کمالوندی

کمالوندی

Sebuah survei baru mencatat bahwa serangan militer ke Suriah hanya didukung oleh seperempat warga Inggris.

Seperti dilansir surat kabar The Independent, survei BMG Research yang dirilis hari Ahad (15/4/2018) menunjukkan hanya seperempat warga Ingggris mendukung tindakan pemerintah dalam berkoalisi dengan AS untuk menyerang Suriah.

"Hanya 28 persen responden setuju dengan serangan rudal dan udara Inggris ke Suriah, sementara 36 persen menentangnya," kata BMG Research.


Sebanyak 26 responden tidak menentang atau mendukung dan 11 persen lainnya tidak memiliki pendapat.

Hasil survei ini menunjukkan bahwa Perdana Menteri Theresa May tidak mampu meyakinkan warganya terkait tindakan militer ke Suriah.

BMG Research melakukan jajak pendapat antara tanggal 10-13 April 2018. Sebanyak 1.562 responden berpartisipasi dalam survei ini.

Amerika bersama Inggris dan Perancis, menggempur kota Damaskus dan Homs, Suriah pada Sabtu dini hari. 

Presiden Rusia Vladimir Putin dalam sebuah pesan untuk KTT Liga Arab di kota Dammam, Saudi, menyerukan partisipasi negara-negara Arab regional dalam proses mencapai solusi politik di Suriah.

Seperti dilansir Farsnews, Ahad (15/4/2018), Putin dalam pesannya itu berharap agar Rusia dan negara-negara Liga Arab dapat bekerjasama dalam sebuah proses mencari solusi politik, program rekonstruksi, dan penyelesaian krisis di Irak dan Suriah.

Dia menyatakan kesiapan Rusia untuk bekerjasama dengan Liga Arab dalam upaya membantu Irak dan Suriah pilih dari perang yang berlarut-larut, dengan tetap menghormati kedaulatan negara-negara Arab.

"Sangat penting untuk terus memerangi terorisme di kawasan ini, tetapi juga penting menghormati kedaulatan dan integritas teritorial negara-negara Arab," tegas Putin.

Mengacu pada konflik antara Palestina dan rezim Zionis, Putin menuturkan bahwa mustahil menciptakan perdamaian abadi di Timur Tengah tanpa menemukan solusi mendasar untuk isu Palestina.

KTT Liga Arab ke-29 dimulai hari ini di Dammam di tengah perselisihan internal antara negara-negara Arab. Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir telah memutuskan hubungan mereka dengan Qatar.

Liga Arab juga masih menangguhkan keanggotaan Suriah di organisasi itu. 

Presiden Suriah mereaksi serangan militer Amerika Serikat, Inggris dan Perancis ke negaranya dan menegaskan bahwa Suriah tidak memiliki arsenal kimia.

Bashar al-Assad menekankan hal itu dalam pertemuan dengan beberapa anggota parlemen Rusia di Damaskus, ibukota Suriah seperti dilansir FNAmengutip jaringan televisi al-Mayadeen Lebanon, Minggu (15/4/2018).

 

Ia menilai serangan AS, Inggris dan Perancis ke Suriah sebagai langkah permusuhan.

 

"Serangan ini tidak menghasilkan apapun kecuali persatuan dan tekad rakyat Suriah dalam memerangi terorisme di Suriah dan menumpas mereka," ujarnya.

 

Berdasarkan laporan tersebut, seorang anggota parlemen Rusia mengutip Assad mengatakan, unit pertahanan udara Suriah menunjukkan efektifitasnya dalam menangkis serangan udara AS, Inggris dan Perancis, oleh karena itu, rakyat Suriah tidak lagi takut dengan serangan negara-negara Barat.

 

Militer AS, Inggris dan Perancis meluncurkan lebih dari 100 rudal ke posisi Suriah di sekitar kota Damakus pada Sabtu dini hari dan unit pertahanan udara Suriah berhasil menembak jatuh 71 rudal.

 

Serangan tersebut dilancarkan atas dasar klaim penggunaan senjata kimia oleh militer Suriah di kota Douma. Tuduhan tanpa bukti ini telah dibantah oleh pemerintah Damaskus.


 

Tudingan Barat dilontarkan ketika semua stok senjata kimia yang dimiliki Suriah telah dihancurkan setelah negara ini bergabung dengan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) pada tahun 2013, bahkan penghancuran senjata kimia Suriah juga dilakukan di bawah pengawasan negara-negara dan organisasi internasional termasuk AS dan PBB.

 

Klaim penggunaan senjata kimia juga dilontarkan ketika militer Suriah mencapai berbagai kemenangan dalam menumpas kelompok-kelompok teroris dukungan Barat.

Sekretaris Jenderal Forum Ahlul Bait Dunia, Ayatullah Mohammad Hassan Akhtari mengatakan, Iran dan Indonesia dapat menciptakan dasar-dasar bagi peradaban baru Islam.

Dia menyampaikan hal itu dalam sebuah Seminar The Standards of Modern Islamic Civilization, yang digelar oleh Universitas Mazhab Islam dan Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang di Tehran, Ahad 915/4/2018).

Mengacu pada kapasitas yang dimiliki oleh Iran dan Indonesia, Ayatullah Akhtari menambahkan, Pemimpin Besar Revolusi Islam telah mengibarkan bendera peradaban baru Islam dan menyerukan kaum Muslim untuk bergerak di jalan ini.

"Bangsa Indonesia dan Iran dapat memainkan peran mereka lebih dari yang lain di jalan ini," ujarnya.

Selasa, 10 April 2018 14:38

Kisah Salman al Farisi Mencari Kebenaran

Salman al-Farisi pada awal hidupnya adalah seorang bangsawan dari Persia yang menganut agama Majusi. Namun dia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Pergolakan batin itulah yang mendorongnya untuk mencari agama yang dapat menentramkan hatinya. 


Kisah Salman diceritakan langsung kepada seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad bernama Abdullah bin Abbas:

Salman dilahirkan dengan nama Persia, Rouzbeh, di kota Kazerun, Fars, Iran. Ayahnya adalah seorang Dihqan (kepala) desa. Dia adalah orang terkaya di sana dan memiliki rumah terbesar.

Ayahnya menyayangi dia, melebihi siapa pun. Seiring waktu berlalu, cintanya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut kehilangan Salman. Ayahnya pun menjaga dia di rumah, seperti penjara.

Ayah Salman memiliki sebuah kebun yang luas, yang menghasilkan pasokan hasil panen berlimpah. Suatu ketika ayahnya meminta dia mengerjakan sejumlah tugas di tanahnya. Tugas dari ayahnya itulah yang menjadi awal pencarian kebenaran.

"Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melewati orang-orang itu (di gereja) dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan."

"Ketika saya melihat mereka, saya menyukai salat mereka dan menjadi tertarik terhadapnya (yakni agama). Saya berkata (kepada diriku), 'Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami'".

Salman memiliki pemikiran yang terbuka, bebas dari taklid buta. "Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku."

Dan ketika pulang, ayahnya bertanya. Salman pun menceritakan bertemu dengan orang-orang Nasrani dan mengaku tertarik. Ayahnya terkejut dan berkata: "Anakku, tidak ada kebaikan dalam agama itu. Agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik."

"Tidak, agama itu lebih baik dari milik kita," tegas Salman.

Ayah Salman pun bersedih dan takut Salman akan meninggalkan agamanya. Jadi dia mengunci Salman di rumah dan merantai kakinya.

Salman tak kehabisan akan dan mengirimkan sebuah pesan kepada penganut Nasrani, meminta mereka mengabarkan jika ada kafilah pedagang yang pergi ke Suriah. Setelah informasi didapat, Salman pun membuka rantai dan kabur untuk bergabung dengan rombongan kafilah.

Ketika tiba di Suriah, dia meminta dikenalkan dengan seorang pendeta di gereja. Dia berkata: "Saya ingin menjadi seorang Nasrani dan memberikan diri saya untuk melayani, belajar dari anda, dan salat dengan anda."

Sang pendeta menyetujui dan Salman pun masuk ke dalam gereja. Namun tak lama kemudian, Salman menemukan kenyataan bahwa sang pendeta adalah seorang yang korup. Dia memerintahkan para jemaah untuk bersedekah, namun ternyata hasil sedekah itu ditimbunnya untuk memperkaya diri sendiri.

Ketika pendeta itu meninggal dunia dan umat Nasrani berkumpul untuk menguburkannya, Salman mengatakan bahwa pendeta itu korup dan menunjukkan bukti-bukti timbunan emas dan perak pada tujuh guci yang dikumpulkan dari sedekah para jemaah.

Setelah pendeta itu wafat, Salman pun pergi untuk mencari orang saleh lainnya, di Mosul, Nisibis, dan tempat lainnya.

Pendeta yang terakhir berkata kepadanya bahwa telah datang seorang nabi di tanah Arab, yang memiliki kejujuran, yang tidak memakan sedekah untuk dirinya sendiri.

Salman pun pergi ke Arab mengikuti para pedagang dari Bani Kalb, dengan memberikan uang yang dimilikinya. Para pedagang itu setuju untuk membawa Salman. Namun ketika mereka tiba di Wadi al-Qura (tempat antara Suriah dan Madinah), para pedagang itu mengingkari janji dan menjadikan Salman seorang seorang budak, lalu menjual dia kepada seorang Yahudi.

Singkat cerita, akhirnya Salman dapat sampai ke Yatsrib (Madinah) dan bertemu dengan rombongan yang baru hijrah dari Makkah. Salman dibebaskan dengan uang tebusan yang dikumpulkan oleh Rasulullah SAW dan selanjutnya mendapat bimbingan langsung dari beliau.

Betapa gembira hatinya, kenyataan yang diterimanya jauh melebihi apa yang dicita-citakannya, dari sekadar ingin bertemu dan berguru menjadi anugerah pengakuan sebagai muslimin di tengah-tengah kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang disatukan sebagai saudara.

Kisah kepahlawanan Salman yang terkenal adalah karena idenya membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam Perang Khandaq. Ketika itu Madinah akan diserang pasukan Quraisy yang mendapat dukungan dari suku-suku Arab lainnya yang berjumlah 10.000 personel. Pemimpin pasukan itu adalah Abu Sufyan. Ancaman juga datang dari dalam Madinah, di mana penganut Yahudi dari Bani Quradhzah akan mengacau dari dalam kota.

Rasulullah SAW pun meminta masukan dari sahabat-sahabatnya bagaimana strategi menghadapi mereka. Setelah bermusyawarah akhirnya saran Salman Al Farisi atau yang biasa dipanggil Abu Abdillah diterima. Strategi Salman memang belum pernah dikenal oleh bangsa Arab pada waktu itu. Namun atas ketajaman pertimbangan Rasulullah SAW, saran tersebut diterima.

Atas saran Salman itulah perang dengan jumlah pasukan yang tak seimbang dimenangkan kaum Muslimin.

Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, Salman dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga dia wafat.

Selasa, 10 April 2018 14:38

Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini

Najasyi, seorang ulama ahli rijal Syiah mengatakan, “Di masanya ia adalah Syaikh dan pembesar Syiah di kota Rei, dan dikenal sebagai ulama yang paling diandalkan dalam bidang hadis dengan kuatnya hafalannya dan paling teliti dalam mencatat. Karyanya yang paling utama adalah al-Kāfi yang disusunnya dalam jangka waktu 20 tahun.”

Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq al-Kulaini al-Razi (Bahasa Arab: ابوجعفر محمّد بن یعقوب بن اسحاق الکلینی الرازی) lebih dikenal dengan al-Kulaini al-Razi (w. 328 H) adalah penulis kitab hadis paling masyhur al-Kāfi dan termasuk sebagai ahli hadis paling kesohor di kalangan Syiah. Menurut pendapat sebagian ahli sejarah, ia hidup di antara kepemimpinan Imam Kesebelas Syiah Imam Hasan Askari As dan Imam Zaman Imam Mahdi Afs. Ia adalah salah seorang ahli hadis yang bertemu dengan para perawi hadis yang mendengar langsung tanpa perantara hadis dari Imam Hasan Askari As atau Imam Hadi As.

Al-Kulaini tumbuh di tengah-tengah keluarga yang sangat besar kecintaannya kepada ilmu dan Ahlulbait. Ayahnya, Ya’qub bin Ishaq menaruh perhatian besar terhadap pendidikan al-Kulaini termasuk mengajarkan langsung etika Islam kepadanya. Al-Kulaini mendapatkan bimbingan pendidikan agama dari sejumlah ulama besar diantaranya, Muhammad bin Yahya Asy’ari, Abdullah Ja’far al-Himyari, Ali bin Husain ibn Babawaih al-Qumi dan Muhammad bin Yahya ‘Aththar.

