Ritual dan kegiatan ibadah memilii kedudukan yang tinggi di semua agama samawi dan atas dasar ini, tempat ibadah juga memiliki posisi istimewa di tengah para pemeluk agama.
Dalam Islam, masjid adalah Baitullah dan pusat untuk kegiatan ibadah kaum Muslim. Ia adalah tempat untuk pertemuan dan membangun keintiman dengan Allah Swt. Surat at-Taubah ayat 108 menyebutkan, "… Di dalamnya masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih."
Salah satu dari adab memasuki masjid adalah membersihkan diri dan bersuci. Banyak riwayat mencatat orang-orang yang berwudhu di rumahnya dan kemudian pergi ke masjid, mereka dianggap tamu Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda, "Apakah kalian ingin aku tunjukkan sesuatu yang akan membuat dosa-dosa kalian terampuni dan kebaikan kalian bertambah? Iya wahai Rasulullah. Beliau lalu bersabda, 'Barang siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci dan duduk di masjid menunggu shalat, para malaikat akan mendoakannya dan mereka berkata, 'Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia.'"
Mensucikan anggota badan merupakan fase awal menuju kesucian jiwa dan tazkiyah. Seorang Muslim harus dalam keadaan bersih dalam upaya untuk mensucikan jiwanya. Salah satu adab lain memasuki masjid adalah memakai pakaian yang indah. Dalam surat al-A'raf ayat 31, Allah Swt berfirman, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." Sebagai bentuk adab bertamu, seseorang harus berpenampilan rapi dan memakai pakaian yang indah.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, Imam Hasan al-Mujtaba as memakai pakaian yang paling bagus setiap kali ingin menunaikan shalat. Para sahabat bertanya, "Wahai putra Rasulullah! Mengapa engkau mengenakan pakaian terbaikmu dalam shalat?" Beliau menjawab, "Allah adalah indah dan mencintai keindahan. Dia memerintahkan untuk mengenakan pakaian yang paling indah setiap kali memasuki masjid, dan aku pun memperindah diriku untuk Tuhanku dan untuk itu, aku memakai pakaianku yang paling bagus."
Dalam riwayat lain, Imam Ali as berkata, "Memakai pakaian yang suci dan bersih akan menghilangkan kesuntukan dan kesedihan, dan juga lebih pantas untuk mengerjakan shalat." Jadi, dampak penting dari kesucian dan kebersihan adalah menghapus kesedihan dari manusia.
Rasulullah Saw dan Ahlul Bait as senantiasa menggunakan wewangian khususnya ketika memimpin shalat berjamaah dan memasuki masjid. Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Shalat dengan memakai wewangian akan mendapat keutamaan 70 kali lebih besar dari shalat tanpa pewangi." Imam Shadiq juga menukil dari Rasulullah Saw yang bersabda, "Aroma harum akan memperkuat hati."
Memperindah diri tidak hanya terbatas pada penampilan fisik, namun keindahan tampilan fisik merupakan mukaddimah untuk mempercantik batin dan meraih keutamaan-keutamaan jiwa seperti, menjadi pribadi yang ikhlas, khusyuk, rendah diri dan selalu mengingat Allah Swt. Dalam riwayat disebutkan, Allah Swt berfirman kepada Isa bin Maryam as, "Katakanlah kepada Bani Israil agar tidak memasuki rumah-rumahku kecuali dengan hati yang suci, pandangan yang tunduk, dan tangan yang bersih." (al-Khisal, jilid 1)
Dapat kita katakan bahwa hiasan yang sesungguhnya menurut riwayat tersebut ada dalam tiga perkara; pertama, hati harus suci dari segala noda dan dosa. Kedua, pandangan harus dihiasi dengan ketundukan di hadapan Allah Swt dan meninggalkan segala bentuk pengkhianatan. Dan ketiga, tangan juga bersih dari barang haram dan meragukan.
Pada segmen ini, kami akan kembali memperkenalkan bagian terpenting lainnya yang terdapat di Masjidil Haram, sebagai tempat yang paling mulia bagi umat Islam. Hijir Ismail adalah sebuah lokasi yang masih termasuk bagian dari Ka'bah dan berbentuk setengah lingkaran. Ia merupakan salah satu tempat yang mustajab untuk berdoa. Menurut sejumlah riwayat, Hijir Ismail merupakan tempat tinggal Ismail dan ibunya, Siti Hajar semasa hidup mereka dan kemudian menjadi lokasi pemakaman mereka berdua.
