
کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 106-108
Ayat ke 106
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa". (5: 106)
Dalam aturan Islam, bila seseorang meninggal dunia, maka ia mewariskan dua pertiga dari harta kekayaannya. Hal ini sesuai dengan hukum warisan bahwa yang menerima adalah suami atau isteri, anak dan kedua orang tua. Sementara sepertiganya lagi disisihkan sesuai dengan wasiat yang meninggal. Tapi bila terjadi setelah seseorang meninggal dunia dan ahli warisnya menuntut seluruh harta warisan itu, dalam kondisi ini Islam berpesan agar sebelumnya ia menentukan seorang yang menerima wasiat dengan disaksikan oleh dua orang yang adil. Dengan demikian, diharapkan setelah meninggal tidak terjadi perselisihan soal pembagian warisa di antara ahli waris.
Dalam ayat ini juga dijelaskan lebih jauh tentang masalah wasiat. Bila terjadi dalam perjalanan dan tidak ditemukan seorang mukmin yang akan menerima wasiat, maka hendaknya dipilih dari dua orang adil yang ikut dalam perjalanan untuk mencatat wasiat itu. Dengan demikian, keduanya menjadi wakil dan saksi serta tidak akan menyembunyikan sesuatu. Hukum wasiat ini telah dijelaskan secara detil dalam fiqih, dan bagaimana harus melaksanakan wasiat tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk melindungi hak ahli waris serta orang yang mendapat wasiat, maka harus dilakukan dengan kehati-hatian, dan salah satu caranya dengan mengambil dua saksi yang adil untuk melakukan wasiat.
1. Cinta dunia dan keluarga sangat berpotensi besar menyelewengkan manusia dari melindungi hak orang lain. Cinta dunia dan keluarga dapat membuat manusia melupakan Allah.
Ayat ke 107
Artinya:
Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) membuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah: "Sesungguhnya persaksian kami labih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang yang menganiaya diri sendiri". (5: 107)
Pada ayat sebelumnya telah disebutkan agar bersikap teliti dalam urusan wasiat dengan keberadaan dua orang saksi yang adil. Ayat ini menjelaskan, apabila telah jelas kedua orang saksi tersebut melakukan pengkhianatan dan menyembunyikan persaksiannya, bahkan mereka berani bersumpah bohong, maka dua orang saksi lainnya yang merupakan orang-orang dekat dengan si mayit harus didatangkan, sehingga persaksian orang-orang ini sepenuhnya dapat mengantisipasi kebohongan dua saksi diatas. Dengan demikian melalui sumpah mereka dapat menyadarkan mengenai harta dan wasiat mayit, dimana persaksian mereka akan lebih mendekatkan pada yang hak, sedang mereka tidak bermaksud melampaui hak yang ada. Dalam hal ini persaksian dua orang saksi ini dapat dibenarkan, sedang persaksian orang-orang sebelumnya menjadi tertolak.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengenai pernyataan dan sumpah orang lain, selama tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang ada, maka harus diterima dan dilaksanakan, tidak perlu lagi diadakan penyelidikan.
2. Sumpah palsu atau bohong juga merupakan sejenis pelanggaran dan terhadap hak-hak manusia, sekalipun yang disaksikan itu dalam perkara harta atau kekayaan.
Ayat ke 108
Artinya:
Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi) mengemukakan persaksiannya menurut apa yang sebenarnya, dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah. Dan bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah (perintah-Nya). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (5: 108)
Setelah dua ayat sebelumnya menjelaskan bagaimana mengambil saksi terhadap wasiat, ayat ini menjelaskan, semua ketelitian dan pesan-pesan ini dimaksudkan untuk persaksian atau sumpah, agar hal tersebut menjadi benar dan hak orang lain tidak dihilangkan. Pada akhir ayat ini menjelaskan, penerimaan perintah-perintah ini serta pelaksanaannya sesuai dengan manfaat kalian. Dan yang paling mendasar dan penting ialah takwa kepada Allah termasuk pesan dan perintah dari Allah yang harus dijaga.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Upacara sumpah yang biasanya dilakukan dalam kondisi tertentu, bertujuan menjaga dan melestarikan hak-hak seseorang yang terhormat.
2. Kekhawatiran akan praktik curang atau suap merupakan suatu unsur dosa yang dapat dicegah. Penting untuk mencamkan masalah ini.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 103-105
Ayat ke 103
Artinya:
Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. (5: 103)
Dalam sejarah Arab disebutkan bahwa orang-orang musyrik diharamkan memakan daging sebagian hewan dan mereka menisbatkan hukum ini dari Allah Swt. Dewasa ini juga di sebagian negara seperti India, tindakan-tindakan semacam ini mengenai sapi dapat kita saksikan, dimana orang-orang Hindu menganggapnya sebagai hewan atau binatang suci. Karena itu segala bentuk penyiksaan terhadap binatang ini hukumnya haram, bahkan ditetapkan mengkonsumsi daging sebagian binatang tidak dibenarkan dalam semua agama ilahi. Namun penetapan halal dan haram bukan di tangan manusia, sehingga manusia tidak bisa dengan seenaknya menentukan suatu hukum.
Manusia, binatang dan seluruh benda yang ada adalah makhluk Allah, karena itu Dia-lah semata-mata yang menentukan hukum tersebut. Pada dasarnya segala bentuk pemanfaatan terhadap fasilitas yang ada di alam, baik benda padat, tumbuh-tumbuhan ataupun binatang adalah dibolehkan dan halal, kecuali pengharaman tersebut telah ditetapkan melalui hukum-hukum agama ilahi. Terkadang sebagian penyelewengan juga terjadi dalam hukum-hukum agama, dimana para pemuka dan ilmuwan setiap aliran agama acuh tak acuh dan menyelewengkan pengamalan hukum-hukum agama ilahi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penetapan hukum dan undang-undang sosial terhitung bidah bila bertentangan dengan hukum dan perintah Allah. Kafir bukan semata-mata mengingkari keberadaan Allah, tapi pencetus bidah juga terhitung kafir.
2. Menelantarkan binatang tidakboleh, karena itu betapa tercelanya menelantarkan manusia.
Ayat ke 104
Artinya:
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? (5: 104)
Sebagai kelanjutan ayat sebelumnya, ayat ini mengatakan, setiap kali dikatakan kepada kaum Musyrikin yang merupakan golongan pelaku bidah, agar mereka tidak melakukan penyelewengan dan kembali kepada Allah dan Nabi Muhammad Saw, mereka berusaha menjustifikasi perbuatannya. Menurut mereka, nenek moyang kami juga melakukan hal ini! Karena itu kami juga melakukan hal yang sama!
Al-Quran al-Karim saat menjawab memberikan nasihat sebaliknya dan menyatakan, apakah benar perilaku kalian mengikut segala tradisi yang dilakukan orang-orang terdahulu? Karena betapa banyak perbuatan mereka yang tidak sesuai dan tidak rasional.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berlakulah sesuai dengan perintah Allah, dan jangan mengikuti secara membabi-buta tradisi nenek moyang.