Kitab terpenting dari sejumlahnya karyanya adalah Al-Kāfi yang kemudian menjadi sumber rujukan paling muktabar di kalangan Syiah dan menjadi salah satu kitab termasyhur dari Kutub Arba’ah Syiah. Al-Kulaini dalam penukilan hadisnya memiliki ketelitian dan kehatian-hatian dalam menyeleksi ketsiqahan para perawi dan sebisa mungkin menuliskan sanad periwayatannya. Ibn Qulawaih, Muhammad bin Ali Jiluyeh al-Qumi, Ahmad bin Muhammad Zurari adalah di antara muridnya yang terkenal.

Waktu dan Tempat Kelahiran[sunting]

Meskipun tidak ada data yang valid mengenai waktu dan tempat kelahiran al-Kulaini, namun ahli sejarah menyepakati al-Kulaini lahir disebuah perkampungan bernama Kulain di kawasan Rei. Sementara mengenai waktu kelahirannya sebagian berpendapat ia lahir tidak lama sebelum atau setelah kelahiran Imam Mahdi Afs yaitu sekitar tahun 255 H dimasa terjadinya kegaiban sughra. Namun Syaikh Bahrul ‘Ulum berpendapat kemungkinan al-Kulaini lahir di masa-masa akhir kehidupan Imam Hasan Askari As. [1]

Ayatullah Khui meyakini, al-Kulaini lahir setelah kesyahidan Imam Askari As dan hidup dimasa Imam Mahdi Afs. [2]

Nama dan Lakab-lakabnya

Kitab-kitab Rijal dan setiap kitab Syarah dari karya-karyanya menyertakan catatan mengenai riwayat hidup al-Kulaini. Mereka menyebut al-Kulaini dengan sebutan bermacam-macam diantaranya Abu Ja’far, Muhammad bin Ya’qub, Ibnu Ishaq, Tsiqah al-Islam, al-Razi, Silsilah ataupun Baghdadi. [3] Ia adalah ulama Islam yang pertama mendapat gelar Tsiqah al-Islam dan menjadi gelar yang khusus diperuntukkan untuknya karena ketakwaannya, ilmu dan perannya yang besar dalam menyelesaikan banyak persoalan keagamaan termasuk fatwa-fatwa dan pendapatnya yang sampai sekarang sering dijadikan rujukan. [4]Ia juga mendapat lakab Silsilah karena ketika bermukim di Baghdad, ia tinggal di Darb al-Silsilah. [5]

Keluarga al-Kulaini

Banyak dari anggota keluarga al-Kulaini yang termasuk sebagai ulama besar. Ayahnya Ya’qub bin Ishaq adalah ulama kharismatik di masanya dan hidup di masa kegaiban sughra. [6]Abu al-Hasan Ali bin Muhammad yang lebih dikenal dengan ‘Alan Razi adalah ipar a-Kulaini. Muhammad bin Aqil Kulaini, Ahmad bin Muhammad dan Muhammad bin Ahmad adalah ulama besar lainnya dari anggota keluarga besar al-Kulaini. [7]

Masa Pendidikan dan Hijrah ke Qom

Al-Kulaini memulai pendidikannya di kota Rei, yang saat itu menjadi pusat pengkajian beberapa aliran Islam, diantaranya Ismaili, Hanifah, Syafi’i dan Syiah Imamiyah. Dengan adanya interaksi dan dialektika keilmuan dengan sejumlah mazhab yang berbeda menjadikan al-Kulaini kaya dengan ilmu dan khazanah keislaman. Iapun menekadkan diri untuk fokus pada aktivitas menulis dan mempelajari hadis. Di bawah bimbingan gurunya, Abu al-Hasan Muhammad bin Asadi al-Kufi, al-Kulaini mendalami ilmu hadis di kota Rei. [8] Untuk melengkapi pembedaharaan hadisnya, al-Kulaini mengunjungi dan bertemu langsung dengan ahli hadis yang mendapat hadis langsung dari lisan Imam Askari As dan Imam Hadi As. Sehingga sanad dari hadis yang ditulisnya tidak melalui rantai periwayatan yang panjang.

Kepribadian dan Keilmuan

Sebagaimana yang tertulis dari sejumlah kitab terjemahan maupun tarikh, baik yang mendukung maupun berseberangan pendapat dengannya menyebutkan al-Kulaini adalah seorang alim yang memiliki banyak fadhilah dan posisinya yang disegani dalam bidang hadis.[9]

Al-Kulaini dalam Ucapan Ulama-ulama Besar Syiah

Syaikh Thusi dalam kitab Rijal yang ditulisnya menulis, “Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini al-Makanni menurut Abu Ja’far A’war, seorang ulama besar dan alim, menyebutkan bahwa ia adalah seorang alim yang memiliki kredibilitas dibidangnya sebagaimana dibuktikan dengan kitab al-Kāfi yang ditulisnya [10] Ia juga oleh ulama-ulama yang lain diakui sebagai seorang yang tsiqah dan alim.” [11]

Najasyi, seorang ulama ahli rijal Syiah mengatakan, “Di masanya ia adalah Syaikh dan pembesar Syiah di kota Rei, dan dikenal sebagai ulama yang paling diandalkan dalam bidang hadis dengan kuatnya hafalannya dan paling teliti dalam mencatat. Karyanya yang paling utama adalah al-Kāfi yang disusunnya dalam jangka waktu 20 tahun.” [12]

Ulama Syiah lainnya seperti Ibnu Syahr Asyub, [13] Allamah Hilli, [14]Ibnu Dawud Hilli, [15]Tafrasyi, [16]Ardibili, [17]dan Sayyid Abu al-Qasim Khui, [18]menegaskan dan memberikan akan kesaksian akan kebenaran apa yang telah dinyatakan Syaikh Thusi dan Najasyi mengenai al-Kulaini.

