کمالوندی

کمالوندی

Senin, 08 Februari 2021 20:46

Perempuan dalam Perspektif Rahbar

 

Kelahiran Sayidah Fatimah az-Zahra, putri tercinta Rasulullah Saw diperingati sebagai hari Perempuan dan Ibu di Republik Islam Iran dan seperti biasa di hari besar seperti ini Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei bertemu dengan para penyair dan maddah Ahlul Bait as.

Di pertemuan ini seperti biasanya para penyair akan membacakan karyanya di hadapan Rahbar dan kemudian disusul dengan arahan serta pidato beliau terkait berbagai isu mulai dari politik, syair dan berbagai ritual keagamaan. Namun tahun ini karena kondisi istimewa dan pandemi Corona serta keharusan menjaga protokol kesehatan, acara ini digelar secara virtual dan sejumlah penyair Ahlul Bait as membacakan karyanya mengenai Sayidah Fatimah melalui video konferensi.

Sayidah Fatimah, putri kesayangan Nabi dan ketika ia datang Rasul berdiri menyambutnya dan di setiap kesempatan ketika Nabi bepergian atau perang, tempat terakhr yang didatangi belaiu adalah rumah Fatiman dan dari sanalah Nabi melakukan perjalannya. Sementara tempat pertama yang didatangi Nabi ketika selesai dari bepergian juga rumah Fatimah. Fatimah memiliki karakteristik unggul di dunia Islam, baik perannya sebagai ibu, istri dan juga tokoh yang beperan membela Islam. Posisinya setara dengan Imam Ali as. Ia ibu dari empat bintang bersinar di dunia Islam, dua di antaranya menjadi imam pemimpin umat dan penghulu pemuda surga serta dari keduanya keturunan suci Rasulullah Saw terus ada hingga hari ini.

Menurut Rahbar, Fatimah putri Rasul merupakan manifestasi nilai-nilai kemanusiaan dan Islam tertinggi terkait perempuan die mana setiap karakteristik tersebut memuat pelajaran berharga. Sebagian wacana Islami tersebut adalah wacana khusus seperti ibu, istri, pendidikan anak, hamba Tuhan dan seluruhnya menunjukkan puncak dan ketinggian dari putri Rasul ini.


Hari kelahiran Sayidah Fatiman di Iran ditetapkan sebagai hari Perempuan dan Ibu. Rahbar menilai pandangan dan sikap Republik Islam terkait perempuan secara global berbeda dengan pandangan buruk Barat yang berusaha menyebarkannya ke seluruh dunia. Rahbar berkata, "Pandangan Republik Islam terhadap perempuan adalah pandangan penghormatan; berbeda dengan pandangan Barat yang memandang perempuan sebagai komoditas dan alat. Di wilayah Barat, metode dan gaya hidup Barat, kehormatan perempuan dirusak. Kalian ketahui bahwa salah satu petinggi pemerintah dan militer perempuan AS, Senator Martha McSally, beberapa bulan lalu menyatakan bahwa dirinya mengalami pelecehan; yakni bahkan seorang perempuan yang mendapat posisi sosial, politik dan administrasi tinggi tidak lepas dari ancaman terhadap kaum hawa di wilayah Barat."

Dalam perspektif Islam, perempuan dan laki-laki dari sisi kemanusiaan adalah setara, mereka memiliki tugas bersama seperti amak makruf nahi munkar, mengabdi dan memberi pelayanan serta berjuang di jalan Allah. Namun begitu ada tugas khusus yang hanya dimiliki masing-masing gender mengingat fisik dan bentuk pencitpaannya.Seraya menjelaskan tugas khusus ini, Rahbar mengatakan, "Ini adalah pandangan Islam tentang perempuan dan kami bangga dengan pandangan ini. Kami memprotes keras logika, pemikiran dan gaya hidup Barat terkait perempuan; Kami yakin mereka menzalimi perempuan."

Hijab atau jilbab juga salah satu masalah menantang di masyarakat modern yang disalahgunakan oleh musuh Islam. Menyikapi sejumlah pendapat yang mengatakan bahwa jilbab mencegah kemajuan perempuan, Rahbar mengatakan, "Tidak, malah sebaliknya jilbab justru mencegah pamer diri yang tidak pada tempatnya yang menghalangi gerakan perempuan. Hari ini kita memiliki ribuan perempuan berhijab yang aktif di bidang politik, sosial dan budaya....Propaganda Barat mencitrakan bahwa pandangan Islam mencegah kemajuan perempuan. Ini sepenuhnya kebohongan nyata dan pendapat berlebihan. Di negara kita di sebagian sejarah baik di masa lalu maupun di era westernisasi, kita tidak memiliki perempuan berpendikan tinggi seperti saat ini, tidak juga mereka yang aktif di bidang sosial, budaya atau politik. Kita juga tidak memiliki banyak perempuan yang berpengaruh di bidang sosial atau penulis dan aktivis sosial seperti saat ini. Prestasi perempuan saat ini di negara kita, semuanya adalah berkah dari Republik Islam dan pandangan Islam yang menghormati perempuan."

Rahbar juga mencatat bahwa dalam pandangan Islam yang murah hati tentang perempuan, peran perempuan dalam keluarga juga disorot; Peran ibu, peran istri, peran ibu rumah tangga dan sejenisnya disorot; Ini adalah sesuatu yang menjadi semakin tidak penting di Barat; Keluarga adalah pusat yang hangat dan diberkati di mana fondasi terkuat dari pendidikan spiritual dan intelektual manusia diletakkan. Rumah adalah lingkungan terbaik untuk kenyamanan tubuh dan jiwa, pusat terbaik untuk menghilangkan kepenatan jiwa dan raga, dan suasana keintiman yang paling sejati; Dan tidak diragukan lagi, poros keluarga semacam itu adalah ibu. Pemimpin Tertinggi dengan pertanyaan siapakah asal dan pusat lingkaran? Mereka menambahkan: "Ibu adalah pusat dari keluarga; Inilah yang aparat propaganda Barat dan, sayangnya, beberapa dari orang-orang kebarat-baratan kita mencoba untuk mengecilkan, atau salah paham, atau tidak menunjukkan. Para ibu rumah tangga telah melakukan pelayanan yang terbaik, bahkan kepada mereka yang tidak memiliki pekerjaan. Penting untuk memahami nilai layanan wanita yang lebih memilih housekeeping ; "Meskipun layanan di luar rumah adalah dan akan menjadi tanggung jawab wanita, dan ini bukan masalah, tetapi ini adalah bagian terpenting dari layanan wanita."

