemerintahan dan masyarakat adalah memperbaiki wawasan dan pandangan mereka.
Namun terlepas dari sisi teori, keharusan sebuah reformasi adalah menghidupkan nilai-nilai dan melawan gerakan anti nilai-nilai tersebut yang disebut amar makruf dan nahi munkar dalam budaya Islam di mana seluruh umat Muslim harus memiliki rasa tanggung jawab di masalah ini.
Imam Hussein as saat menjelaskan filosofi kebangkitannya mengatakan, Saya ingin menegakkan nilai-nilai dan mencegah arus anti nilai ini. Kemudian Imam menjelaskan urgensitas masalah ini dan berkata, Dalam hal ini Aku akan mengikuti sirah Kakekku Muhammad Saw dan ayahku Ali bin Abi Thalib as.
Untuk lebih memperjelas kesesuaian antara kebangkitan Imam Hussein as dengan sirah Rasulullah Saw, kami ajak anda untuk memperhatikan sabda Rasul, Ummatku akan selalu hidup dalam kebaikan, jika mereka saling menasehati untuk berbuat baik dan melarang berbuat buruk serta saling bekerja sama berdasarkan prinsip nilai-nilai agama dan kemanusiaan dan jika mereka tidak melakukan hal ini maka berkah besar Ilahi akan dicabut dari mereka dan mereka akan dikuasai oleh kelompok lain. Jika demikian maka mereka tidak akan memiliki penolong baik di bumi maupun langit.
Tak diragukan lagi jika umat Islam tidak mengindahkan petunjuk dan pencerahan Rasul ini, dan sejak meninggalnya Rasul mereka menentang penyelenggara Saqifah, serta mulut-mulut mereka mulai memprotes dan meletakkan Ali as di posisi Imam dan pemimpin Ilahi, maka sesuai dengan sabda Nabi, umat Islam akan hidup dalam kedamaian dan kemakmuran serta tidak akan terbuka bagi kelompok lain menguasai komunitas Islam. Dan yang lebih penting berkah Ilahi tidak akan terputus terhadap umat Islam.
Faktor kelalaian dan ketidakpedulian muslim di awal Islam dapat dicermati di sabda Rasul berikut ini, Sungguh, Tuhan sangat marah kepada manusia beriman yang tidak beragama. Para sahabat takjub dan bertanya, Wahai Rasul! Siapa orang beriman yang tidak beragama? Nabi menjawab: orang yang tidak melakukan amar makruf dan mencegah penyimpangan (nahi mungkar).
Bagaimana mungkin manusia yang beriman dan mengklaim beragama, namun pasif terhadap dekadensi sosial, politik, budaya, dan ekonomi serta mereka memilih bungkam.
Ali as berkata, orang yang tidak menolak kesesatan dan kerusakan melalui tangan, mulut dan hatinya serta tidak menunjukkan respon apapun, ia seperti mayat berjalan di tengah orang yang hidup.
Sementara itu, Rasulullah Saw bersabda, Ada dua kelompok di umatku jika mereka baik maka umatku juga akan baik. Dan jika mereka fasid dan rusak maka umatku juga akan rusak. Rasul ditanya siapa dua kelompok tersebut. Rasul menjawab, ulama dan pemimpin.
Sabda nabi ini dengan jelas mengungkapkan peran lebih besar para pemimpin agama dalam mengelola masyarakat dari pada penguasa. Karena para pemimpin agama (ulama) melalui pencerahan dan bimbingannya dapat mencegah berkuasanya penguasa zalim dan anti agama.
Terkait hal ini, al-Quran juga mengisyaratkan pemimpin agama sejumlah kaum yang membantu terbukanya sejumlah penyimpangan dan kesesatan di tengah masyarakat karena kebungkamannya. Al-quran mencela orang alim dan pemimpin agama seperti ini dan menyatakan, “Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al Maidah : 63)
Imam Hussein as seraya meneladani wahyu Ilahi saat berada di Mina dan dua tahun sebelum kematian Muawiyah serta di tengah-tengah 200 sahabat Rasul dan 500 tabiin menyampaikan khutbah yang panjang.