Sayyid Ibnu Thawus turut memberi pengakuan akan ketsiqahan dan keamanahan al-Kulaini dalam menukilkan hadis. Ia berkata, “Ketsiqahan dan amanah Syeikh al-Kulaini disepakati seluruh ulama.” [19]

Al-Kulaini dalam Penjelasan Ulama Ahlusunnah

Ibnu Atsir salah seorang sejarahwan Ahlusunnah mengkategorikan al-Kulaini sebagai salah seorang pembesar dan ulama Imamiah. [20]Dzahabi menyebut al-Kulaini sebagai Syeikh Syiah yang alim dan penulis buku yang terkenal, [21] Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Ibnu Makula memberikan pengakuan bahwa ia adalah salah seorang fakih dan penulis bermazhab Syiah [22]dan Ibnu Asakir dalam kitabnya menulis al-Kulaini adalah tokoh besar Syiah. [23]

Diantara karya-karyanya sebagai berikut:

Kitab ar-Radd ‘alā al-Qarāmithah.
Kitab Rasā’il al-Aimmah As.
Kitab Ta‘bir al-Ru’yā.
Kitab al-Rijâl.
Kitab al-Wasāil
Kitab al-Dawājin wa al-Rawājin
Kitab Fadhl al-Qur’an
Kumpulan syair yang memuat kasidah-kasidah yang pernah dilantunkan para penyair tentang manaqib Ahlulbait as. [24]
Guru-guru al-Kulaini

Masyaikh dan Asatid Kulaini ada sekitar 50-an orang. Yang paling berpengaruh dari kesemua gurunya adalah Ali bin Ibrahim al-Qumi, penulis kitab Tafsir al-Qumi. Lebih dari 7068 kali namanya tertulis dalam sanad hadis pada kitab al-Kāfi. [25] Berikut nama-nama guru al-Kulaini lainnya yang terkenal:

Muhammad bin Yahya Asy’ari
Ahmad bin Idris al-Qumi
Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Khalid Burqi
Ahmad bin Muhammad bin Isa Asy’ar
Abdullah Ja’fari Himyari
Hasan bin Fadhl bin Yazid Yamani
Ahmad bin Mahran
Muhammad bin Hasan Thai
Ali bin Husain Ibnu Babwaih al-Qumi, ayah Syaikh Shaduq
Shafar al-Qumi penulis kitab Bashair al-Darajāt
Muhammad bin Yahya Aththar
Qasim bin ‘Ala
Ahmad bin Muhammad bin Sa’id Hamadani lebih dikenal dengan Ibnu ‘Aqdeh [26]
Para Murid dan Perawi

Di antara para murid dan mereka yang meriwayatkan hadis dari al-Kulaini dapat disebutkan diantaranya sebagai berikut:

Abu Abdullah Ahmad bin Ibrahim dikenal dengan Ibn Abi Rafi’ Shamiri
Abu al-Qasim Ja’far Ibn Qaulawih penulis kitab Kāmil al-Ziyārāt
Abu Muhammad Harun bin Musa Tal’abkari
Abu Ghalib Ahmad bin Muhammad Zurari
Muhammad bin Ali Majaulawih Qumi
Abu Abdullah Muhammad bin Ibrahim bin Ja’far
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Qadha’i Shafwani [27]
Perjalanan ke Baghdad

Menurut kesaksian catatan sejarah, al-Kulaini setelah menuntaskan penulisan kitab al-Kāfi, sekitar tahun 327 H, dua tahun sebelum kematiannya ia melakukan perjalanan ke Baghdad yang saat itu merupakan salah satu pusat keilmuan Islam. Salah seorang saksi menyebutkan bahwa meskipun al-Kulaini hidup dimasa keberadaan empat wakil Imam Zaman Afs namun tidak ada riwayat yang dinukilkannya dari keempat wakil tersebut tanpa perantara. Namun berkat reputasi dan popularitasnya, baik dari ulama Syiah maupun Sunni memberikan pengakuan akan kelayakannya menyandang gelar Tsiqah al-Islam. [28]

Wafat dan Pemakaman

Al-Kulaini meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun 328 H bertepatan dengan awal dimulainya masa ghaibat kubra Imam Zaman Afs di kota Baghdad dalam usia 70 tahun. [29]

Najasyi dan Syaikh Thusi menukilkan, Muhammad bin Ja’far Hasani yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Qirath salah seorang ulama besar menyalati jenazah al-Kulaini dan kemudian dimakamkan di gerbang Kufah. Seorang yang bernama Ibn ‘Abdun disebutkan membuatkan nisan untuknya yang diletakkan secara datar di atas makam dengan menuliskan nama al-Kulaini dan ayahnya. [30]

Muhammad Baqir al-Khawansari menulis, “Popularitas dan ketenaran al-Kulaini semasa hidupnya membuat makamnya sering diziarahi banyak orang.” [31]

Catatan Kaki

Al-Qawāid al-Rijāli, jld. 3, hlm. 336.
Mu’jam Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 57.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 124 dan 125.
Raihanah al-Adab, jld. 5, hlm. 79.
Tāj al-‘Arus, jld. 18, hlm. 482.
Safinah al-Bahār, jld. 2, hlm. 495.
Raudah al-Jannāt, jld. 6, hlm. 108.
 Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 179.
Al-Qawāid al-Rijāli, jld. 3, hlm. 325.
Rijāl Thusi, hlm. 329.
Al-Fihrist, hlm. 210.
Rijāl Najāsyi, hlm. 377.
Mu’āllim al-‘Ulama, hlm. 134.
Khulāshah al-Aqwāl, hlm. 245.
Rijāl Ibn Dawud, hlm. 187.
Naqd al-Rijāl, jld. 4, hlm. 352.
Jāmi’ al-Rawāh, jld. 2, hlm. 218.
Mu’jam al-Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 54.
Kasyf al-Mu’jam, hlm. 159.
Al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 8, hlm. 364.
Siyar A’lām al-Nubalā, jld. 15, hlm. 280.
Lisān al-Mizān, jld. 5, hlm. 433; Ikmāl al-Kāmil, jld. 7, hlm. 186.
Tārikh Madinah Dimasyq, jld. 56, hlm. 297.
Rijāl Najāsyi, hlm, 377; Rijāl Thusi, hlm. 429; Mu’āllim al-‘Ulamā, hlm. 134.
Mu’jam Rijāl al-Hadits, jld. 19, hlm. 59.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 166 dst.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 172 dst.
Al-Kulaini wa al-Kāfi, hlm. 264-267.
Raihanah al-Adab, jld. 8, hlm. 80.
Rijāl Najasyi, hlm. 378; al-Fihrist, hlm. 210 dan 211.
Raudah al-Jannāt, jld. 6, hlm. 108.
Daftar Pustaka