Ayatollah Khamenei menganggap Sayidah Zahra dan Imam Ali serta anak-anak mereka di mana meneladani persahabatan, empati, ketulusan dan perjuangan mereka dapat memajukan masyarakat Islam. Di akhir bagian pidatonya, Rahbar memberikan penghormatan ibu dan istri para martir dalam dua generasi. Salah satunya selama pertahanan suci, dan yang lainnya selama melindungi tempat suci, di mana istri dan ibu para martir meninggalkan peran yang kekal dan unik dan harus benar-benar salut di hadapan mereka.

Audiens lain di pidato Rahbar adalah para penyair Ahlul Bait as (maddah). Berbagai peristiwa baru di konteks peristiwa agamis di berbagai majelis agama muncul dari arahan dan nasihat Rahbar di acara ini. Kekhawatiran Rahbar terhadap kebutuhan komunitas penyair Ahlul Bait as sangat beragam. Salah satu kekhawatiran beliau berkaitan dengan profesi para maddah, inovasi dan pembentukan budaya di setiap acara keagamaan. Ayatullah Khamenei mengatakan, "Maddahi (pembacaan syair tentang Ahlul Bait as) sebuah fenomena seni unik dan kita tidak memiliki hal yang serupa dengan ini di tempat lain. Sini seni dan sastra para penyair merupakan bagian dari profesi. Sisi lain adalah konteks dan isi syair; kumpulan dari empati, ideologi, pengetahuan dan sejarah, pencerahan sosial dan mengenal kebutuhan audiens....Membangun budaya di masyarakat dan menyebarkan ideologi tinggi dan menyebarkan teladan kehidupan Nabawi, Alawi dan Fatimi sebuah fenomena penting yang harus diperhatikan dan untungnya hal ini semakin meningkat di antara para maddah."

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, sambil memerintahkan untuk berbicara tentang sejarah, studi pendidikan dan tauhid, mengenang musibah dan sejenisnya, tentang penyebaran akhlak Islam di masyarakat kepada para maddah mengatakan, "Pesan terakhir adalah sebarkan moral dan akhlak Islami di tengah masyarakat. Hadirin sekalian! Salah satu hal terpenting adalah mempertahankan akhlak Islami ketika berbicara dan sayangnya saat ini ketika dunia maya semakin kuat, akhlak Islami ini semakin pudar. Ucapan buruk dan kasar atau semisalnya harus dihapus di tengah masyarakat."

Lebih lanjut Ayatullah Khamenei menambahkan, ".....Ajaran Nabawi, Alawi dan Fatimi jauh dari hal-hal seperti ini. Kalian saksikan bahwa Sayidah Fatimah menyampaikan dua khutbah hebat. Pertama di masjid di tengah kumpulan masyarakat dan kedua ditujukan kepada perempuan Madinah di mana khutbah ini penuh dengan hal penting dan protes; Memprotes dan menghukum konsep-konsep Islam terkemuka yang di dalamnya Fatimah Zahra merasakan bahayanya, tetapi dalam dua khotbah yang penting, agung dan penuh semangat ini, tidak ada satu kata pun yang menghina, jelek dan menghina; Dan semua kata-katanya kuat dan solid, pernyataan tegas. Anda harus melakukan ini; “Dalam pernyataan, dalam pidato, tidak boleh ada kata-kata kosong tanpa pengetahuan, tidak boleh ada gosip, tidak boleh ada fitnah, dan tidak boleh ada fitnah dan umpatan. Kalian para penyair dan maddah juga harus mengajarkan hal ini kepada masyarakat melalui ucapan dan perbuatan kalian."

 

Tanggal satu Rajab diperingati sebagai hari kelahiran seorang manusia agung putra Imam Ali Zainal Abidin dan Sayidah Fatimah binti Imam Hassan. Muhammad namanya. Beliau dikenal dengan sebutan Baqir atau Baqirul Ulum, yang berarti pembuka lautan pengetahuan, dan penjelas rahasia ilmu.

Salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw bernama Jabir bin Abdullah Ansari suatu hari bertemu dengan Imam Muhammad Baqir.Tampak kegembiraan terpancar dari raut mukanya yang sudah tua. Jabir berkata, "Demi Tuhan Kabah, aku melihat tanda-tanda yang disebutkan Rasulullah dalam dirimu. Aku bersyukur kepada Allah yang telah memberiku karunia bertemu denganmu, dan aku menyampaikan salam Rasulullah bagimu. Suatu hari Rasulullah bersabda kepadaku: 'Wahai Jabir, engkau akan panjang umur hingga menemui keturunanku dari anak-anak Husein. Namanya Muhammad, ia menyingkap ilmu agama, oleh karena itu digelari Baqir. Jika engkau bertemu dengannya sampaikan salamku."