2. Kita bukan bagian dari kubu tradisionalisme dan bukan juga dari modernisme, tapi senantiasa bersandar pada ilmu pengetahuan dan petunjuk wahyu.
Ayat ke 105
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (5: 105)
Bila ayat-ayat sebelumnya, menyeru orang-orang Musyrik agar menjauhkan diri dari perilaku mengikuti nenek moyang, maka ayat ini ditujukan kepada orang-orang Mukmin. Ayat ini mengatakan, bukankan tugas kalian hanya membimbing orang-orang yang tersesat lalu melakukan amar makruf dan nahi mungkar? Bila bimbingan kalian tidak memberikan hasil, maka tidak perlua membuat kalian berputus asa. Setidaknya, kalian telah melakukan tugas untuk menjaga agama. Sebagai balasannya, Allah Swt akan menjaga kalian dari perbuatan jahat mereka dan membalas pahala kalian di Hari Kiamat. Selain itu seorang Mukmin harus mawas diri agar dapat menghindari pengaruh jahat. Karenanya, pesan utama ayat ini agar orang Mukmin lebih bersabar dan menguatkan iman dan spiritual.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas utama dan pertama orang Mukmin adalah mengontrol diri dan hawa nafsu.
2. Dosa yang dilakukan orang lain jangan dijadikan untuk kita ikut melakukan dosa. Artinya, bila masyarakat rusak, kita harus tetap menjaga diri.
3. Setiap orang hanya bertanggung pada perbuatannya di Hari Kiamat dan tidak ada yang menanggung dosa orang lain.
4. Keyakinan akan adanya pengadilan di Hari Kiamat membuat setiap orang berpikir untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 98-102
Ayat ke 98-99
Artinya:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5: 98)
Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan. (5: 99)
Sebagian orang menyangka tugas-tugas Nabi Muhammad Saw tidak hanya menjelaskan urusan haji atau ibadah lainnya. Mereka menganggap Nabi Saw juga berhak menentukan seseorang mendapat pahala atau diganjar siksa. Dua Dua ayat di atas menjelaskan dugaan mereka dan mengatakan; Pertama, para nabi merupakan utusan Allah Swt yang diperintahkan untuk menyampaikan ajaran-Nya dan beliau tidak berhak untuk menambah atau mengurangi ajaran itu.
Kedua, siksa ataupun pahala hanya ditangan Allah Swt, sedang par nabi dalam hal ini tidak berperan sedikitpun. Bila segala kewajiban telah ditetapkan oleh Allah Swt, maka Dia akan memberikan pahala dan balasan, begitu juga pelanggaran akan mendapat siksaan. Karena itulah kewajiban-kewajiban dan sangsi-sangsi dari sisi Allah dan Rasul-Nya hanya memerankan penyampai saja. Selain itu, para nabi tidak berhak memaksa umat manusia untuk menerima ajaran yang dibawanya dan mengimaninya. Karena itu, bimbingan dan arahan para nabi hendaknya diterima dan diamalkan. Penerimaan dan pengamalan ini merupakan dasar iman dan perkara yang berhubungan dengan hati. Oleh sebab itu hanya Allah yang maha mengetahui gerangan siapa yang dalam hatinya beriman dan siapa yang dalam hatinya kafir dan kotor. Sekalipun ia telah menyembunyikannya dan secara zahir dan menyatakan beriman.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang mukmin senantiasa hidup antara ketakutan dan harapan. Takut atas siksaan dan harapan akan rahmat dan ampunan Allah Swt
2. Tugas para nabi hanya menyampaikan agama dan bukan memaksa umat manusia untuk menerimanya.
3. Tidak ada bedanya bagi Allah apakah kita merahasiakan sesuatu atau tidak. Karena Allah Swt Maha Mengetahui.
Ayat ke 100
Artinya:
Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan". (5: 100)
Ada satu hal yang dapat melemahkan akidah seorang mukmin. Hal itu dapat terjadi ketika mengetahui betapa banyaknya jumlah orang Kafir dan sedikitnya orang Mukmin. Ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw dan mengatakan, tolok ukur kebenaran bukan dari banyak dan mayoritas. Apabila mayoritas sebuah masyarakat bertentangan dengan jalan yang ditempuh agama dan para nabi, maka keyakinan dan akidah itu tidak akan menggeser kebenaran. Karena kebenaran adalah sesuatu yang datang dari sisi Allah dan akal sehat manusia. Dengan demikian kebenaran pasti dapat diketahui karena memiliki tolok ukur.
Di bagian terakhir dari ayat ini Allah mengarahkan pembicaraan kepada kalangan cerdik pandai dan mengatakan, apabila kalian ingin memperoleh kebahagiaan, maka kalian harus memandang segala sesuatunya dari sisi-Nya. Dia lah yang memberikan penjelasan mengenai kebenaran dan kebatilan. Karena bagaimanapun juga tidak sama kebusukan dan keindahan, kesucian dan kekotoran serta kebaikan dan keburukan. Apakah dapat diterima perbuatan-perbuatan jelek yang dikarenakan banyaknya pengikut, lalu dapat dihilangkan kemudian diganti menjadi indah dan suci?
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mayoritas bukan tolok ukur kebenaran dan kebaikan. Oleh karenanya harus bersama jamaah dan mayoritas bukan logika al-Quran.
2. Setiap manusia memiliki akal, tapi kebanyakan tidak berlaku sesuai dengan akal sehatnya. Kebanyakan mereka lebih memilih untuk berperilaku sesuai dengan mayoritas, bukan dengan akalnya.
3. Bukan hanya kebahagiaan dan kejujuran yang bertumpu pada akal, tapi iman dan takwa juga demikian, sehingga manusia mengenal dan memilih kebenaran berdasarkan tolok ukur Ilahi.
Ayat ke 101-102
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (5: 101)
Sesungguhnya telah ada segolongsn manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada Nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya. (5: 102)
Sekalipun bertanya adalah kunci ilmu pengetahuan, tapi tidak semua pertanyaan bermanfaat. Karena terkadang sebuah pertanyaan justru menjadi sumber munculnya problema masyarakat. Sebagai contoh, bila dalam kondisi perang, kemudian kita bertanya seberapa banyak simpanan gandum kita, maka pertanyaan ini akan menimbulkan kekhawatiran apakah stok makanan yang ada mencukupi atau tidak. Kekhwatiran ini dengan sendirinya menyebabkan produksi roti yang ada semakin sulit ditemui, karena telah dibeli oleh masyarakat yang khawatir akan kekurangan bahan makanan. Dalam urusan agama juga demikian. Nabi Muhammad Saw telah menjelaskan kepada orang-orang yang beriman tentang sebagian pertanyaan yang hanya menimbulkan perasan was-was. Tidak hanya itu, ada banyak juga jawaban yang akan menimbulkan persoalan dalam masyarakat.