Bahr al-‘Ulum, Sayyid Muhammad Mahdi, al-Qawāid al-Rijāliyah, Riset Muhammad Shadiq Bahr al-‘Ulum, Tehran, Maktabah al-Shadiq, 1363 S.
Khui, Abu al-Qasim, Mu’jam Rijāl al-Hadits, tanpa tempat, tanpa penerbit, 1413 H.
Thusi, Muhammad bin Hasan, al-Fihrist, Riset Jawad Qaimi, tanpa tahun, Penerbit al-Fuqahah, 1417 H.
Najasyi, Ahmad bin Ali, Rijāl al-Najāsyi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H.
Ghaffar, Abdullah al-Rasul, al-Kulaini wa al-Kāfi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1416 H.
Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, Siyar A’lām al-Nubalā, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1413 H.
Zubaidi, Muhib al-Din, Tāj al-‘Arus min Jawāhir al-Qāmus, Beirut, Dar al-Fikr, 1414 H.
Thusi, Muhammad bin al-Hasan, Rijāl al-Thusi, Riset Jawad Qaimi, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1415 H.
Ibnu Syahr Asyub, Muhammad Ali, Ma'alim al-‘Ulama, Qum, tanpa penerbit, tanpa tahun.
Hilli, Hasan bin Yusuf, Khulāshah al-Aqwāl fi Ma’rifah al-Rijāl, Riset Jawad Qaimi, tanpa tahun, penerbit al-Fuqāhah, 1417 H.
Ibnu Dawud Hilli, Hasan bin Ali, Rijāl ibn Dawud, Najaf, al-Mathba’ah al-Haidariyah, 1392 H.
Tafarsyi, Muhammad bin Husain, Naqd al-Rijāl, Qum, Ali al-Bait, 1418 H.
Ardibili, Muhammad Ali, Jami’ al-Rawāh, tanpa tempat, Maktabah al-Muhammadi, tanpa tahun.
Sayyid Ibn Thawus, Ali bin Musa, Kasyf al-Mahjah li Tsamarah al-Mahjah, Najaf, al-Mathba’ah al-Haidariyah, 1370 H.
Ibnu Atsir, Ali bin Abi al-Karm, al-Kāmil fi al-Tārikh, Beirut, Dar Sadr, 1386 H.
Atsqalani, Ibnu Hajar, Lisan al-Mizān, Beirut, Muassasah al-A’lami, 1390 H.
Ibnu Makula, Ikmāl al-Kamāl, tanpa tempat, Dar Ahya al-Turats al-‘Arabi, tanpa tahun.
Ibnu Asakir, Ali bin Hasan, Tārikh Madinah Dimasyq, Beirut, Dar al-Fikr, 1415 H.
Madrasm Muhammad Ali, Raihanah al-Adab fi Tarājim al-Ma’rufin bi al-Kaniyah wa al-Laqab, Tehran, Khayyam, 1369 S.
Khawansari, Muhammad Baqir, Raudāh al-Jannāt fi Ahwāl al-‘Ulama wa al-Sādāt, Qum, Ismailiyan, tanpa tahun.
Qumi, Syaikh Abbas, Safinah al-Bihār, Qum, Uswah, tanpa tahun.

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab 56)

Rasulullah saw telah memberikan segala yang beliau miliki untuk umatnya. Jiwanya, hartanya dan sepanjang hidupnya beliau habiskan untuk menyelamatkan umat. Pasti akan terbesit dibenak kita, dengan melihat jasa Rasulullah saw yang begitu besar, apa tugas dan kewajiban kita dihadapan beliau? Walaupun mustahil kita bisa membalas jasa Rasulullah saw namun Al-Qur’an dengan jelas mengabarkan kewajiban kita dihadapan beliau. Berikut ini adalah kewajiban seorang muslim dihadapan Nabi Muhammad saw.
 
1. Beriman kepadanya.
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ آمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ -١٣٦-
“Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” (An-Nisa’ 136)
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِـي وَيُمِيتُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ -١٥٨-
Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang Memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Menghidupkan dan Mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk.”
(Al-A’raf 158)
 
2. Taat dan mengikutinya.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ -٦٤-
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah.” (An-Nisa’ 64)
قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ -٣٢-
Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul.” (Ali Imran 32)
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا -٧-
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr 7)
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ -٣١-
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah Mencintaimu dan Mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Ali Imran 31)
*Saat membicarakan hubungan antara Rasul dan pengikutnya, Allah selalu menggunakan kata Ittaba’a yang artinya mengikuti.
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي -١٠٨-
Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin.” (Yusuf 108)
فَإنْ حَآجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ -٢٠-
Kemudian jika mereka membantah engkau (Muhammad) katakanlah, “Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.” (Ali Imran 20)
يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ -٢٠-
 (Yasiin 20)
 
3. Mencintainya Melebihi Segala Sesuatu.
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ -٢٤-
Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah Memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At-Taubah 24)
“Belum beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya melebihi dirinya, hartanya, anaknya dan seluruh manusia.” (Rasulullah saw)
 
4. Mengutamakannya atas segala sesuatu.
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ -٦-
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang Mukmin dibandingkan diri mereka sendiri.” (Al-Ahzab 6)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ -١-
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Hujurat 1)
 
5. Tidak memilih pilihan lain dihadapan pilihan dan ketentuannya.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ -٣٦-
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang Mukmin dan perempuan yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah Menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka.” (Al-Ahzab 36)
 
6. Hanya Ada 2 Kata untuk segala keputusannya.
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -٥١-
“Hanya ucapan orang-orang Mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang- orang yang beruntung.” (An-Nur 51)
 
7. Menerima Ketentuannya dengan senang hati dan tidak terpaksa.
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً -٦٥-
Maka demi Tuhan-mu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa’ 65)
 
8. Berlaku Sopan dihadapannya.
لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضاً -٦٣-
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (An-Nur 63)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ -٢-
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.” (Al-Hujurat 2)
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً -٨- لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً -٩-
“Sungguh, Kami Mengutus engkau (Muhammad) sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar kamu semua beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya pagi dan petang.” (Al-Fath 8-9)
إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِن وَرَاء الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ -٤-
“Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.” (Al-Hujurat 4)
 
9. Bersolawat Kepadanya.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً -٥٦-
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab 56)
 
10. Membantu dan Membelanya.
فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -١٥٧-
“Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah orang-orang beruntung.” (Al-A’raf 157)
 
11. Mencintai Keluarganya.
قُل لَّا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى -٢٣-
Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada keluarga(ku).” (Asy-Syura 23)

Selasa, 10 April 2018 14:27

Sayidah Zainab dan Ketegaran Sejati

Selain kefasihan dalam berbicara, Sayidah Zainab as juga menjaga kesuciannya sebagai seorang Muslimah. Salah satu perawi yang meriwayatkan pidato beliau mengatakan, "Aku bersumpah demi Allah, aku tidak melihat seorang perempuan pun yang lebih fasih dan lebih berilmu dari perempuan yang menjaga kesuciannya ini."