Era Imam Baqir adalah periode penyebaran ilmu dan berkembangnya pengetahuan di dunia Islam. Ketika itu, muncul para ulama dan ahli agama di bidang hadis dan fiqh. Tapi, nama Imam Baqir memiliki kedudukan khusus di tengah mereka. Sheikh Mufid, ulama besar Syiah akhir abad keempat dan permulaan abad kelima Hijriah, menulis, "Para sahabat, tabiin dan pemuka ahli fiqh menukil riwayat dari beliau. Imam [Baqir] meriwayatkan hadis dari Rasulullah Saw. Berkat beliau masyarakat mengenal sunnah Rasul dan manasik haji dipercayakan kepada beliau. Imam [Baqir] menulis tafsir Quran dengan penjelasan secara umum dan khusus. Beliau juga menyampaikan pembahasan kalam".

Seluruh penulis baik Syiah maupun Sunni menilai penyematan nama "al-Baqir" atau Baqir al-Ulum" kepada Imam Muhammad, karena luasnya ilmu yang beliau miliki. Tapi penamaan ini juga memiliki akar kuat dalam sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah Ansari. Rasulullah bersabda, "Yabqarul ilma Baqran", yang berarti orang yang menyingkap ilmu dengan seluruh keutamaan dan kesempurnaannya.

Sheikh Tusi, ulama terkemuka Syiah abad kelima hijriah menyebutkan bahwa murid pilihan Imam Baqir mencapai 466 orang. Imam Baqir menjadi rujukan seluruh ulama Hijaz. Para ulama besar Sunni menimba ilmu dari Imam Baqir. Saking terkenalnya keilmuan Imam Baqir, di Hijaz beliau disebut sebagai pemuka fuqaha Hijaz.

Kedudukan Imam Baqir di berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam senantiasa menjadi perhatian para ulama terkemuka di zamannya. Bukan hanya ulama Syiah yang menimba ilmu dari Imam Baqir, tapi juga ulama Sunni. Zahabi menulis, "Imam Baqir termasuk orang yang menyatukan ilmu, amal, kemuliaan, ketangguhan. Oleh karena itu, Khilafah layak baginya".

Imam Baqir adalah mufasir terbaik al-Quran. Beliau menjelaskan makna ayat demi ayat al-Quran. Imam Baqir menjelaskan pandangannya dengan dalil yang sangat kuat. Beliau berkata, "Tanyakan padaku apa yang bisa kujelaskan dari mana al-Quran, hingga makna ayat-ayatnya untuk kalian." Penguasaan Imam terhadap seluruh kandungan al-Quran diakui para ulama dan ilmuwan di zamannya. Bahkan seorang penyair terkemuka bernama Malik Ibn Ayin Jihni mendendangkan syair memuji kemuliaan Imam Baqir:

Jika mencari ilmu al-Quran

Ketahuilah Quraisy paling mengetahuinya

Jika Imam Baqir alahi salam menjelaskan ilmu al-Quran

Begitu banyak ilmu yang diterangkan

Imam Baqir juga dikenal sebagai orang yang sangat peduli dengan kondisi masyarakat di zamannya. Beliau tanpa pamrih membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Memenuhi kebutuhan material dan spiritual orang lain menjadi aktivitas sosial terpenting Imam Baqir.

Selain mendengarkan keluhan dan penderitaan masyarakat, beliau terjun memberikan bantuan sesuai kebutuhan, sekaligus menebarkan ketentraman dan kedamaian.Terkait hal ini, Imam Sadiq berkata, "Suatu hari aku menemui ayahku. Ketika itu beliau tengah sibuk membagikan delapan ribu dinar kepada orang-orang yang membutuhkan di Madinah, dan membebaskan sebelas budak."

Imam Baqir menjadikan hari libur, terutama hari Jumat dikhususkan untuk infaq dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Berkaitan dengan masalah ini, Imam Sadiq berkata, "Meskipun kemampuan finansial ayahku lebih kecil dibandingkan anggota keluarga lain, dan pengeluarannya lebih besar dari yang lain, tapi setiap hari Jumat beliau membantu orang-orang yang membutuhkan, bahkan jika hanya membantu dengan satu dinar sekalipun. Beliau berkata, 'Pahala sedekah kepada orang yang membutuhkan di hari Jumat lebih utama, sebagaimana kedudukan hari Jumat yang lebih utama dari pada hari lainnya dalam sepekan."

Agama Islam sangat menekankan berbuat baik kepada orang lain, dan menjadikannya sebagai nilai-nilai moral yang tinggi. Mengenai pentingnya masalah ini, Imam Baqir berkata,"Senyuman seorang Mukmin kepada saudara sesama Muslim sangat terpuji. Menghilangkan duka termasuk kebaikan.Tidak ada penghambaan kepada Allah yang lebih utama dari membahagiakan hati sesama Mukmin."

Imam Baqir sangat bahagia bisa menggembirakan orang lain. Beliau menyampaikan kembali sabda Nabi Muhammad Saw kepada masyarakat mengenai keutamaan membahagiakan orang lain. Rasullullah bersabda, Orang yang membahagiakan sesama Mukmin sama seperti membahagiakanku dan menyenangkan Allah swt. Terkadang beliau bercanda yang baik untuk membahagiakan orang lain. Imam Baqir berkata, "Sesungguhnya Allah swt mencintai orang yang bercanda [terpuji], dengan syarat tidak disertai perkataan buruk dan tercela."

Imam Sadiq berkata, "Ayahku senantiasa sibuk berzikir. Ketika makan pun, beliau berzikir. Ketika berada di tengah masyarakat beliau tetap berzikir, dan kalimat "La ilaha ilallah" senantiasa keluar dari mulutnya. Di waktu dini hari beliau mengajak kami semua beribadah hingga terbit fajar. Beliau memerintahkan membaca al-Quran kepada [sebagian] anggota keluarga, dan yang lain mengucapkan zikir".