Selain itu terkadang pengulangan pertanyaan tersebut, bertujuan memperoleh jalan keluar untuk melarikan diri dari kewajiban dan bukan untuk melaksanakan kewajiban. Kasusnya dalam kisan Nabi Musa as ketika Bani Israil yang telah diwajibkan menyembelih seekor sapi, tapi mereka merasa berat untuk melaksanakan kewajiban teresebut. Untuk lari dari kewajiban itu, mereka menanyakan tentang ciri-ciri lain dari sapi tersebut yaitu warna, bentuk dan usia. Tapi ketika Nabi Musa aw telah menjelaskan kepada mereka, mereka baru tahu betapa sulitnya menemukan seekor sapi dengan ciri-ciri tersebut.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad Saw berbicara kepada masyarakat mengenai haji. Ketika itu ada yang bertanya, apakah haji diwajibkan setiap tahun atau hanya sekali dalam sepanjang umur? Nabi Saw tidak menjawab, tapi orang itu terus mengulangi pertanyaannya. Setelah itu Rasulullah Saw mengatakan, apa tujuan dari sikapmu yang begitu mendesak mengenai masalah ini. Tenanglah, bila haji diwajibkan setiap tahun, maka aku sendiri yang akan mengatakannya.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pengetahuan terhadap sesuatu, tidak mengharuskan kewajiban untuk melakukannya.
2. Kita diperintahkan untuk melaksanakan pengetahuan yang berguna, dan meninggalkan pengetahuan yang hanya memicu masalah bagi masyarakat.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 95-97
Ayat ke 95
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. (5: 95)
Ayat-ayat sebelumnya telah menjelaskan mengenai manasik haji. Kepada jamaah haji diperintahkan untuk tidak memburu binatang selama dalam kondisi berihram. Ayat ini kembali menekankanperintah Allah tersebut bahwa mereka yang dengan sengaja tetap berburu binatang berarti tidak menghormatai tanah haram (yang dihormati). Oleh karenanya, mereka dikenakan denda atau kaffarah akibat perbuatan yang dilakukannya. Mereka harus membayar seekor korban seperti binatang yang diburunya itu. Ditekankan juga hal itu harus dilakukan didekat Rumah Allah (Kabah), sehingga orang-orang fakir miskin dapat memperoleh pembagian daging korban itu. Bila ia tidak mampu melakukannya, ia diperbolehkkan menggantikannya dengan memberi maka sedikitnya 60 orang miskin. Tapi bila hal itu juga tidak dapat dilakukannya, maka ia harus melakukan puasa selama 60 hari. Tiga bentuk denda ini harus dilakukannya sebagai balasan atas perbuatannya melanggar perintah Allah.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Saat berihram, jamaah haji harus melindungi manusia dan juga binatang.
2. Pelanggaran yang lebih berat bila dilakukan secara terang-terangan dan dendanya juga lebih besar.
3. Dalam aturan Islam, denda berupa uang diperuntukkan kepada orang miskin, sementara aturan manusia, denda dibayarkan kepada pemerintah.
Ayat ke 96
Artinya:
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan. (5: 96)
Setelah ayat sebelumnya mengharamkan berburu binatang ketika dalam kondisi berihram, ayat ini mengatakan, Allah Swt menghalalkan buat kalian untuk berburu binatang-binatang laut, bahkan mengkonsumsi daging binatang tersebut. Hal ini menunjukkan larangan sebelumnya tidak ingin menutup jalan bagi manusia untuk memanfaatkan hewan laut, karena masih banyak makanan lain yang dihalalkan oleh Allah. Pada dasarnya perintah Allah Swt itu merupakan ujian untuk mengetahui kadar takwa dan ketaatan seseorang. Dengan demikian dapat diketahui kadar kepatuhan terhadap perintah Allah atau manusia itu ingin mengikuti hawa nafsu. Itulah mengapa Allah Swt menutup satu jalan, tapi membuka jalan-jalan yang lain.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hasil-hasil laut diperuntukkan bagi semua orang.
2. Berburu hewan dibolehkan dengan catatan untuk dikonsumsi, bukan hanya untuk bersenang-senang.
3. Di Hari Kiamat, semua makhluk hadir di pengadilan Allah dan pelanggaran manusia merupakan dosa dan tidak patut dilakukan.
Ayat ke 97
Artinya:
Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (5: 97)
Setelah menjelaskan sebagian hukum manasik haji pada ayat-ayat sebelumnya, ayat ini menyinggung pentingnya Kabah sebagai rumah Allah. Allah Swt mengenalkan rumah ini sebagai pusat keamanan, ibadah dan persatuan, dimana perkara ini menjadi unsur yang dapat menguatkan masyarakat. Kabah adalah sebuah rumah yang senantiasa dapat menjaga kemuliaan dan kehormatan, khususnya pada hari-hari haji pada bulan-bulan haram. Karena itu segala bentuk peperangan dan pertumpahan darah di tempat ini adalah haram dan terlarang. Tidak saja tempat ini dan waktunya menjadi mulia, bahkan sampai pada binatang-binatang kurban yang diwajibkan pada waktu hajijuga menjadi mulia. Karena pelaksanaan manasik haji dan ziarah ke rumah Allah tergantung pada hal itu.
Berkumpulnya jutaan manusia muslim disisi rumah Allah, pada bulan-bulan haram merupakan sebuah bentuk kemuliaan dan keistimewaan, dimana di dalamnya tidak ada pertentangan, perdebatan dan pertengkaran merupakan suatu keistimewaan-keistimewaan Islam. Karena itu bila kita perhatikan dengan seksama acara-acara atau amalan seperti permintaan maaf ketika hendak berangkat, silaturahmi, membayar zakat dan khumus, dan berlepas tangan dari orang-orang Kafir dan Musyrik, maka dapat dipahami bahwa ibadah haji menunjukkan betapa Allah Swt mengetahui segala sesuatu. Bila ilmu Allah Swt terbatas, maka tentu saja tidak akan ada perintah yang begitu kompleks, tapi sempurna seperti ini.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ibadah haji sumber keteguhan dan keamanan.
2. Mengatur urusan membutuhkan pertemuan, persatuan, penghormatan dan kehormatan Bait al-Haram.
3. Siapa yang berhak menetapkan undang-undang, harus mengetahui segala sesuatu.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 92-94
Ayat ke 92
Artinya:
Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (5: 92)
Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan perintah Allah agar manusia menjauhkan dirinya dari judi dan minuman keras. Sebagai kelanjutannya, ayat ini mengatakan, taatilah perintah Allah. Karena ketaatan kepada-Nya memberikan manfaat bagi diri kita. Selain itu kita harus takut kepada-Nya atas akibat perbuatan kita. Ayat ini menyebutkan kita jangan menyangka bawa mengabaikan hukum Allah berarti kita telah memukul telak Allah dan Rasul-Nya. Karena pertama, Rasulullah Saw hanya penyampai risalah Allah. Sementara melakukan perintah Allah tidak memberikan manfaat kepada-Nya dan dengan meninggalkannya tidak akan mendatangkan kekuaran pada Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas para nabi adalah menyampaikan risalah dengan tidak memaksa manusia menerima dan mengikutinya. Tugas mereka adalah memahamkan manusia dan setiap orang bebas memilih jalan hidupnya.
