
کمالوندی
Iran Beri Penghargaan kepada Tokoh Sastra Malaysia
Kedutaan Republik Islam Iran di Kuala Lumpur memberikan apresiasi kepada Profesor dan sastrawan Malaysia, Samad Said yang aktif melakukan riset di bidang syair dan sastra klasik Iran.
Profesor Samad telah melakukan penelitian luas tentang sastra klasik Iran dan hal ini dianggap berperan efektif dalam memperkenalkan syair, sastra, roman dan tokoh sastra Malaysia dan Iran kepada kedua bangsa.
Ia dan sejumlah sastrawan Malaysia diundang ke Kedutaan Iran di Kuala Lumpur pada hari Jumat (18/1/2019) untuk menghadiri sebuah acara budaya. Ia juga diberi kesempatan untuk membacakan syair-syairnya di acara itu.
Dubes Iran untuk Malaysia, Marzieh Afkham memberi penghargaan atas dedikasi Profesor Samad dan menyebutnya sebagai sastrawan dan penyair inovatif Malaysia.
"Profesor Samad telah mengambil langkah-langkah besar dalam menghidupkan semangat spiritual Melayu dan berkontribusi dalam memperkuat titik kesamaan budaya antara Iran dan Malaysia," ujarnya.
Menurut Nyonya Afkham, hubungan spiritual penyair seperti Profesor Samad dengan para penyair dan ilmuwan Iran dapat menjadi modal bagi hubungan yang berkelanjutan antara bangsa Muslim Iran dan Malaysia di barat dan timur Dunia Islam.
"Dia sebagai tokoh sastra Malaysia selalu melakukan upaya yang layak untuk menghidupkan nilai-nilai orisinil Melayu-Islam melalui bait-bait syair modern," tambahnya.
Sementara itu, Profesor Samad menganggap sastra sebagai unsur utama budaya di setiap negara.
Dia juga menginginkan terlaksananya acara malam syair Iran di Malaysia dengan mendatangkan para penyair dan sastrawan dari Iran.
Bertekad Usir Israel, Rakyat Palestina Lanjutkan Pawai Kepulangan
Juru bicara Gerakan Hamas, Hazem Qassem mengatakan perlawanan rakyat Palestina termasuk pawai hak kepulangan adalah satu-satunya cara untuk mematahkan seluruh konspirasi musuh.
"Kehadiran luas masyarakat dalam pawai hak kepulangan pada Jumat ke-43 dan tekad mereka untuk mematahkan blokade adalah sebuah penegasan bahwa rakyat Palestina akan melanjutkan perlawanan ini sampai terwujudnya seluruh tujuan mereka," tegasnya dalam sebuah pernyataan di Jalur Gaza pada hari Jumat (18/1/2019) seperti dikutip Tasnimnews.
"Kehadiran luas masyarakat dalam aksi dengan slogan 'persatuan, jalan kemenangan dan pematahan konspirasi' menunjukkan bahwa dibutuhkan persatuan dan kerja kolektif untuk mewujudkan tujuan nasional Palestina dan melawan rezim penjajah Zionis di lapangan," ungkap Qassem.
Sementara itu, anggota dewan tinggi pawai hak kepulangan, Maher Mazhar mengatakan, kegiatan ini akan semakin menggelora dan rakyat Palestina dengan persatuan nasional akan mengusir penjajah dari tanah airnya.
Pawai hak kepulangan dimulai sejak 30 Maret 2018 di Jalur Gaza yang bertepatan dengan Hari Bumi dan masih terus digelar di setiap hari Jumat.
Sejauh ini, sedikitnya 255 orang Palestina gugur akibat ditembak oleh tentara Israel dan lebih dari 26 ribu lainnya terluka.
Abdollahian: Tak Segera Bebaskan Marzieh, AS Tahu Akibatnya
Asisten khusus Ketua Parlemen Iran untuk urusan internasional memperingatkan Amerika Serikat terkait dampak tidak segera dibebaskannya jurnalis PressTV, Marzieh Hashemi.
Asisten khusus Ketua Parlemen Iran, Hossein Amir Abdollahian, Kamis (17/1/2019) malam mengatakan, yang memulai permainan politik penangkapan atas Marzieh Hashemi adalah Amerika, tapi jika jurnalis PressTV ini tidak segera dibebaskan, maka akhir permainan tidak akan ditentukan oleh Amerika.