Sayidah Zainab as adalah sosok perempuan yang tegar dalam menghadapi semua musibah dan penderitaan. Sejak kecil, beliau telah menghiasi diri dengan kemuliaan dan kesempurnaan. Perkataan dan perilaku beliau telah menjadi hiasan bagi ayahnya. Dalam riwayat disebutkan bahwa martabat dan harga diri Sayidah Zainab as mirip dengan Sayidah Khadijah, kesucian dan kesederhanaan serta kesopanan beliau persis seperti Sayidah Fatimah as, kefasihan dan retorika beliau dalam berpidato mirip dengan Imam Ali as, kelembutan dan kesabaran beliau mirip Imam Hasan as, sedangkan keberanian dan kekuatan hati beliau mirip dengan Imam Husein as. Dapat dikatakan bahwa semua kebaikan Ahlul Bait as seakan-akan ada dalam diri beliau.

Sejak kecil, Sayidah Zainab as menghadapi beragam fitnah dan musibah. Meski demikian, beliau telah menyiapkan diri untuk menghadapi badai dahsyat yang dibuat oleh orang-orang zalim yang haus dengan kekuasaan. Di usia yang belum genap lima tahun, beliau telah kehilangan kakeknya, Rasulullah Saw, yang selalu memberikan kasih sayang. Wafatnya Rasulullah Saw adalah musibah pertama yang telah melukai jiwa lembut Sayidah Zainab as. Musibah ini bagi beliau, terutama bagi ibunya, Sayidah Fatimah as, adalah ujian yang sangat berat.

Dari masa kanak-kanak, Sayidah Zainab as telah menyaksikan penderitaan ibunya pasca wafatnya Rasulullah Saw, di mana kesedihan tersebut telah menyebabkan Sayidah Fatimah as jatuh sakit, dan beberapa bulan kemudian Putri Rasulullah Saw itu meninggal dunia. Dengan demikian, Sayidah Zainab as menikmati kecintaan ibunya tidak lebih dari lima tahun.

Kenangan-kenangan pahit dan manis di masa singkat tersebut telah menjadikan beliau siap untuk terus bergerak dan berjuang di jalan Allah Swt dan menyambut segala bentuk musibah dan persoalan kehidupan. Suatu hari, Sayidah Fatimah as menyampaikan pidato di masjid Rasulullah Saw untuk membela hak-hak Ahlul Bait as. Sayidah Zainab as hadir dalam pidato ibunya tersebut dan beliau mencatat semua perkataan ibundanya sehingga beliau terhitung sebagai salah satu perawi khutbah terkenal Sayidah Fatimah as.

Kesedihan Sayidah Fatimah as pasca wafat ayahandanya, Rasulullah Saw, sangat berat di hati mungil Sayidah Zainab as, namun semangat dan kemampuan beliau dengan cepat menempati hati Sayidah Fatimah as dan bahkan memulihkan hati ayahnya yang dipenuhi dengan kesedihan.

Meski lebih muda dari kedua saudaranya, namun Sayidah Zainab as mewarisi sifat-sifat ibundanya. Ikatan emosional antara beliau dengan Imam Hasan dan Husein as sulit untuk digambarkan. Hubungan emosional tersebut berlanjut hingga akhir usia beliau. Sedetikpun Sayidah Zainab as tidak dapat menjauh dari kedua saudaranya, beliau selalu memberikan cinta dan kasih sayang kepada kedua saudara itu seperti seperti halnya yang dilakukan ibunya.

Setelah wafatnya Sayidah Fatimah as, Sayidah Zainab as menyaksikan sikap diam ayahnya selama 25 tahun. Imam Ali as di masa itu terpaksa diam ketika hak-haknya dirampas demi kepentingan dan maslahat kaum Muslimin. Sayidah Zainab as juga melewati masa kekhalifahan ayahnya selama kurang lebih lima tahun hingga pada akhirnya Imam Ali as pada malam 19 Ramadhan 40 H meneguk cawan kesyahidan di mihrab masjid Kufah.

Pasca wafatnya Rasulullah Saw dan Sayidah Fatimah as, hati Sayidah Zainab as bergantung pada Imam Ali as. Kasih sayang ayahnya itu telah menjadi pelipur lara dalam kesedihan, namun setelah Imam Ali as tiada, maka tidak lagi seorang ayah yang menjadi tumpuannya, sehingga perpisahan dengan ayahnya itu sangat sulit bagi beliau.

Meski demikian, beliau tetap tegar dan sabar dalam menghadapi segala musibah. Beliau adalah teladan kesabaran dan ketegaran yang tidak akan runtuh hanya karena berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Beliau datang untuk membuat sebuah epik dan membuktikan hakikat dan kebenaran Ahlul Bait as. Beliau datang untuk memberikan pelajaran keteguhan dan ketegaran hingga mencapai kemuliaan dalam menghadapi semua fitnah dan musibah.

Setelah Imam Ali as wafat, Sayidah Zainab as menyaksikan kezaliman terhadap saudaranya, Imam Hasan as. Penindasan yang dialami Imam Hasan as sama seperti kezaliman yang menimpa ayahnya. Sayidah Zainab as menyaksikan pembelotan masyarakat dan konspirasi musuh serta propaganda luas Muawiyah bin Abu Sufyan terhadap saudaranya. Dalam kondisi tersebut, beliau selalu menyertai Imam Hasan as dan pada akhirnya menyaksikan kesyahidan saudaranya itu.

Sayidah Zainab as tetap bersabar dalam menghadapi musibah besar tersebut. Pasca wafatnya Imam Hasan as, beliau menyertai saudaranya, Imam Husein as, pergi ke Karbala pada tahun 60 H. Peristiwa Karbala adalah puncak dari musibah yang dihadapi oleh Sayidah Zainab as. Tidak lama setelah 18 orang dari keluarganya, termasuk anak-anak dan saudaranya, gugur syahid, beliau menyaksikan kesyahidan Imam Husein as, yaitu sebuah musibah yang langit dan bumi pun tidak mampu menahannya. Dalam kondisi tersebut dan bahkan ketika beliau dan keluarganya ditawan oleh musuh, Sayidah Zainab as tetap bersabar, dan meyakini bahwa beliau harus melaksanakan kewajiban agama, politik, dan sosial terbesar.

Setelah kesyahidan Imam Husein as di padang Karbala, Sayidah Zainab as memikul sejumlah tugas penting: pertama, merawat dan melindungi Imam Sajjad as, putra Imam Husein as, dari serangan musuh. Kedua, melindungi para wanita dan anak-anak yang ditawan musuh. Ketiga, menyampaikan berita kesyahidan Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya, serta mengungkap skandal dan kezaliman Yazid di hadapan masyarakat.