2. Taat kepada Allah harus terlihat pada ketaatan kepada nabi-Nya. Oleh karenanya, al-Quran memerintahkan kita untuk mengikuti perintah nabi.
Ayat ke 93
Artinya:
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (5: 93)
Kendatipun dalam riwayat disebutkan bahwa setelah turunnya ayat-ayat yang mengharamkan minuman keras, sebagian orang yang pernah meminum minuman keras masih bertanya-tanya. Ayat ini diturunkan sebagai jawaban atas mereka dan menjelaskan bahwa mereka yang sebelum turunnya ayat ini telah meminum minuman keras tersebut, tidak mendapat hukuman, tapi dengan syarat setelah ini mereka tidak lagi menyentuh minuman terkutuk itu. Mereka senantiasa harus bertakwa dan sebagai ganti dari berjudi dan minuman keras, mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan baik dan terpuji, sehingga mereka tercatat di jalan ini. Dalam ayat ini kata takwa dan iman disebutkan ulang sebanyak tiga kali yang menunjukkan betapa pentingnya peranan dua kata ini dalam berbagai bidang kehidupan. Meresapnya iman di dalam hati serta menjaga takwa dalam tingkah laku akan menjamin kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berbuat baik kepada orang lain merupakan tahap tertinggi iman dan menjadi penyebab dicintainya orang tersebut disisi Allah Swt.
2. Iman dengan sendirinya tidak cukup, tapi harus diiringi dengan amal.
3. Iman sesaat bukan hal yang baik. Karena kelanjutan iman di sepanjang kehidupan manusia yang akan mengantarkannya kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
Ayat ke 94
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih. (5: 94)
Ayat ini dan ayat-ayat sesudahnya berhubungan dengan hukum-hukum haji dan orang-orang yang akan masuk Mekah untuk melaksanakan manasik haji. Pada musim haji, seorang jamaah haji tidak berhak memburu binatang dalam keadaan berihram, dan yang sangat mengherankan ialah pada saat-saat musim haji tersebut sering sekali binatang buruan itu datang mendekat pada jamaah haji, sehingga mereka dengan mudah dapat menangkap binatang-binatang tersebut. Namun itu ujian Allah Swt untuk mengetahui dengan jelas, siapa diantara kalian yang menerima dan menjunjung tinggi perintah Allah dan siapa diantara kalian yang tunduk kepada perintah hawa nafsu.
Dalam al-Quran al-Karim dapat dibaca mengenai banyak contoh akan ujian Allah Swt dan yang terpenting adalah peristiwa Nabi Adam as dan Hawa di surga. Dalam peristiwa itu sangat disayangkan mereka tidak berhasil menghadapi ujian tersebut, yaitu dengan memakan buah sebuah pohon terlarang. Sudah barang tentu Allah Swt dengan ilmu gaib-Nya telah mengetahui amal perbuatan kita, adapun ujian-ujian Allah tidak saja untuk mengetahui amal perbuatan kita, tetapi untuk menyiapkan lahan agar manusia dapat mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. Tujuan ujian ilahi agar manusia dapat mengenal dirinya sendiri.
Karena itu, balasan pahala atau siksa sesuai dengan amal perbuatan manusia, dan bukan tindakan Allah Swt. Oleh sebab itu, seseorang yang melakukan perbuatan baik dengan sendirinya ia berhak mendapat pahala dari Allah Swt. Banyak orang mukmin yang mengaku telah menaati perintah Allah, tapi bila perbuatan itu belum dikonfirmasikan dengan ujian Allah, maka belum bisa dipastikan kebenarannya. Bila Allah memberikan perintah yang menentang keinginan seseorang dan orang itu menerimanya, maka dapat diketahui bahwa orang itu tunduk dan menyerahkan dirinya kepada Allah Swt. Ketundukan yang dilakukan bukan karena hawa nafsu, tapi benar-benar karena Allah Swt.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ujian merupakan salah satu dari sunnatullah yang berlaku pada setiap manusia, khususnya orang-orang Mukmin yang mengaku beriman kepada Allah.
2. Standar takwa dan iman adalah takut yang muncul dari batin, bukannya sikap lahiriah saja.
3. Dalam ibadah haji, Allah mengharamkan banyak perbuatan yang di luar itu halal bagi manusia. Hal itu dilakukan demi membina semangat ketundukan kepada Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 89-91
Ayat ke 89
Artinya:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (5: 89)
Pada ayat-ayat sebelum ini telah dijelaskan mengenai sekelompok umat Islam yang mendengarkan penjelasan Nabi Muhammad Saw tentang Hari Kiamat. Ketika mendengar penjelasan itu, mereka memutuskan untuk tidak tidur dan makan serta menjauhkan istri mereka. Mendapat kabar tentang perbuatan mereka yang berlebihan, Nabi Muhammad Saw mengingatkan mereka bahwa Islam bukan agama pertapa. Mendengar itu mereka lantas bertanya kepada Nabi Saw, lalu bagaimana dengan sumpah yang terlanjur mereka sampaikan? Ayat ini diturunkan sebagai jawaban atas pertanyaan mereka itu. Ayat ini mengatakan, karena sumpah kalian berkaitan dengan perkara yang tidak pantas, maka sumpah itu tidak sah. Artinya, kalian tidak perlu mengeluarkan denda atas sumpah yang seperti itu.
Tapi pada saat yang sama al-Quran mengingatkan mereka untuk tidak melakukan sumpah tanpa tujuan yang logis. Karena jika sumpah ini kalian lakukan dan ternyata kalian tidak mampu melaksanakannya, maka selain telah melakukan perbuatan haram, kalian juga harus membayar denda (kaffarah). Salah satu keistimewan Islam ketika menjatuhkan hukuman kepada seseorang yang melanggar ajaran agama dengan memberi makan atau sedekah kepada orang miskin. Hal itu harus dilakukan bila ia sendiri tidam mampu melakukan puasa. Di sini, bila seseorang tidak bisa melaksanakan sumpahnya, maka ia diwajibkan memberi makan dan pakaian kepada orang-orang yang tidak mampu, atau membebaskan budak.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus memaafkan kesalahan orang lain dengan mengikuti sikap Allah ketika mengampuni kesalahan manusia saat bersumpah.