Muhammad bin Munkadir, salah seorang ulama Sunni, berkata, "Aku tidak percaya Ali bin Husein memiliki seorang anak dengan keutamaan dan keilmuan seperti dirinya, hingga aku bertemu dengan puteranya bernama Muhammad bin Ali.... Ketika itu aku menuju daerah di sekitar Madinah, dan cuaca saat itu sangat panas. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan Muhammad bin Ali. Beliau orang yang kuat dan saat itu tengah bekerja di ladang. Aku menyapanya, "Wahai pemuka para pembesar Quraisy, di tengah cuaca terik ini Anda tengah mencari harta dunia."

Muhammad bin Munkadir ingin mendengar jawaban dari Imam Baqir. Lalu ia mendekati beliau yang tengah bekerja di ladang untuk memberikan nasehat. Ulama Sunni ini kembali bertanya kepada Imam Baqir, "Wahai pemuka pembesar Quraisy, Anda keluar dari rumah untuk mencari dunia, bagaimana jika kematian menjemputmu dalam keadaan seperti ini ?"

Mendengar perkataan ini, Imam Baqir menjawab, "Demi Allah, jika kematian menjemputku dalam keadaan saat ini, aku meninggal dunia di saat sedang beribadah dan taat kepada Allah. Sebab, aku bekerja di ladang di tengah cuaca terik supaya tidak mengulurkan tangan meminta bantuan engkau, dan orang lain. Ya, aku hanya mengkhawatirkan satu hal, kematian menjemputku ketika aku sedang bermaksiat kepada Allah swt, ". Mendengar jawaban dari Imam Baqir, Muhammad bin Munkadir berkata, "Tuhan merahmatimu, aku hendak memberikan nasehat kepadamu, tapi engkau telah memberikan nasehat penting untukku."

 

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei bertemu dengan sejumlah komandan Angkatan Udara (AU) dan unit anti udara militer serta menyebut baiat bersejarah Homafaran (sebutan AU di era Shah Pahlevi) dengan Imam Khomeini sebagai Ayamullah dan salah satu keajaiban yang menentukan serta anasir utama kemenangan Revolusi.

19 Bahman mengingatkan moment bersejarah di mana Homafaran di tahun 1357 Hs menggelar pawai militer di jalan Enghelab, Tehran sebagai bentuk baiat dengan Imam Khomeini serta rakyat menyambutnya dengan memberi untaian bunga kepada mereka. Hari-hari itu disebut sebagai Ayamullah. Unsur utama di arti Ayamullah adalah manusia menyaksikan kekuasaan Allah di sebuah peristiwa, dengan demikian hari-hari tersebut menjadi titik balik sejarah dan hari-hari bersejarah.

Pada 19 Bahman 1399 Hs, Ayatullah Khamenei saat bertemu dengan para komandan angkatan udara dan unit anti udara militer Republik Islam menyebut baiat bersejarah Homafaran dengan Imam Khomeini sebagai Ayamullah dan salah satu keajaiban penting dan anasir utama kemenangan Revolusi. Rahbar mengatakan, "Berpisahnya bagian penting militer dan bergabungnya merka dengan Imam serta rakyat menyerupai mukjizat, karena mendorong seluruh unit militer bergabung dengan Republik Islam. Dan para komandan militer saat itu ketika menyaksikan fakta terpaksa menunjukkan sikap netral terhadap Revolusi; Ini menyerupai mukjizat, ini benar-benar seperti mukjizat. Ketergantukan utama rezim taghut saat itu kepada militer dan Savak dan sandaran pentin serta harapan rezim saat itu, justru menjadi faktor yang menghancurkan rezim sendiri."

Menurut Rahbar, Amerika hingga detik-detik terakhir sangat berharap kepada militer rezim Shah dan mereka menganggap bahwa militer dapat bertahan. Menurut berita pasti, mereka tengah merancang kudeta dan harus berlangsung bulan Bahman serta dengan penangkapan para pemimpin Revolusi dan memanfaatkan kekerasan luas terhadap rakat, mereka dapat mencegah kejatuhan Shah. Jenderal Husyer salah satu wakil AS di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di buku memorialnya mengakatan bahwa Jenderal Brown, menhan AS saat itu memberi ijin dirinya mencegah kejatuhan Shah Pahlevi bahkan jika harus membantai puluhan ribu warga Iran, namun salah satu anasir yang merusak skenario setan mereka adalah gerakan angkatan udara pada 19 Bahman.

Dari sudut pandang Ayatullah Khamenei, musuh-musuh Revolusi Islam, terutama Amerika Serikat, sejak awal mengalami kesalahan perhitungan, yang merupakan poin yang luar biasa dan instruktif. Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, menekankan bahwa musuh masih belum memiliki pemahaman yang benar tentang bangsa Iran, menunjuk pada pengulangan kesalahan ini dalam beberapa tahun terakhir.

Rahbar mengatakan, "Mereka (musuh Iran) mengalami kesalahan fatal karena mengatakan menguasai penuh militer dan tidak mungkin rezim Shah tumbang. Namun...justru militer ini yang dianggap sangat penting oleh Amerika dan dipelihara baik oleh Washington serta sebanyak empat ribu penasihat militer aktif di dalamnya menjadi faktor kekalahan rezim Taghut dan menghancurkan harapan AS di Iran. Allah Swt di al-Quran berfiman,  فَاَتیٰهُمُ اللهُ مِن حَیثُ لَم یَحتَسِبوا؛ Mereka menerima tamparan dan pukulan dari arah yang tidak mereka sangka (QS. al-Hashr: 2).

Kesalahan perhitungan lain Amerika di kasus sanksi; elit politik AS menyangka dapat menundukkan Iran dengan sanksi yang mereka sebut belum pernah terjadi dalam sejarah dan sanksi total. Ayatullah Khamenei berkata, "Salah satu orang terbodoh (John Bolton) dua atau tiga tahun lalu mengatakan kita akan menggelar perayaan tahun baru Januari 2019 di Tehran; harapan mereka adalah Republik Islam akan runtuh pada Januari 2019, mereka datang dan menggelar perayaan tahun baru di Iran. Kini ia pun bergabung dengan tong sampah sejarah. Sementara ketuanya (Donald Trump) juga ditendang dari Gedung Putih dan keduanya masuk ke tong sampah sejara. Adapun Republik Islam Iran, Alhamdullih masih tetap tegar berdiri."