Jika seseorang ingin shalat di dalam Ka'bah, cukup shalat di dalam Hijir Ismail ini. Seperti yang diriwayatkan dari Siti Aisyah, "Aku pernah minta kepada Rasulullah agar diberi izin masuk ke Ka'bah untuk shalat di dalamnya. Lalu, beliau membawa aku ke Hijir Ismail dan bersabda, 'Shalatlah di sini kalau ingin shalat di dalam Ka'bah karena Hijir Ismail ini termasuk bagian Ka'bah."" Hadis ini menjadi dasar bagi para ulama bahwa tidak sah thawaf seseorang jika ia mengitari Ka'bah dengan memasuki pintu antara Hijir Ismail dan Ka'bah.
Bagian terpenting lainnya di Masjidil Haram adalah bangunan Ka'bah. Kiblat kaum Muslim ini dibangun dengan batu hitam dan keras. Batu-batu dinding Ka'bah memiliki ukuran yang berbeda sejak pembangunan kembali pada tahun 1040 Hijriyah. Ukuran terbesar memiliki panjang, lebar dan tinggi masing-masing 190, 50 dan 28 sentimeter, sementara ukuran terkecil dengan panjang dan lebar masing-masing 50 dan 40 sentimeter.
Menurut catatan sejarah, Nabi Ismail as adalah orang pertama yang memasang kiswah untuk menutupi Ka'bah agar dinding-dindingnya tidak tergores. Dalam beberapa abad terakhir, kain hitam dengan kaligrafi bersulam emas dan perak dipakai untuk menutup Ka'bah. Kiswah Ka'bah diganti setiap tahun pada bulan Dzulhijjah ketika para jamaah haji berwukuf di Arafah.
Zamzam (berarti banyak atau melimpah-ruah) merupakan sumur mata air yang terletak di kawasan Masjidil Haram, sebelah tenggara Ka'bah. Pada suatu hari, Nabi Ibrahim as membawa Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi ke suatu tempat yang saat ini bernama Makkah, di samping Baitullah. Saat itu, tempat tersebut adalah padang pasir yang sangat tandus, kering, dan tidak ada seorang pun di tempat tersebut. Siti Hajar dengan sabar berdiam di padang pasir yang tandus tempat Ibrahim meninggalkan mereka.
Siti Hajar kehabisan air dan makanan. Ismail yang ketika itu masih menyusu tak henti menangis karena air susu ibunya telah kering. Menurut riwayat, mata air tersebut ditemukan pertama kali oleh Siti Hajar setelah berlari-lari bolak-balik antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Atas petunjuk Malaikat Jibril, Siti Hajar menaruh Ismail ke tanah, di tempat yang kini dikenal dengan sumur Zamzam. Mata air kemudian keluar dari hentakan kaki Ismail di tanah.
Sumur Zamzam.
Setelah Siti Hajar memenuhi kebutuhannya terhadap air tersebut, mata air itu tidak berhenti mengalir. Air yang keluar bahkan makin lama makin melimpah. Siti Hajar kemudian berkata, "Zamzam (Berkumpullah!)," hingga akhirnya air yang berkumpul itu disebut Zamzam. Sejak itu berdatanganlah kabilah untuk menetap di samping mata air tersebut. Di antara kabilah yang pertama kali menetap di Makkah adalah Jurhum, kabilah yang berasal dari Yaman.
Pada awalnya, sumur Zamzam hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar, namun secara perlahan sumur-sumur lain mulai bermunculan di sekitar Zamzam. Kehadiran para peziarah Baitullah telah menuntut upaya lebih untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Sebelum Islam, salah satu posisi penting di Makkah adalah komite penyedia air untuk peziarah. Ketika Islam datang, Abbas bin Abdul Muthalib memikul tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan air para jamaah haji. Ia kemudian membangun sebuah depot air Zamzam di dalam Masjidil Haram.
Depot air itu kemudian dipindahkan ke lokasi lain karena ada perluasan Masjidil Haram. Pada tahun 1955 sebuah pompa air dipasang di sumur Zamzam. Seiring dengan bertambahnya jumlah jamaah, pemugaran besar-besaran dilakukan di Masjidil Haram dan instalasi sumur Zamzam dipindahkan ke lantai bawah tanah untuk kenyamanan thawaf. Posisi saat ini sumur Zamzam terletak di kedalaman sekitar lima meter dari lantai Masjidil Haram.
Ada banyak riwayat yang berbicara tentang keutamaan dan khasiat air Zamzam. Rasulullah Saw bersabda, "Zamzam adalah sumur terbaik di antara sumur-sumur yang pernah ada di dunia ini." Beliau sendiri sering meminum air Zamzam dan juga menggunaan air itu untuk berwudhu dan bekal perjalanan. Sudah menjadi tradisi bahwa masyarakat Muslim setelah melaksanakan haji atau umrah, mereka akan membawa pulang air Zamzam untuk mendapatkan berkah.