Yazid dan pengikutnya menyebarkan propaganda luas supaya langkah Imam Husein as dianggap sebagai gerakan anti-agama dan bertentangan dengan kepentingan umat Islam. Yazid menyebarkan fitnah bahwa Imam Husein as sedang mengejar kekuasaan dan materi dalam revolusinya sehingga ia dengan mudah menumpas para penentangnya. Namun Sayidah Zainab telah menjadi penghalang propaganda itu, dan bahkan juga mengungkap kejahatan dan kebusukan Yazid dan pengikutnya.

Dalam pidatonya yang berapi-api, Sayidah Zainab telah mengguncang pemikiran keliru masyarakat di masa itu. Warga Kufah yang hampir 20 tahun tidak mendengar pidato Imam Ali as, mereka terhentak dengan suara Zainab as yang nadanya seperti perkataan Ali as. Perkataan Sayidah Zainab as yang begitu fasih dan keberanian beliau telah membuat takjub Hazlum Ibnu Katsir, seorang ahli balaghah. Ia mengatakan, "Seakan-akan Zainab berbicara dengan bahasa Ali."

Selain kefasihan dalam berbicara, Sayidah Zainab as juga menjaga kesuciannya sebagai seorang Muslimah. Salah satu perawi yang meriwayatkan pidato beliau mengatakan, "Aku bersumpah demi Allah, aku tidak melihat seorang perempuan pun yang lebih fasih dan lebih berilmu dari perempuan yang menjaga kesuciannya ini."

Dalam waktu yang singkat, Sayidah Zainab as mampu menyampaikan suara kebenaran dan anti-penindasan kepada masyarakat. Beliau juga menyampaikan ketertindasan Imam Husein as yang menuntut keadilan. Selain itu, tindakan beliau juga telah melindungi agama dari penyimpangan.

Dalam waktu singkat, kezaliman Yazid terungkap. Meski telah membantai Imam Husein as dan keluarganya serta menawan para wanita dan anak-anak Ahlul Bait as, Yazid tidak mampu mencapai tujuannya, bahkan sebaliknya kejahatannya terungkap. Setelah kejahatannya terungkap, Yazid berusaha melemparkan kesalahannya kepada Ubaidillah bin Ziyad, penguasa Kufah, dan berlepas tangan dari dosa-dosanya. Namun Ahlul Bait Rasulullah Saw telah mengungkap semua kebusukan Yazid dan antek-anteknya.

Az-zahra as adalah lambang kesucian, sosok pribadi agung sepanjang zaman, tauladan bagi setiap insan. Cinta kepada Zahra as merupakan kecintaan kepada Rasul saww dan sekaligus kecintaan kepada Allah, sebuah mata rantai cinta yang tidak pernah terputus.

Dalam ayat 33 surat al-Ahzab,[1] Allah swt menjelaskan keutamaan Ahlul Bait as. Ayat Tathhir merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang istri-istri Nabi saww. Namun, perlu diketahui bahwa ayat Tathhir tidak ditujukan kepada istri-istri Nabi saww. Ayat tersebut merupakan ayat yang independen dan tidak berhubungan dengan ayat sebelumnya. Hal ini dibuktikan oleh berbagai riwayat dalam kitab hadist dan tafsir, baik versi Syiah[2] maupun Sunnah.[3] Mereka sepakat bahwa ayat tersebut turun kepada Ahlul bait as dan demikian tidak meragukan lagi keabsahannya.

Mungkin saja, sebagian kalangan beranggapan bahwa gaya penukilan dan penulisan berbagai hadist tersebut di atas berbeda-beda sehingga tidak dapat dinisbatkan dan ditetapkan bahwa ayat tersebut memang ditujukan kepada Ahlul Bait as. Tapi anggapan ini tidak benar berdasarkan bukti sejarah tentang turunnya ayat Tathhir, seperti prilaku Nabi saww yang selalu mengulang-ulangi menyampaikan hal ini dalam berbagai kesempatan berbeda agar masyarakat faham bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait as adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi thalib, Sayyidah Zahra, Imam Hasan dan Imam Husein as. Sejarah meriwayatkan bahwa dalam kesempatan yang berbeda-beda, Nabi saw sering kali menjelaskan keutamaan Ali bin Abi thalib as sejak dari dakwah sembunyi-sembunyi beliau yang hanya terbatas pada keluarga, sampai penghujung hidup beliau. Apakah hal ini masih juga diragukan kebenarannya sekalipun disebutkan dalam kesempatan yang berbeda? Tentu tidak, karena dalam kondisi lainnya Nabi saw tidak pernah mengulang-ulang suatu hal dalam kesempatan yang berbeda-beda, maka ketika Nabi saw mengulangnya dalam berbagai kesempatan dapat difahami bahwa hal yang beliau sampaikan sangatlah penting sehingga perhatian masyarakat selalu tertuju kepadanya.

Ayat Tathhir ingin menyampaikan bahwa Ahlul Bait as memiliki maqam ismah yaitu terhindar dan terjaga dari dosa, kelalaian, kebodohan dan keraguan. Mungkin saja, sebagian kalangan menduga bahwa turunnya ayat Tathhir yang ditujukan kepada Ahlul Bait as sama sekali tidak memberikan nilai dan maqam ismah. Jika dugaan mereka benar, lalu bagaimana berbagai literatur yang menjelaskan kedudukan mereka di mata Nabi saww dan prilaku Nabi saw yang selalu mengulangnya di berbagai kesempatan? Bukankah dinukil dalam sejarah bahwa setiap kali Nabi melewati rumah az-Zahra as, beliau selalu berhenti sejenak seraya mengucapkan: ?Assalamu?alaikum ya ahlul bait? Mengapa Imam Ali as membuktikan kepemimpinanya dengan berlandaskan ayat Tathhir? Kenapa pula Imam Hasan as mengklaim dirinya sebagai salah satu orang yang termasuk dalam ayat tersebut? Oleh karena itu, jelaslah bahwa dugaan mereka itu tidak dapat dibenarkan.

Beberapa riwayat menjelaskan bahwa kemakshuman Ahlul Bait as tidak berarti bahwa mereka hanya terjaga dari dosa dan kesalahan saja, karena Imam Shodiq as bersabda: ?Arrijsu (dalam ayat tersebut) adalah keraguan. Demi Allah, selamanya kami (Ahlul Bait) tidak pernah ragu kepada-Nya.? Sedang dalam kesempatan lain, Imam Ali as bersabda: ?Aku tidak pernah ragu akan kebenaran sejak aku melihatnya.? ? Seandainya disingkap tabir bagiku maka tidak akan bertambah keimananku.? Sebagian dari Imam suci menyabdakan bahwa kalimat hendak menghilangkan dosa dari kamu berarti menjauhkan mereka dari kobaran api jahiliah. Ini berarti bahwa bahwa Allah swt tidak menginginkan para pendahulu Ahlul Bait as (datuk-datuk mereka) masuk dalam golongan orang-orang kafir, karena salah satu arti rijs dalam kamus bahasa adalah kekufuran dan keraguan.