Rahbar memberi perhatian bahwa kita tidak boleh berpikir sederhana, kita harus berhati-hati bahwa sekedar kerusakan sistem komputasi musuh tidak akan membuat kita berhasil. Ada faktor lain yang membuat efektif gerakan Revolusi Islam seperti bekerja dan berusaha, kehadiran rakyat di medan, dan kepercayaan mereka akan keharusan berpartisipasi di medan, percaya akan janji Tuhan. Sekedar duduk dan menyaksikan serta tidak berusaha, tidak akan membawa hasil. Para pejabat dengan hadir di medan dan bekerja dengan benar serta percaya kepada Tuhan, akan meningkatkan elemen kekuatan nasional dan secara praktis memproduksi kekuatan di mana salah satunya adalah memperkuat angkatan bersenjata sesuai dengan kebutuhan kawasan dan dunia. Seraya memuji manuver angkatan bersenjata terbaru, Rahbar mengatakan, "Penyelenggaraan manuver besar dan menakjubkan seperti ini, di kondisi sanksi, sejatinya peraihan jaminan keamanan nasional oleh putra bangsa di angkatan bersenjata dan ini sebuah kebanggaan."

Maraknya pemberitaan media asing membuat sebagian negara belum menyadari akan semakin lemahnya kekuatan Amerika dan kesalahan negara kawasan adalah menggantunkan keamanan nasionalnya kepada pihak asing  dan meski mereka membelanjakan miliaran dolar serta dihina dan juga mendengar pelecehan, pada akhirnya keamanan mereka tetap tidak terjamin; sama seperti di kasus beberapa tahun lalu Mesir dan Tunisia atau nasib Mohammad Reza Pahlevi. Ayatullah Khamenei mengaitkan kebingungan dan kepanikan rezim yang berafiliasi dengan AS di kawasan itu, terutama rezim Zionis, dan omong kosong mereka baru-baru ini dengan ketakutan dan kecemasan tentang realitas penurunan Amerika di lingkungan internasional dan domestik.

Di sinilah Rahbar sangat menekankan untuk berhati-hati atas kesalahan kita sendiri. Kita tidak boleh diintimidasi oleh musuh atau bergantung pada musuh dalam urusan politik dan ekonomi ... Kita harus melihat realitas batin dan mempromosikannya dan mengetahui bahwa jika kita dengan sekuat tenaga, takut kepada musuh, maka  kita akan gagal. Berharapkepada pihak asing yang dibangun di atas pemerkosaan, penjarahan dan gangguan; Itu akan menjadi kesalahan besar. Ketika kita sadar dan mengandalkan diri kita sendiri dan meminta bantuan Tuhan, kita ingin memastikan keamanan nasional diri kita sendiri, hasilnya adalah kehormatan yang Alhamdulillah dinikmati Republik Islam saat ini.

Ayatullah Khamenei menyarankan orang-orang yang secara tidak realistis mengkahi kemampuan dan kekuatan AS serta sejumlah kekuatan lainnya untuk melihat peristiwa terbaru di AS. Rahbar mengatakan, "Masalah jatuhnya Trump tidak disayangkan dengan jatuhnya presiden Amerika yang memalukan ini. Bukan jatuhnya citra AS, jatuhnya kekuatan Amerika. Tumbangnya sistem sosial dan Amerika. Mereka sendiri mengatakannya, para pakar politik juga bahwa Amerika rusak dari dalam. Jika peristiwa yang terjadi di Amerika terjadi di negara lain di belahan dunia, khususnya negara yang tidak disukai Washington, maka AS tidak akan membiarkannya begitu saja. Namun media-media Barat berusaha mencitrakan masalah di AS telah selesai, padahal masalahnya belum selesai dan masih terus berlanjut....Mereka sendiri mengatakan bahwa sistem sosial di negara ini rusak dari dalam, bahkan sebagian berbicara mengenai era pasca Amerika."

Seraya menyinggung statemen petinggi Eropa dan AS terkait JCPOA dan sanksi, Rahbar mengatakan, "AS dan troika Eropa (Prancis, Jerman dan Inggris) yang menginjak-injak komitmennya di JCPOA, tidak lagi berhak menentukan syarat di kesepakatan nuklir. Mereka sama sekali tidak menjalankan komitmennya di JCPOA, oleh karena itu mereka dalam hal ini tidak berhak menentukan syarat atupun persyaratan dan pihak yang berhak menentukan syarat untuk berlanjutnya kesepakatan nuklir adalah Iran. Alasannya adalah Iran sejak awal telah menjalankan komitmennya di JCPOA. Republik Islam Iran menjalankan seluruh komitmennya, mereka sebaliknya tidak melakukan apapun tapi malah melanggarnya. Kita berhak menentukan syarat untuk melanjutkan JCPOA dan kami telah menentukannya dan kami katakan tidak ada yang mundur darinya; syarat tersebut adalah jika mereka menghendaki Iran kembali ke komitmen penuhnya di JCPOA- yang sebagian ditangguhkan secara bertahap- maka Amerika harus mencabut total sanksinya; bukan sekedar di ucapan atau di atas kertas, tapi secara praktis mereka harus mencabutnya dan kami akan menverifikasinya dan kami juga harus merasa sanksi telah dicabut. Maka saat itu kami akan kembali ke komitmen penuh di JCPOA.Ini adalah kebijakan pasti Republik Islam Iran dan didukung seluruh pejabat negara serta kami tidak akan mundur dari kebijakan ini."