Marzieh Hashemi adalah jurnalis PressTV, Iran asal Amerika, ia dilahirkan di Colorado dengan nama Melanie Franklin. Sejak muda ia mulai mengenal Islam dan memutuskan memeluk agama ini dan di kemudian hari ia pindah ke Iran.
Marzieh baru-baru ini ditangkap kepolisian Amerika saat mengunjungi keluarganya di negara itu.
Wall Street Journal: Eropa tak Akan Gabung Koalisi Anti-Iran
Surat kabar Amerika Serikat, The Wall Street Journal menulis, negara-negara Eropa tidak akan bergabung dengan kampanye anti-Iran yang sedang diupayakan Washington.
Surat kabar Wall Street Journal (17/1/2019) melaporkan, upaya Amerika untuk melancarkan kampanye besar menekan Iran, mengalami kemunduran setelah beberapa menteri negara Eropa kemungkinan tidak akan menghadiri konferensi anti-Iran di Warsawa, Polandia.
Seorang pejabat Uni Eropa, Kamis (17/1/2019) di London mengatakan, kecil kemungkinan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini bisa menghadiri konferensi di Polandia, selain karena agendanya yang padat, ia juga dijadwalkan melakukan kunjungan lain di hari itu.
Menteri Luar Negeri Amerika, Mike Pompeo minggu lalu mengumumkan, konferensi tentang Iran dan Asia Barat akan diselenggarakan tanggal 13-14 Februari 2019 di kota Warsawa, Polandia.
ASEAN Tekankan Upaya untuk Akhiri Krisis Muslim Rohingya
Para menteri luar negeri ASEAN menekankan kelanjutan kerja sama regional untuk membantu mengatasi krisis pengungsi Rohingya di Myanmar.
Dalam pertemuan satu hari di kota Chiang Mai, Thailand pada hari Jumat (18/1/2019), para menlu ASEAN menyatakan mereka akan melanjutkan langkah-langkah diplomatik untuk mengatasi krisis dan pembunuhan Muslim Rohingya di Provinsi Rakhine, tetapi kemajuan upaya ini membutuhkan kerja sama dari pemerintah Myanmar.
Thailand saat ini memimpin ketua periodik ASEAN dan negara itu memiliki perbatasan langsung dengan Myanmar sehingga menyaksikan kehadiran ribuan pengungsi Rohingya di wilayahnya.
Pengungsi Rohingnya juga melarikan diri dari kekerasan militer Myanmar ke negara-negara lain termasuk Indonesia dan Malaysia.
Lembaga-lembaga internasional dan HAM dunia menyatakan kekhawatiran atas kekerasan pemerintah Myanmar terhadap warga Muslim Rohingya. Mereka meminta militer Myanmar mengakhiri kekerasan dan pembunuhan di daerah Rakhine.
Lebih dari 700.000 orang Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine sejak Agustus 2017 untuk menghindari kekerasan militer Myanmar dan ekstremis Budha.
Mereka mengalami kekerasan termasuk pembakaran, penyiksaan, pembunuhan, dan pemerkosaan saat melarikan diri ke perbatasan Bangladesh.
Akhirnya Pasukan Israel Menarik Diri dari Qubbat al-Sakhra
Pasukan rezim Zionis Israel akhirnya menarik diri dari kompleks Masjid al-Aqsa setelah mengepung Qubbat al-Sakhra dan melarang jemaah Palestina masuk ke dalamnya sejak Senin pagi, 14 Januari 2019.
Qubbat al-Sakhra (The Dome of The Rock) adalah sebuah bangunan dengan keindahan luar biasa, soliditas, keanggunan, dan singularitas bentuknya, baik di luar maupun di dalamnya.
Bentuk bangunan yang luar biasa itu sebagian besarnya ditutupi dengan lapisan emas sehingga mata orang yang memandang akan terpesona dengan keindahannya. Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa Qubbat al-Sakhra adalah bagian dari Masjid al-Aqsa.
The Dome of The Rock berada dalam satu kompleks Haram As-Sharif. Orang Yahudi biasa menyebutnya sebagai Temple Mount. Kubah Batu ini dibangun pada masa Dinasti Umayyah, antara tahun 691 dan 715 Masehi.