2. Dalam menjatuhkan hukumanpun, Islam masih memikirkan upaya pengentasan kemiskinan.
3. Hukuman yang bersifat uang harus disesuaikan dengan kondisi keuangannya, sedang seseorang bebas memilih jenis hukuman yang ada.
4. Untuk mensucikan nama Allah Swt hendaknya menjaga sumpah kita, atau tidak melakukan sumpah apapun. Atau melaksanakan apa yang menjadi sumpah kita, jika tidak maka kita diwajibkan membayar kaffarah.
Ayat ke 90
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (5: 90)
Islam muncul di lingkungan yang subur dengan fenomena penyembahan berhala, perjudian dan mabuk-mabukan. Al-Quran menyebut lingkungan ini sebagai Jahiliah Pertama. Dewasa ini, perjudian, minuman keras menjadi hal jamak terjadi di dunia, bahkan penyembahan berhala pun tumbuh dengan subur dalam bentuknya yang lain. Islam menyebut syarat keimanan adalah menjauhkan diri dari simbol-simbol setan. Setiap perbuatan yang menyebabkan timbulnya sikap tidak wajar dicela dalam Islam, seperti minum minuman keras, berjudi dan mencari uang dengan tanpa berusaha dengan menggunakan tenaga dan fikiran. Karena itu hal tersebut sangat dilarang dalam Islam.
Orang Arab yang sangat gemar melantunkan syair dan meminum minuman keras menjadi sangat sulit menerima pengharaman minuman keras secara sekaligus. Karena itu, hukum Islam menurunkan hukum pengharaman minuman keras dilakukan secara bertahap hingga empat tahap. Dalam ayat ini, seorang peminum minuman keras disebutkan posisinya masih di bawah penyembah patung.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Filsafat dilarangnya minuman keras karena dampaknya yang merusak akal dan jiwa manusia.
2. Syarat iman ialah menjauhkan diri dari pekerjaan-pekerjaan setan. Ibadah semata-mata tidaklah cukup, namun perlu mengontrol atas perut dan syahwat.
3. Seluruh ajaran Islam bertujuan untuk menyampaikan manusia kepada kemuliaan dan kejujuran, sekalipun untuk melaksanakan sebagian dari hal tersebut sulit bagi kita.
Ayat ke 91
Artinya:
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (5: 91)
Pada ayat sebelumnya Allah Swt menyebutkan berjudi dan meminum minuman keras merupakan perbuatan setan. Ayat ini mengatakan, setan melalui dua perbuatan ini, dapat menciptakan hubungan kalian dengan anggota masyarakat lainnya menjadi pincang dan mengobarkan kedengkian dan permusuhan dalam masyarakat. Sementara itu, minuman keras membuat hubungan kalian terputus dengan Allah yang pada gilirannya membuat shalat dan zikir kepada-Nya lenyap dari ingatan kalian! Adapun minuman keras, ia dapat menimbulkan berbagai penyakit baik fisik maupun jiwa. Namun al-Quran al-Karim justru menjelaskan filsafat pelarangan tehadap dua hal tersebut; bahaya sosial dan bahaya spiritual
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap unsur yang dapat menciptakan kedengkian dan permusuhan di tengah-tengah masyarakat adalah setan, sekalipun kadang-kadang dalam bentuk manusia.
2. Shalat merupakan ibadah terbaik untuk mengingat Allah. Segala sesuatu yang bisa menyebabkan kita lupa mengingat Allah Swt adalah perkara yang tidak patut dan harus dijauhi, sekalipun hal itu merupakan pekerjaan biasa seperti berdagang atau menuntut ilmu.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 84-88
Ayat ke 84-86
Artinya:
Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?". (5: 84)
Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya). (5: 85)
Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. (5: 86)
Telah disebutkan sebelumnya bagaimana sekelompok orang Kristen meneteskan air mata ketika mendengarkan ayat-ayat al-Quran. Hanya dengan mendengar ayat-ayat al-Quran mereka justru menemukan kebenaran. Tiga ayat ini mengatakan, mereka sedemikian komitmen dengan al-Quran sampai-sampai mereka mengatakan kepada dirinya sendiri, "Kenapa kami tidak beriman kepada kalimat hak, firman Allah yang diturunkan kami? Apakah kami tidak berharap bahwa bisa masuk ke dalam surga bersama orang-orang yang saleh?
Allah Swt dalam ayat-ayat ini juga menyebutkan pahala dari pernyataan dan pengakuan semacam ini yaitu masuk kedalam surga Aden yang abadi. Surga Aden tempat yang dikhususkan bagi orang-orang suci dan saleh. Dalam lanjutan dari ayat-ayat ini dikatakan, ada sekelompok orang yang tidak siap menerima hakikat ini, lalu mengingkarinya, maka tempatnya adalah di neraka.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketika seseorang mengetahui kebenaran, maka tidak ada alasan untuk menolaknya.
2. Iman dan keyakinan akan wujudnya Allah Swt tidak terpisah dari iman kepada wahyu. Oleh karenanya, tidak ada artinya percaya adanya Allah, tapi tidak percaya Dia memberikan hidayah kepada manusia.
3. Bertanya pada diri sendiri merupakan satu jalan untuk mengetahui hakikat menuju kepada kesempurnaan.
Ayat ke 87
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (5: 87)
Sejarah menulis bahwa suatu hari Rasulullah Saw berbicara kepada masyarakat mengenai apa yang terjadi pada Hari Kiamat. Mendengar itu, sebagian dari mereka mengalami perubahan drastis dan hanya menangis. Sebagian lagi memutuskan hanya akan memakan makanan yang baik. Ada yang mengharamkan ketenangan dan kesejahteraan bagi dirinya. Mereka memutuskan untuk melaksanakan ibadah saja sepanjang malam dan siangnya melakukan puasa. Sebagian dari mereka berusaha untuk menjauhi dari isteinya dan tidak bergaul dengannya.
Ketika Nabi Muhammad Saw mendengar berita tentang perilaku sebagian sahabatnya, beliau lalu mengumpulkan kaum Muslimin dan berkata, "Agama kita adalah Islam, bukan agama yang memerintahkan umatnya mengucilkan diri dan bertapa. Aku adalah Nabi utusan Allah dan aku tidak pernah meninggalkan rumah dan rumah tangga. Aku senantiasa makan bersama keluarga dan bergaul dengan istri-istriku. Ketahuilah bahwa barangsiapa yang menentang cara-caraku ini mereka bukan Muslim. Ayat ini menyinggung keseimbangan dalam kehidupan dan mengatakan, tidak boleh melakukan perkara yang telah diharamkan oleh Allah Swt, dan jangan juga mengharamkan perbuatan yang dihalalkan oleh Allah Swt kepada kalian.