Di akhir pertemuan Rahbar menekankan seluruh pejabat untuk satu suara dan mengatakan, kesatuan suara pejabat pemerintah dan rakyat merupakan faktor utama melewati beragam kesulitan selama 42 tahun terakhir. Dan kesatuan suara dan koordinasi ini harus berlanjut. Rahbar juga merekomendasikan angkatan bersenjata terus memproduksi kekuatan dan menekankan, "Dengan Rahmat Ilahi dan doa Imam Zaman, masa depan bangsa dan negara Iran pastinya akan lebh baik dari hari ini."

Minggu, 14 Februari 2021 20:42

Mengenang Perjuangan Imam Hadi as

 

Kini, kita berada di hari syahadah Imam Ali al-Hadi as, imam kesepuluh Ahlul Bait. Pada 3 Rajab tahun 254 Hijriah di hari seperti ini Imam Hadi as mereguk cawan syahadah. Beliau dibunuh oleh anasir penguasa bani Abbasiah, setelah melihat keberadaan beliau menjadi ancaman bagi kekuasaannya.

Ahlul Bait Nabi Saw merupakan manusia sempurna dan yang dipilih oleh Allah Swt. Perilaku dan ucapan mereka menjadi teladan bagi kehidupan manusia dan manifestasi nilai-nilai ilahi. Mengenal teladan dan mengikuti cara hidup mereka bakal membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Salah satu pilar dasar imamah adalah pengetahuan Imam, dimana berdasarkan itu umat manusia dibebaskan dari tungku kehancuran. Karakter ilmiah Imam Hadi as dibentuk dari masa kecilnya dan sebelum mencapai keimamahan. Debat ilmiah, jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang meragukan agama dan pelatihan murid-murid terkemuka adalah contoh paling menonjol dari ketinggian ilmu Imam Hadi as.

Sejak masih kecil, beliau telah memecahkan masalah fiqih yang kompleks, dimana banyak orang lebih tua dan ulama sedang berjuang untuk memecahkannya. Musuh yang berpikiran sederhana beranggapan dalam mengalahkan reputasi keilmuan beliau dengan mempersiapkan debat ilmiah, tapi yang terjadi hanya rasa malu yang diterima.

Kehidupan sosial dan politik Ahlul Bait menunjukkan betapa sensitifnya tanggung jawab yang mereka pikul dalam melindungi dan menyebarkan agama di tengah-tengah masyarakat. Periode kehidupan mereka penuh dengan peristiwa yang mengancam masyarakat Islam, akibat kebodohan masyarakat waktu itu atau oleh para penguasa zalim. Di masa kehidupan Imam Ali al-Hadi as muncul sejumlah pemikiran dan keyakinan di tengah-tengah umat Islam. Pembahasan seperti melihat Tuhan, keyakinan akan Jabr (Determinasi) atau sebaliknya lebih menekankan kebebasan manusia. Sebagian lagi justru cenderung pada tasawwuf yang kemudian berusaha merasuki pikiran masyarakat umum.

Munculnya fenomena seperti ini berasal dari perubahan dalam kebijakan budaya penguasa Bani Abbasiah dan serangan pemikiran filsafat materialistik dari bangsa-bangsa lain ke tengah masyarakat Islam. Para khalifah pasca Ma’mun telah mengalokasikan dana luar biasa untuk menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani. Bahkan disebutkan bahwa para penerjemah mendapat upah emas seberat buku yang diterjemahkan.

Patut diketahui bahwa dana sebesar itu tidak seluruhnya untuk proyek pengembangan ilmu pengetahuan. Para penguasa Bani Abbasiah berusaha menyebarkan ilmu-ilmu non-Islam ke tengah-tengah umat Islam dan menyelenggarakan dialog-dialog ilmiah antara Ahlul Bait dan para pemikir guna merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan sejak awal. Mereka berusaha melemahkan pemikiran Ahlul Bait, tapi setiap kali mereka berusaha, selalu saja menemui jalan buntu.

Banyaknya mazhab pemikiran menyebabkan beragamnya pendapat yang berujung buruk pada pemisahan budaya di antara umat Islam. Para penguasa Bani Abbasiah memanfaatkan kondisi ini untuk melemahkan pemikiran dan keyakinan para pengikut Ahul Bait.

Di sini Imam Ali al-Hadi as dengan kecakapannya mampu membongkar strategi Bani Abbasiyah. Sekalipun Imam Hadi berada di bawah pengawasan ketat para penguasa Bani Abbasiah dan membatasi kesempatan beliau untuk berhubungan dengan para pengikutnya, Imam Hadi as secara cerdas menghadapi penyimpangan pemikiran mereka.

Keagungan karakter Imam Hadi as memaksa musuh dan teman mengakui dan menghormati beliau. Sebagian dari pengakuan ini berdasarkan pada kepribadian Imam itu, secara moral dan sebagian karena dimensi ilmiahnya adalah hasil dari keramat yang muncul dari dirinya. Sekaitan dengan hal ini, "Ibnu Shahr Ashoub" menulis, "Imam Hadi as adalah orang yang paling berakhlak dan jujur. Orang yang melihatnya dari dekat akan menyebutnya orang yang paling ramah dan bila mendengar apa yang diceritakan tentang beliau dari jauh, maka akan mendengarkan sifat manusia sempurna. Setiap kali Anda diam di depannya, kewibawaan dan kemuliaannya akan menarik Anda dan setiap kali Anda berbicara, kebesaran dan kemurahan hatinya terungkap kepada Anda. Beliau adalah keturunan dari Risalah dan Imamah dan pewaris kekhalifahan bak pohon penuh berkah risalah..."