Qubbat al-Sakhra berbentuk oktagonal atau persegi delapan. Struktur bangunan mengambil tradisi arsitektur khas Bizantium pada abad ke-7. Tahapan pembangunan sekaligus menunjukkan gaya arsitektur yang berbeda untuk pembangunan masjid.
Kubah batu tersebut memiliki diameter sekitar 65 kaki atau 20 meter. Di bawah kubah, terdapat batu yang diyakini sebagai pijakan Nabi Muhammad Saw ketika perjalanan Isra Mikraj. Batu tersebut dilindungi oleh pagar dan terdapat tangga yang mengarah ke gua, yang terdapat di bawah permukaan batu. Gua tersebut dikenal dengan sebutan "The Well of Souls" atau Bir el-Arweh.
Di bagian interior dan eksterior dihiasi marmer, mosaik, dan plakat logam. Terdapat pula kaligrafi di sepanjang sisinya. Kemudian pada masa kepemimpinan Ottoman, The Dome of The Rock dipercantik. Kubahnya dilapisi emas serta langit-langit segi delapan juga ditutupi ukiran kayu Ottoman.
Bentuk kubah yang menawan menjadikan Qubbat al-Sakhra sebagai pelopor penggunaan kubah berbentuk setengah bola. Selain itu, Dome of The Rock menjadi salah satu bangunan dengan kubah terindah di dunia
Kondisi Fisik 23 Tahanan Palestina di Penjara Israel Mengenaskan
Pusat Studi Tahanan Palestina menyatakan, 23 tahanan Palestina di penjara rezim Zionis Israel menderita penyakit kanker dan para sipir penjara menolak memberi palayanan medis.
Menurut laporan Pusat Informasi Palestina, Riyadh al-Ashqar, Juru bicara Pusat Studi Tahanan Palestina menilai Israel bertanggung jawab atas kondisi kritis para tahanan Palestina.
"Kondisi fisik sejumlah tahanan Palestina yang menderita sakit tersebut sangat parah dan para pasien ini bergelut melawan maut," paparnya.
Ia memperingatkan ancaman terhadap para pasien ini dan meminta seluruh lembaga dan organisasi memperhatikan kondisi tahanan Palestina khususnya tawanan yang tengah menderita penyakit kanker di penjara Israel serta mempublikasikan penderitaan mereka kepada dunia.
Ashqar meminta lembaga dan organisasi internasional khususnya WHO dan Dokter Lintas Batas (MSF) membentuk tim khusus menyelidiki sebab peningkatan jumlah tawanan Palestina yang menderita kanker di penjara Israel dan berusaha membebaskan mereka.
Sekitar 7000 tawanan Palestina mendekam di 24 penjara dan tahanan Israel serta mendapat pelayanan kemanusiaan paling minim. (
Iran Termasuk Lima Negara Pemilik Teknologi Peluncur Satelit
Dirjen Pengembangan Teknologi Luar Angkasa di Lembaga Antariksa Iran mengatakan, di bidang peluncur satelit dengan ketinggian 500 km, kami sukses meraih kemampuan injeksi satelit dengan berat lebih dari 100 kg.
Menurut laporan IRIB, Mojtaba Saradeghi menambahkan, Iran di bidang peluncur satelit berhasil memproduksi satelit kecil (Small Satellite) dengan berat 500 kg.
"Setelah peluncuran satelit dengan target 500 km, telah diambil langkah penting terkait kepemilikan satelit sepenuhnya produksi dalam negeri dan dan selama 300 detik kami menerima data bagus dari satelit. Dan ini menunjukkan bahwa infrastruktur dibangun dengan baik oleh ilmuwan dan teknisi Universitas Amir Kabir Iran," papar Mojtaba Saradeghi.
Lebih lanjut Mojtaba Saradeghi menambahkan, "Kami tengah memproduksi satelt 150-200 kg dan Iran memiliki kemampuan memproduksi satelit dengan misi penginderaan jauh dan telekomunikasi."
Misi Kunjungan Menlu AS ke Timur Tengah
Kunjungan maraton Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo ke Timur Tengah dimulai sejak 8 Januari 2019 dan secara mendadak mengakhiri turnya pada 14 Januari setelah singgah di Oman.
Pompeo direncanakan akan mengunjungi Kuwait dari Oman, tetapi agenda ini dibatalkan karena ia harus menghadiri upacara pemakaman salah satu anggota keluarganya di AS.