Orang Mukmin adalah orang yang menerima firman Allah dan selalu menjaga dan mengamalkan batasan dari undang-undang Allah dengan tepat. Dalam artian, orang Mukmin melakukan perintah Allah tidak berlebihan dan tidak kurang. Barangsiapa yang mengharamkan terhadap dirinya atas hal-hal yang dihalalkan, maka ia telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang Allah. Sedang mencegah terhadap hal-hal tersebut dengan semangat iman termasuk tidak bijaksana dan tidak benar.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Banyak kenikmatan yang dihalalkan oleh Allah Swt kepada orang-orang Mukmin, maka menjauhinya berarti tidak peduli dengan anugeran Allah.
2. Undang-undag Islam sesuai dengan fitrah manusia. Meninggalkan kebaikan yang dianugerahkan Allah berarti tidak konsisten dengan fitrah manusia.
3. Berbuat lebih dan kurang dalam masalah ini dilarang oleh agama. Melarang yang halal dan melakukan yang haram bukan di tangan manusia, tapi di tangan Allah.
4. Meskipun kita tidak dibolehkan menjauhkan diri dari hal-hal yang dihalalkan, namun kita juga tidak boleh memanfaatkan hal-hal yang halal tersebut dengan berfoya-foya, sehingga mengakibatkan perbuatan berlebih-lebihan.
Ayat ke 88
Artinya:
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (5: 88)
Setelah ayat sebelumnya melarang masyarakat Islam meninggalkan kenikmatan dunia yang halal, ayat ini justru memerintahkan penggunaan nikmat-nikmat yang halal dan bersih. Ayat ini mengatakan, janganlah kalian menyangka bahwa memanfaatkan dunia adalah perkara yang tidak baik dan tercela, tetapi justru semua nikmat-nikmat duniawi merupakan rizki yang diciptakan oleh Allah Swt untuk kalian semua. Karena itu kalian diwajibkan untuk memanfaatkan fasilitas-fasilias ini, tetapi masalah yang penting adalah menjaga takwa dan keadilan dalam memanfaatkan anugerah ini. Karena hal ini juga merupakan tujuan mengenai bagaimana memanfaatkannya! Oleh sebab itu, di dalam ayat-ayat lainnya Allah Swt berpesan, makan dan minumlah, tapi berlebih-lebihan. Di dalam ayat yang lainnya pun dikatakan, makan dan berbuat yang baik! Begitu juga, maka dan berilah makan orang lain.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemanfaatan terhadap fasilitas duniawi, tidak hanya tidak bertentangan dengan Iman, tetapi justru merupakan kelaziman iman.
2. Takwa bukan membiarkan dunia, tetapi memanfaatkan yang benar akan dunia untuk tujuan Akhirat.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 81-83
Ayat ke 81
Artinya:
Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik. (5: 81)
Pada ayat sebelumnya (80), Allah Swt berfirman kepada Nabi Muhammad Saw bahwa sebagian besar orang Yahudi bersahabat dengan orang-orang Kafir, yang mengakibatkan kemurkaan Allah kepada mereka. Dalam konteks ini, ayat ini mengatakan, persahabatan orang-orang Yahudi dengan orang-orang Kafir, sekaligus menerima kepemimpinan mereka menunjukkan orang-orang Yahudi itu pada dasarnya tidak beriman kepada Allah, nabi dan kitab samawi. Karena tidak mungkin bisa bercampur antara iman kepada Allah Swt dengan menerima persahabatan dan kepemimpinan orang-orang Kafir.
Ayat ini pada dasarnya merupakan kritikan terhadap orang-orang Yahudi dan mengatakan, mereka bukan saja tidak beriman kepada Nabi Muhammad Saw, kitab samawi dan al-Quran, namun mereka juga tidak beriman dengan sebenarnya terhadap kitab suci mereka sendiri yaitu Taurat. Bahkan amal perbuatan mereka bertentangan dengan kitab sucinya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jalan untuk membebaskan diri dari dominasi orang-orang Kafir, serta memperoleh kebebasan yang sebenarnya ialah iman kepada Allah Swt dan kitab samawi.
2. Menerima dominasi dan berdamai dengan orang-orang Kafir merupakan pertanda tidak beragama dan fasik.
Ayat ke 82
Artinya:
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri. (5: 82)
Berdasarkan berbagai riwayat sejarah, pada tahun ke 5 pengangkatan Nabi Muhammad Saw, sekelompok kaum Muslimin melakukan hijrah dari Mekah ke Habasyah untuk menyelamatkan akidah dan jiwa mereka dari siksaan kaum Musyrikin. Najasyi, Raja Habasyah saat itu adalah pemeluk Kristen yang taat. Karena itu raja menyambut kedatangan kaum Muslimin tersebut dengan hangat dan tidak bersedia menyerahkan mereka kepada wakil orang-orang Musyrik Mekah. Selain itu, ketika melihat Raja Najasyi menangis saat mendengarkan ayat-ayat suci al-Quran yang dibacakan oleh Jakfar bin Abi Thalib as, selaku ketua rombongan, para pendeta akhirnya ikut mendukung dan melindungi umat Islam.
Setelah Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Madinah dan orang-orang Yahudi kota ini yang pada awalnya berdamai dengan kaum Muslimin, mulai melakukan konspirasi anti Islam. Mereka mulai melanggar perdamaian dan bergandeng tangan dengan orang-orang Musyrik untuk memerangi umat Islam. Karena itulah, al-Quran al-Karim dalam ayat ini, dengan membandingkan dua sikap yang bertolak belakang, mengarahkan pembicaraan kepada Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin mengatakan, orang-orang Kristen telah menjalin hubungan yang lebih dekat dengan kalian. Hal itu bisa terjadi karena di kalangan mereka masih terdapat orang-orang yang alim dan abid. Mereka selalu tunduk dan tawadhu di hadapan Allah Swt. Berbeda dengan orang-orang Yahudi. Bukan saja mereka tidak membiarkan kalian, justru bekerjasama dengan orang-orang Musyrik melawan kalian.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Permusuhan Yahudi terhadap kaum Muslimin memiliki akar yang panjang. Bila dewasa ini orang-orang Israel menduduki Palestina dan mengusir penduduknya, maka mereka telah melakukannya di awal Islam. Waktu itu mereka berusaha mengusir kaum Muslimin dari Madinah, namun tidak berhasil.
2. Para ulama dan abid memegang peran kunci terhadap pembentukan sikap sosial sebuah kaum. Bila mereka baik, maka masyarakat juga akan baik. Sebaliknya, bila mereka rusak maka masyarakat akan ikut rusak.
3. Islam mengajarkan sikap tegas pada tempatnya. Islam mengajak umatnya bergaul dengan pemeluk agama lain dengan adil dan bijaksana. Karena itu Allah Swt dalam ayat ini memuji para pendeta Kristen dan abid.