Saat itu, Imam Hussein mengkritik keras pada sahabat dan tabiin serta bersandar pada ayat yang telah kami nukil, beliau berkata, Mengapa kalian tidak mengambil pelajaran dari firman Tuhan? Mengapa kalian bungkam dan tidak protes seperti ulama Yahudi dan Kristen dihadapan penyimpangan dan bid’ah yang terjadi dan bertentangan dengan sirah serta metode Rasulullah karena takut atas nyawa kalian?
Kemudian Imam Hussein melanjutkan, Kalian mengenal halal dan haram, kalian mendapat posisi tinggi dan dihormati di tengah masyarakat berkat kemurahan Allah Swt, lantas mengapa kalian diam dan tidak melawan penguasa zalim (Bani Umawiyah)? Apakah kalian mengira akan duduk bersama Rasul di surga dengan sikap dan kinerja buruk kalian ini? Betapa angan-angan palsu...
Tak diragukan lagi tanggung jawab amar makruf yakni menyuruh ke perbuatan baik dan nilai-nilai serta nahi munkar berada di pundak seluruh anggota masyarakat. Yakni mereka dengan mengikuti teladan pemimpin dan ulama berkomitmen dan sadar serta bangkit melawan penguasa yang tidak layak serta menyuarakan protes dan jika mereka memilih bungkam serta tidak peduli, maka mereka nantinya akan bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Mereka akan seperti ulama yang memilih kompromi, layak untuk dicela.
Sama seperti firman Tuhan terkait Bani Israel, Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (al-Maidah: 78-79)
Akhirnya solusi untuk setiap pemerintah khususnya komunitas Islam untuk bebas dari penyimpangan dan kesesatan ideologi dan praktis adalah menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan Islami serta melawan kerusakan moral, sosial, politik, budaya dan ekonomi.
Allah Swt di Surah at-Taubah ayat 71 berfirman yang artinya, Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Oleh karena itu, Imam Hussein as berkata ketika amar makruf dan nahi munkar dijalankan, semua hal yang diperintahkan Tuhan untuk dilakukan akan terpenuhi. Karena amar makruf dan nahi munkar adalah seruan untuk menghidupkan Islam di seluruh dimensi dan peluang untuk menghancurkan segala bentuk kezaliman, melawan orang zalim, rampasan perang serta pendapatan umum dibagi secara adil, zakat dan sedekah dikumpulkan serta dialokasikan untuk keperluan yang tepat.
Ketika utusan Imam Hussein, yakni Muslim bin Aqil dihadapkan pada pengkhianatan warga Kufah dan dijatuh ke dalam cengkeraman Ibnu Ziyad, serta Ubaidillah berusaha mencitrakan kebangkitan Hussein sebagai kerusakan dan merugikan kepentingan umat Islam, Muslim dengan keberaniannya menjelaskan esensi kebangkitan Imam Hussein. Ia berkata, justru kalian yang menampilkan perbuatan buruk dan tak terpuji serta menghancurkan perbuatan baik dan memaksakan hegemoni kalian terhadap warga (melalui ancaman dan kerakusan) serta membentuk pemerintahan kalian berbeda dengan perintah dan hukum Tuhan dan merebut kekuasaan. Karena kalian berperilaku layaknya kaisar terhadap rakyat, maka kami datang mengajak rakyat untuk menegakkan nilai dan kebaikan di tengah mereka dan mencegah kemungkaran. Kami menyeru mereka menjalankan ajaran Tuhan dan sunnah Rasul seperti yang disabdakan Nabi: Kamilah yang pantas melakukan hal ini.
Kesimpulannya adalah membela hal baik dan melawan kemunkaran yang selaras dengan fitrah suci dan tauhid seluruh manusia adalah salah satu rahasia keabadian spirit Husseini yang dapat menjadi inspirasi umat manusia dan pecinta keutamaan dan kehormatan manusia.