Salah satu ajaran penting dan kunci dari pernyataan Imam Hadi as yang mencerahkan adalah perhatian yang diberikan kepada dunia fana dan perannya dalam mempromosikan kebahagiaan manusia. Imam Hadi as memperkenalkan dunia sebagai pasar di mana kelompok mendapat manfaat darinya dan kelompok lainnya merugi. Di mata Imam, yang tercela adalah keterikatan akan dunia dan cinta dunia, bukan dunia itu sendiri, tetapi karena manusia mencari keuntungan di pasar akan terikat pada dunia. Keterikatan pada kesenangan duniawi ini adalah sumber kesalahan manusia dan penderitaannya karena melakukan dosa. Penderitaan ini dalam materi yan fana dan keinginan duniawi, menghancurkan manusia dan menjadi sarana bagi kejatuhan dan kemerosotannya. Keuntungan dan kerugian pasar dunia bergantung pada banyak faktor dan keadaan.

Sebagian orang melihat dunia sebagai tempat peralihan dan mencoba membangun cadangan untuk akhirat di dunia. Mereka adalah orang yang di pasar dunia menempatkan metode Nabi Saw dan Ahlul Bait as yang melangkah di jalur penghambaan diri kepada Allah dan berusaha keras di jalan kebenaran dan keadilan. Orang-orang seperti ini akan sampai pada kebahagiaan di dunia dan akhirat.  Tetapi mereka yang menganggap dunia sebagai sesuatu yang permanen dan stabil, adalah tawanan hawa nafsu dan mengikuti setan serta dunia sebagai tujuannya. Mereka menjadi mainan dunia yang berkilau dan dosa yang mereka lakukan membuat mereka merugi dan akhirnya mereka mendapat azab ilahi di akhirat.

Imam Hadi as mengikuti secara penuh Sunnah Rasulullah Saw dan berusaha serius untuk merealisasikan persatuan umat Islam. Persatuan umat Islam merupakan prinsip dan nilai-nilai yang mendapat penegasan Nabi Muhammad Saw dan menurut beliau, kemuliaan dan kekuatan umat Islam di semua bidang berada di bawah cahaya persatuan dan solidaritas dalam menghadapi musuh bersama.

Imam Hadi as menerapkan mekanisme dan metode yang beragam untuk mempertahankan persatuan dan menciptakan koherensi di antara umat Islam. Salah satu mekanisme paling penting yang diterapkan beliau adalah penekanan akan dua prinsip bersama. Imam Hadi as sangat memperhatikan al-Quran dan perilaku Nabi Muhammad Saw sebagai dua prinsip bersama dalam kehidupan umat Islam dan bersandar pada keduanya dalam banyak kasus.

Dalam surat kepada para pengikut Syiah yang membahas mengenai perselisihan mereka, beliau menulis, "... Sesungguhnya seluruh umat Islam sepakat bahwa al-Quran itu benar dan tidak ada keraguan di dalamnya... Karenanya, ketika al-Quran bersaksi akan kebenaran sebuah riwayat, maka umat Islam harus mengakui riwayat tersebut. Karena ketika semua sepakat akan prinsip kebenaran al-Quran, keluarnya sekelompok umat Islam dari prinsip ini sama artinya dengan keluar dari umat Islam." Dengan demikian, sesuai dengan yang disampaikan Imam Hadi as, tidak ada satupun muslim yang meragukan prinsi al-Quran. Dari sini, bila al-Quran membenarkan sebuah berita, semua umat Islam harus menerimanya.

Imam Hadi as di sebagian urusan mazhab dan khususnya orang-orang Syiah menetapkan metode dan perilaku Rasulullah Saw sebagai parameter dalam pekerjaannya. Sebagai contoh, ketika sakit, beliau meminta kepada Abu Hasyim al-Ja'fari, seorang alim dan tokoh Syiah untuk mengirim seseorang dari yang dikenal dan Syiah ke Karbala untuk berdoa demi kesembuhan dirinya. Abu Hasyim mengutus seorang bernama Ali bin Bilal yang menerima perintah tersebut. Ia berkata, Imam sejajar dengan pribadi yang berada di Hair. Yakni, Imam Hadi as sejajar dengan Imam Husein sebagai Imam dan doa beliau untuk dirinya sendiri tentu lebih unggul dariku dan lebih cepat diijabahi.

Abu Hasyim mengabarkan berita ini kepada Imam dan sebagai jawabannya beliau berkata, "Nabi Muhammad Saw lebih mulia dari Ka'bah dan Hajar al-Aswad, tapi tetap mengitari dan thawaf mengelilingi Ka;bah dan mencium Hajar al-Aswad. Allah Swt memiliki tempat di bumi yang disukai agar manusia beribadah di sana dan di tempat-tempat yang diinginkan Allah ini, bila ada yang memohong kepada-Nya, pasti Allah kabulkan. Kuburan Imam Husein as termasuk salah satu dari tempat tersebut."

 

Di bulan Rajab lahir pula manusia-manusia suci dan besar di sejarah umat Islam. Salah satunya adalah Imam Mohammad Jawad as.

Imam Muhammad Jawad lahir pada bulan Rajab 195 H dan mereguk cawan syahadat pada hari terakhir bulan Dzulqaidah tahun 220 H. Beliau menjadi imam di usia delapan tahun melanjutkan ayahnya yang syahid.

Imam Jawad sebagaimana ayahnya Imam Ridha memainkan peran penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai agama Islam di tengah masyarakat. Beliau menyebarkan ilmu al-Quran, akidah, fiqh, hadis, dan ilmu keislaman lainnya. Salah satunya mengenai tafsir al-Quran. Imam Jawab menjawab pertanyaan mengenai makna dan tafsir sejumlah ayat al-Quran.

Imam Jawad memang berumur belia saat meninggalkan dunia yang fana. Namun usia 25 tahun yang beliau lewati telah meninggalkan warisan ilmu dan khazanah hikmah yang tak terbatas. Sejarah menyebutkan nama 150 orang yang pernah berguru kepada Imam Jawad as dan mendapat bimbingan beliau. Diantara mereka, nampak nama-nama para tokoh yang dikenal figur besar di bidang keilmuan dan fiqh.