Ayat ke 83
Artinya:
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad saw). (5: 83)
Pada ayat sebelumnya, telah diceritakan saat Jakfar bin Abi Thalib as membacakan ayat-ayat surat Maryam kepada orang-orang Kristen, mereka menangis histeris dan melampiaskan kerinduannya. Ketika kaum Muslimin dari Habasyah, maka sekelompok orang kristen berkunjung ke Mekah untuk bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Saat dibacakan ayat-ayat suratYasin, mereka langsung meneteskan air mata. Al-Quran dalam ayat-ayat ini memuji jiwa menerima dan hati yang bersih kelompok Kristen ini. Karena setiap kali mereka mendengar ayat-ayat suci ini, jiwa mereka tergoncang dan hal ini merupakan modal positif untuk menerima ajaran-ajaran Qurani.
Air mata dalam urusan ini punya nilai dan arti. Karena tetesan air mata itu diiringi oleh makrifat dan keyakinan. Bila tidak didasari oleh dua faktor ini, maka al-Quran tidak mungkin memuji mereka. Ayat ini menjelaskan dengan gamblang betapa manusia yang cinta pada hakikat, apabila jiwa mereka suci, maka pasti manusia itu mengetahui kebenaran. Sama halnya seorang anak yang setelah bertahun-tahun jauh dari ibunya, pasti dia rindu dan meneteskan air mata.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kesempurnaan manusia berada dalam makrifat yang diiringi dengan kecintaan, pemahaman dan penerimaan.
2. Kesiapan hati manusia mampu mempercepat dirinya menemukan kebenaran. Sebagaimana orang-orang Kristen yang menemukan kebenaran dengan mendengar bacaan ayat-ayat al-Quran. Sementara betapa banyak umat Islam yang mengiringi Nabi Muhammad Saw, tapi mereka tidak mengenal kebenaran.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 76-80
Ayat ke 76
Artinya:
Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (5: 76)
Sebelumnya telah dibahas ayat-ayat yang berbicara mengenai keyakinan orang-orang Kristen yang menuhankan Nabi Isa as. Ayat ini dalam melanjutkan pembahasan tersebut dan mengatakan, bagaimana kalian menjadikan Isa al-Masih as sebagai sesembahan? Padahal beliau as tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat bagi kalian. Sewaktu seorang nabi tidak mampu tanpa seizin Allah berperan dalam menentukan kehidupan manusia, maka kewajiban semua manusia terhadapnya benar-benar jelas dan gamblang. Yaitu, ia tidak mungkin dianggap sebagai Tuhan yang disembah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kesesatan ajaran syirik akan dapat diketahui dengan jelas dengan sedikit merenung menggunakan akal sehat dan fitrah. Karena itu, Allah Swt menghadapkan manusia pada pertanyaan, apakah hal-hal yang tidak memiliki peran apa pun dalam kehidupan kalian, pantas kalian jadikan sebagai sesembahan?
2. Sesembahan selain Allah bahkan tidak mampu mendengar dan mengetahui kebutuhan-kebutuhan manusia, apalagi memenuhinya.
Ayat ke 77
Artinya:
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". (5: 77)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah dijelaskan juga mengenai sikap berlebihan Ahli Kitab berkenaan dengan para nabi mereka. Ayat ini sekali lagi menegur sikap keterlaluan mereka dalam agama dan mengatakan, penjelasan mengenai kesempurnaan para nabi, tidak boleh menyebabkan kalian terkena sifat berlebihan, sehingga mendudukkan mereka di tempat yang tidak semestinya.
Sejarah manusia penuh dengan sikap berlebihan atau kurang. Sebagian orang merendahkan para nabi lebih rendah daripada manusia biasa dan menyebut mereka sebagai gila, tak berakal dan sebagainya. Sementara kelompok lain, mendudukkan para nabi lebih tinggi daripada tingkat manusia dan mendudukkan mereka sejajar dengan Tuhan. Padahal para nabi adalah orang-orang seperti manusia lainnya, yang disebabkan kesucian dan kemuliaan, mereka mempunyai kelayakan untuk menerima wahyu Ilahi.
Lanjutan ayat ini menjelaskan bahwa sikap keterlaluan Yahudi dan Kristen ini mirip dengan keyakinan orang-orang Musyrik sebelum mereka yang meyakini adanya sifat-sifat Rububiyyah pada benda-benda materi dan alami. Mereka juga menilai semua itu memiliki peran di dalam urusan kehidupan alam raya ini.
Dari ayat di atas dapat kita peroleh pelajaran bahwa agama berdiri di atas dasar keadilan dan sifat seimbang. Segala bentuk sikap keterlaluan baik berlebihan atau kurang dalam memandang tokoh-tokoh agama, tidak sejalan dan dasar-dasar agama.
Ayat ke 78-79
Artinya:
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (5: 78)
Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (5: 79)
Meskipun para nabi merupakan penyebab turunnya rahmat dan petunjuk Allah Swt itu, akan tetapi mereka bukanlah orang-orang yang rasialis dan nasionalis, sehingga tidak mempedulikan kejahatan kaumnya sendiri. Mereka tidak diam melihat kejahatan kaumnya itu yang berarti setuju bahkan mendukungnya.
Dalam riwayat-riwayat sejarah disebutkan, sewaktu Bani Israil tidak mengabaikan ketetapan Allah Swt mengenai libur hari Sabtu, maka mereka terkena kutukan dan cacian Nabi Dawud as. Begitu juga sewaktu para pembesar mereka meminta kepada Nabi Isa as agar diturunkan hidangan dari langit dan Isa as mengangkat tangannya untuk memanjatkan doa, sehingga turunlah hidangan dari langit. Akan tetapi sebagian dari mereka tidak mengakui kebenaran mukjizat Ilahi ini, maka Nabi Isa as pun mengutuk mereka. Lanjutan ayat tersebut menyinggung sebuah poin penting mengenai hubungan kemasyarakatan dan mengatakan, bukan hanya orang-orang jahat yang berbuat dosa, akan tetapi orang-orang yang baik pun turut berdosa dengan bersikap bungkam dan tidak berbuat apa-apa untuk mencegah kejahatan para penjahat itu. Sikap diam mereka inilah yang membuat para penjahat itu merasa mendapat peluang untuk berbuat dosa.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1.Para nabi selain merupakan manifestasi kasih sayang, kadang-kadang juga menunjukkan sikap benci, marah dan tidak menolerir orang-orang yang melanggar batas-batas hukum Allah.
2. Melanggar dan merusak hukum merupakan watak Bani Israil sepanjang sejarah.
3. Mereka yang memberikan peluang kepada para pendosa dengan sikap diam dan senyuman juga terhitung berbuat dosa dan mendapat murka Allah.
4. Nahi mungkar atau pencegahan kemungkaran merupakan tugas sosial setiap orang mukmin.
Ayat ke 80
Artinya:
Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. (5: 80)
Ayat ini dalam kelanjutan pembahasan sejarah Bani Israil, berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, "Bani Israil tidak pernah mencintai Muslimin apakah itu sebelum atau sesudah kedatangan Islam. Kebencian itu justru mendekatkan mereka ke jalan kekufuran. Sikap mereka ini menjadi penyebab murka Allah Swt."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menerima kepemimpinan orang-orang Kafir, dalam bentuk apa pun merupakan penyebab kemurkaan Allah Swt.