Sepanjang sejarah, Sayyidah Zahra as adalah wanita menjadi panutan yang tidak mungkin bisa dilepaskan dari Ahlul Bait. Beliau adalah perwujudan dari ayat Tathhir, sosok pribadi yang disucikan Allah swt, dengannya risalah suci berlanjut dan langgeng sampai hari kiamat, wanita yang sampai kepada makam Ilahi di bawah didikan duta Ilahi, jiwanya selalu dikorbankan di jalan Allah swt, tutur katanya tidak lepas dari kebenaran jelmaan ayat: ?Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tiad alain hanyalah wahyu yang diwahyukan, yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Beliau adalah pribadi yang selalu memiliki kontak dengan alam gaib, berkomunikasi dengan Malaikat Jibril as sehingga nama lain az-Zahra as adalah almuhaddats yang berarti orang yang diajak berbicara. Diceritakan dalam sejarah bahwa sepeninggal Nabi saw, Malaikat Jibril diutus oleh Allah swt agar selalu mendatangi Sayyyidah Zahra as untuk menghiburnya dari kesedihan setelah kepergian ayahnya dan menceritakan kepadanya kejadian yang telah dan akan terjadi. Kejadian-kejadian yang disampaikan Malaikat Jibril itu dicatat sehingga menjadi sebuah buku yang dikenal dengan Mushaf Fathimah as. Mushaf ini merupakan salah satu perwujudan ilmu yang tak terbatas dalam diri Zahra as dan termasuk salah satu sumber asli ilmu para imam, sejak masa Imam Ali as sampai Imam Mahdi afs.

Imam Khomeini ra memberikan perhatian cukup besar tentang keutamaan pribadi az-Zahra as yang terlihat dalam pidato-pidatonya. Imam selalu menjelaskan bahwa dengan kepulangan nabi saww kehadirat ilahi Rabbi hubungan kontak nabi saww dengan malaikat Jibril melalui wahyu terputus, namun kontak malaikat Jibril as -walaupun bukan dengan istilah wahyu- dengan Az-zahra as tidak terputus. Dalam hal Imam berkata: "Masalah datangnya malaikat Jibril as ke Az-zahra as bukan masalah yang mudah, jangan pernah berkhayal selama belum memenuhi persyaratanya, malaikat akan mendatangi setiap orang". Datangnya Jibril as kehadirat Az-zahra atas perintah Allah swt merupakan keutamaan yang luar biasa yang dimiliki oleh Az-zahra as dan Imam Khomeini memandang itulah puncak keutamaan dan kedudukan Az-zahra as yang dimilikinya dimata Allah swt. 

Maqam dan kedudukan yang begitu tinggi yang tidak dimiliki oleh semua para utusan Allah dan hanya dimiliki oleh para nabi pilihan dan kekasihNya, Az-zahra as dengan segala keutamaannya telah sampai kemaqam tersebut. Dialah as hakekat dari malam Al-qadr, Zahralah as batin dari ayat: ?Haa miim demi kitab (alquran) yang menjelaskan sesungguhnya Kami menurunkan pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah?. Imam Musa Al-khadzim dalam menjelaskan ayat tersebut berkata: ?Haa miim adalah Muhammad saww, kitab mubin (kitab yang mejelaskan) adalah Imam Ali as dan lailah (waktu malam) adalah S Fatimah as. Wujud suci Az-zahra as hakekatnya adalah Al-quran yang dapat berbicara (Al-quran natiq)- sementara para Imam suci juga sebagai penjelas Al-quran yang diam (Al-quran shomit).

Az-zahra as adalah lambang kesucian, sosok pribadi agung sepanjang zaman, tauladan bagi setiap insan. Cinta kepada Zahra as merupakan kecintaan kepada Rasul saww dan sekaligus kecintaan kepada Allah, sebuah mata rantai cinta yang tidak pernah terputus. Az-zahra as adalah paling mulianya manusia di sisi nabi serta cahaya mata dan buah hati Rasul sebagimana sabda beliau: ?Fatimah adalah paling mulianya manusia disisiku, putriku Fatimah, adalah wanita yang terbaik diseluruh jagat raya, sejak pertama kali wanita diciptakan hingga kelak pada akhir zaman, dialah cahaya mata dan buah hatiku.? Fatimah adalah Az-zahra yang namanya selalu harum dan dikenang sepanjang masa dalam kehidupan manusia.[] Wallahu a'lam

Oleh: Abdurrahman Arfan

Catatan Kaki:

[1] Disebut dengan ayat tathir yang artinya : ?Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Baith dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.?

[2] Terhitung sekitar 16 riwayat yang menukil langsung dari nabi saww.

[3] Dari 300 riwayat yang dibawakanya terhitung sekitar 5-6 yang menukil secara langsung.

Selasa, 10 April 2018 14:06

USS Donald Cook Tiba di Perairan Suriah

Sebuah media Amerika mengatakan bahwa potensi serangan rudal AS ke Suriah menguat.

CNN pada hari Selasa (10/4/2018) melaporkan bahwa USS Donald Cook dengan 60 rudal Tomahawk telah berlabuh pada jarak 100 kilometer dari pelabuhan Tartus di barat Suriah.

Beberapa pejabat Washington mengatakan, pemerintah AS sedang mempertimbangkan respon militer multinasional terhadap dugaan serangan kimia di Suriah.

"Inggris dan Perancis serta beberapa negara sekutu AS di Timur Tengah akan menjadi mitra potensial pemerintahan Trump dalam serangan militer ke Suriah," kata mereka.

Presiden Donald Trump pada Senin malam mengatakan bahwa ia secepatnya akan membuat keputusan sebagai reaksi terhadap serangan kimia di Douma.

Menurut para pengamat, AS dan sekutunya akan menyerang instalasi yang dikaitkan dengan serangan kimia tersebut. Pangkalan udara al-Zamir di Damaskus yang menjadi rumah bagi helikopter Mi-8 Suriah, akan menjadi salah satu target serangan.

"Serangan potensial ke Suriah akan fokus pada target yang terkait dengan program senjata kimia negara itu," kata seorang pejabat Amerika.