Kunjungan Pompeo ke kawasan mengejar beberapa tujuan. Namun, ada dua tujuan penting yang ingin dicapai yaitu meyakinkan sekutu regional AS tentang kelanjutan dukungan dan meningkatkan kampanye anti-Iran dengan mencitrakan kebijakan dan pengaruh regional Tehran sebagai ancaman.
Menlu AS juga berusaha mengatasi perselisihan antara Qatar dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, tetapi upaya itu tampaknya tidak berhasil.
Setelah Gedung Putih mengumumkan penarikan pasukan AS dari Suriah, mereka ingin meyakinkan sekutu bahwa pemerintahan Trump berkomitmen dengan kebijakan saat ini di Timur Tengah. Pompeo menekankan bahwa kebijakan Washington di kawasan tidak berubah.
Dalam pandangan Pompeo, prinsip kebijakan AS di Timur Tengah yang mencakup melawan apa yang disebut ancaman Iran dan melindungi rezim Zionis Israel, tidak akan berubah dan Washington berkomitmen "menjaga stabilitas" Timur Tengah.
Penekanan ini mengindikasikan adanya kekhawatiran di tengah para sekutu Washington dan Pompoe berusaha meyakinkan mereka dengan janji-janji yang tidak realistis.
Mike Pompeo dan Pangeran Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammad bin Zayed Al Nahyan.
Tujuan lain dari tur Pompeo ke kawasan adalah berbicara tentang sanksi Iran dan melawan apa yang disebut Gedung Putih sebagai tindakan destabilisasi oleh Tehran.
Namun tujuan ini sangat sulit dicapai, terlebih salah satu sinyal penting penurunan pengaruh regional Iran – menurut Washington – adalah keluarnya Tehran dan pasukan sekutunya keluar dari Suriah.
Pemerintah AS menyadari sangat berat untuk mewujudkan tujuan tersebut dan sulit mencapai kesuksesan dalam melawan pengaruh Iran. Pompeo dalam wawancara dengan The Washington Free Beacon pada 12 Januari lalu, menyebut klaim Washington untuk mengusir seluruh pasukan Iran dari Suriah sebagai sebuah tujuan yang ambisius.
Pompeo mendorong terbentuknya NATO Arab dan membujuk para pemimpin Arab untuk mengeluarkan biaya dalam melawan Iran. Tetapi, perselisihan di antara negara-negara Arab akan menjadi penghalang terbesar untuk membentuk aliansi militer Arab.
Di samping itu, Pompeo mengajak para pejabat Arab untuk menghadiri konferensi anti-Iran di Polandia yang akan digelar pada 13 dan 14 Februari 2019. AS ingin membentuk koalisi global untuk menekan Republik Islam.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyebut pertemuan itu sebagai "sirkus anti-Iran yang putus asa."
Zarif via akun Twitter-nya menulis, "Pengingat untuk tuan rumah/para peserta konferensi anti-Iran; mereka yang menghadiri pertemuan terakhir AS untuk melawan Iran sudah mati, tercela, atau terpinggirkan. Dan Iran lebih kuat dari sebelumnya."
Meski pemerintahan Trump mengesankan peran dan pengaruh regional Iran sebagai sesuatu yang buruk, namun para sekutu AS di Eropa sekarang mengakui peran penting Tehran dalam menjaga stabilitas Timur Tengah.
Myanmar Larang Petinggi PBB Kunjungi Rakhine
Salah satu staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkonfirmasikan sikap pemerintah Myanmar yang memperlambat kunjungan delegasi PBB ke negara bagian Rakhine di barat negara ini.
Menurut laporan Reuters, Andrei Magajic, juru bicara UNHCR Selasa (15/1), Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) Filippo Grandi dijadwalkan akan mengunjungi Rakhine di barat Myanmar, namun petinggi negara ini menangguhkan lawatan Grandi.
Jubir UNHCR menyatakan alasan pemerintah Myanmar menangguhkan lawatan delegasi PBB ke Rakhine adalah kondisi krisis keamanan di negara bagian tersebut.
Sejak 25 Agustus 2017 selama serangan militer Myanmar dan ekstrimis Budha terhadap Muslim Myanmar di negara bagian Rakhine, lebih dari enam ribu orang tewas, delapan ribu lainnya terluka dan lebih dari satu juta orang mengungsi.