2. Hari Kiamat merupakan hari untuk panen hasil perbuatan manusia di dunia. Neraka Jahanam adalah api yang dinyalakan sendiri oleh manusia.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Maidah Ayat 72-75
Ayat ke 72
Artinya:
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (5: 72)
Sebelumnya sudah disebutkan bahwa al-Quran telah menyinggung adanya penyelewengan pemikiran dan ajaran di kalangan kaum Yahudi, al-Quran mengingatkan masa lalu mereka sebagai peringatan agar mereka membuang sikap keras kepala dan bersedia menerima kebenaran. Ayat ini dan ayat-ayat berikutnya berbicara kepada orang-orang Kristen mengatakan, kenapa Nabi Isa as yang merupakan nabi utusan Allah kalian sejajarkan dengan Tuhan? Selain itu, mengapa kalian meyakininya memiliki sifat-sifat ketuhanan? Apakah Nabi Isa sendiri mengaku yang demikian itu? Atau apakah kalian bermaksud meninggikan agama kalian di hadapan orang-orang Yahudi dengan mengetengahkan keyakinan semacam itu?!
Al-Quran menyinggung bahaya keyakinan semacam ini dan mengatakan, "Sikap keterlaluan kalian berkenaan dengan Nabi Isa as bukan hanya tidak akan menambah kemuliaan kalian. Bahkan hal itu merupakan sumber syirik dan keterjauhan dari tauhid. Dengan pengakuan semacam ini, kalian bukan hanya tidak akan mendekat kepada Tuhan, bahkan kalian akan semakin menjauh dari Nabi Isa as. Karena mendudukan beliau sebagai tuhan. Keterjauhan yang kalian peroleh di dunia ini, akan menyebabkan pula keterjauhan dari surga dan rahmat Ilahi.
Pada akhirnya di akhirat kelak kalian akan dimasukkan ke dalam neraka dan merasakan azab Allah. Suatu azab yang tak tertahankan oleh siapa pun dan tidak akan ada samasekali bantuan dan perolongan buat kalian. Yang mengherankan ialah, bahkan di dalam kitab-kitab Injil yang ada di zaman kita sekarang ini, tidak ada satu ayat pun yang mendakwakan pengakuan Nabi Isa as semacam itu. Bahkan di dalam Kitab Injil Markus bab 12 ayat 29 disebutkan, Tuhan kita adalah Tuhan Yang Esa.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sebagaimana kekurangan di dalam iman dan kerendahan amal perbuatan, tidak dapat diterima, demikian pula keterlaluan dan kelebihan batas dalam memandang para pemimpin agama tidak diperbolehkan. Sikap berlebihan adalah sejenis syirik dan kufur, sekalipun orang yang berlebihan itu mengaku beriman kepada Tuhan.
2. Tak seorang pun, bahkan Nabi Isa as yang mampu menyelamatkan orang-orang yang mendapatkan azab Allah Swt di neraka. Oleh sebab itu, tidak usahlah kalian berpikir tentang pengorbanan Nabi Isa dengan disalib, untuk menyelamatkan kalian.
Ayat ke 73-74
Artinya:
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (5: 73)
Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya?. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5: 74)
Dalam ayat yang lalu, telah dijelaskan keyakinan orang-orang Kristen mengenai Nabi Isa a yang mendudukkan beliau as di atas kedudukan manusia dan menyejajarkannya dengan Tuhan. Ayat ini menerangkan keyakinan mereka mengenai Allah pencipta jagat raya dan bahwa mereka mendudukkan Allah Swt ke tingkat yang lebih rendah, yaitu memasukkan-Nya sebagai salah satu dari tiga tuhan. Padahal Ketuhanan atau Uluhiyah, tidak terpisah dari "kemaha-penciptaan" atau Kholiqiyah. Apabila pencipta jagat raya ini satu, maka Zat yang disembah juga satu atau esa.
Seraya mengancam orang-orang yang bersikeras bertahan di dalam pikiran yang melenceng ini, lanjutan ayat ini mengatakan, "Barangsiapa tidak bersedia memperbaiki akidahnya, maka dia akan mendapatkan siksaan Allah yang pedih. Namun apabila dia bertaubat, dan kembali kepada Tuhan Yang Esa dengan penuh keyakinan, maka dia akan memperoleh rahmat Allah dan keselamatan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran bukannya menolak agama dan para nabi terdahulu, bahkan sebaliknya menerima dan membenarkan semua itu. Akan tetapi al-Quran menjelaskan penyimpangan-penyimpangan dari kitab-kitab dan ajaran para nabi terdahulu, seraya mengajak semuanya untuk kembali ke ajaranyang lurus.
2. Kufur bukan hanya ingkar terhadap Tuhan, tetapi keyakinan yang mengandung ajaran syirik atau menyekutukan Tuhan merupakan sejenis kufur.
3. Allah Swt mengampuni dosa-dosa masa lalu, juga dengan kelembutan dan kasih sayang-Nya Allah menjamin masa depan, tentu saja dengan syarat bertaubat dari dosa.
Ayat ke 75
Artinya:
Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu). (5: 75)
Setelah pada ayat-ayat sebelumnya telah diterangkan mengenai keyakinan orang-orang Kristen tentang Nabi Isa as dan Allah, maka di dalam ayat ini al-Quran menunjukkan 3 dalil bahwa Nabi Isa as bukan Tuhan. Pertama, dia dilahirkan dari seorang ibu. Sementara Allah Swt tidak dilahirkan dari siapa pun. Kedua, sebelum beliau juga diciptakan nabi seperti Nabi Adam as yang tidak melalui proses ayah dan Ibu, namun tak seorang pun yang menyebutnya sebagai Tuhan. Ketiga, kalaupun Nabi Isa as menjadi Tuhan setelah dilahirkan, mengapa Nabi Isa dan ibunya sebagaimana manusia-manusia lainnya, hingga akhir umurnya membutuhkan makanan dan lainnya sebagaimana lazimnya manusia biasa. Tuhan miskin dan lemah macam apakah yang kalian terima dan yakini ini?
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Adanya beberapa keistimewaan pada seseorang, bukan merupakan dalil ketuhanannya. Bahkan mukjizat para nabi bukan merupakan dalil ketuhanan mereka.
2. Jujur dalam berbicara dan jujur dalam tingkah laku, termasuk di antara kebaikan tertinggi manusia di sisi Allah Swt. Allah Swt memuliakan dan mengangkat derajat Sayidah Maryam as dengan sifat-sifat ini.
3. Sayidah Maryam dan putranya Isa as adalah manusia, meskipun mereka memiliki kesempurnaan yang sangat besar.