Imam Jawad memiliki kepedulian yang besar kepada masalah ilmu dan pendidikan. Beliau pernah berkata, "Tuntutlah ilmu sebab mencari ilmu adalah kewajiban bagi semua orang. Ilmu mempererat jalinan antara saudara seagama dan simbol kemuliaan. Ilmu adalah buah yang paling sesuai untuk hidangan sebuah pertemuan. Ilmu adalah kawan dalam perjalanan dan penghibur dalam keterasingan dan kesendirian."

Beliau dalam sebuah riwayat mengatakan, "Empat hal yang menjadi faktor keberhasilan orang dalam melakukan perbuatan baik dan amal salih adalah kesehatan, kekuatan, ilmu dan taufik dari Allah Swt."

Keutamaan ilmu dan kemuliaan akhlak Imam Jawad begitu harum semerbak di tengah masyarakat, hingga penguasa yang merasa terancam dengan popularitas sang Imam merancang sebuah konspirasi untuk menjatuhkan citra beliau. Pada hari yang telah ditentukan, penguasa Abbasiyah bersama Yahya bin Aktsam memasuki majelis besar yang dihadiri oleh orang-orang terhormat, bangsawan, dan para pejabat pemerintahan. Kemudian, datanglah Imam Jawad as ke majelis itu. Orang-orang yang hadir di dalam majelis itu berdiri menyambut kedatangan beliau.

Makmun berkata kepada Imam Jawad, "Yahya bin Aktsam ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu." "Silahkan bertanya apa pun yang ia ingin ditanyakan", jawab Imam Jawad. Yahya mulai melontarkan pertanyaannya kepada Imam, "Apa pendapatmu tentang orang yang mengenakan pakaian Ihram dan berziarah ke Ka'bah, pada saat yang sama ia juga pergi berburu dan membunuh seekor binatang di sana?"

Imam Al-Jawad berkata, "Wahai Yahya, kau telah menanyakan sebuah masalah yang masih sangat umum. Mana yang sebenarnya ingin kau tanyakan; apakah orang itu berada di dalam Tanah Haram atau di luar? Apakah ia tahu dan mengerti tentang larangan perbuatan itu atau tidak? Apakah dia membunuh binatang itu dengan sengaja atau tidak? Apakah dia itu seorang budak atau seorang merdeka? Apakah pelaku perbuatan itu menyesali perbuatannya atau tidak? Apakah kejadian ini terjadi pada malam atau siang hari? Apakah perbuatannya itu untuk yang pertama kali atau kedua kalinya atau ketiga kalinya? Apakah binatang buruan itu sejenis burung atau bukan? Apakah binatang buruan itu besar atau kecil?"

Mendengar jawaban dari  Imam  Jawad yang saat ini berusia sangat muda, Yahya bin Aktsam, takjub dan dari raut mukanya terlihat ketidakberdayaannya. Ia pun mengakui keilmuan Imam Jawad.

Imam Jawad juga memiliki sahabat dan murid-murid yang berjasa dalam penyebaran keilmuan Islam. Di antaranya adalah Muhammad Bin Khalid Barqi yang menulis sejumlah karya di bidang tafsir al-Quran, sejarah, sastra, ilmu hadis dan lainnya.

Mengenai pentingnya Ilmu pengetahuan, Imam Jawad berkata, "Beruntunglah orang yang menuntut ilmu. Sebab mempelajarinya diwajibkan bagimu. Membahas dan mengkajinya merupakan perbuatan baik dan terpuji. Ilmu mendekatkan saudara seiman, hadiah terbaik dalam setiap pertemuan, mengiringi manusia dalam setiap perjalanan, dan menemani manusia dalam keterasingan dan kesendirian."

Imam Jawad senantiasa menyerukan untuk menuntut ilmu dan menyebutnya sebagai penolong terbaik. Beliau menasehati sahabatnya supaya menghadiri majelis ilmu dan menghormati orang-orang yang berilmu.

Mengenai pembagian ilmu, Imam Jawad berkata, "Ilmu terbagi dua, yaitu ilmu yang berakar dari dalam diri manusia, dan ilmu yang diraih dari orang lain. Jika ilmu yang diraih tidak seirama dengan ilmu fitri, maka tidak ada gunanya sama sekali. Barang siapa yang tidak mengetahui kenikmatan hikmah dan tidak merasakan manisnya, maka ia tidak akan mempelajarinya. Keindahan sejati terdapat dalam lisan dan laku baik. Sedangkan kesempurnaan yang benar berada dalam akal."

Imam Jawad menyebut ilmu sebagai faktor pembawa kemenangan dan sarana mencapai kesempurnaan. Beliau menyarankan kepada para pencari hakikat dan orang-orang yang mencari kesempurnaan dalam kehidupannya untuk menuntut ilmu. Sebab ilmu akan membantu mencapai tujuan tinggi baik dunia maupun akhirat.

Imam Jawad dalam salah satu pesan kepada para sahabatnya mengungkapkan, "Setiap kali Allah Swt menambah dan memperbanyak nikmat-Nya kepada seseorang, maka kebutuhan masyarakat terhadap Zat Yang Maha Kuasa ini juga semakin besar. Apabila manusia tidak mau menanggung jerih payah ini, yakni apabila manusia tidak mau berusaha untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, maka nikmat-nikmat tersebut akan dicabut."

Imam Jawad dikenal di tengah masyarakat dengan sifat rendah hati dan tawadhu, serta akhlakul karimah. Imam Jawad dikenal sangat dermawan dan lapang dada, dan dengan alasan inilah beliau dijuluki Jawad yang berarti sangat dermawan dan lapang dada. Tak seorang pun yang datang kepada beliau kembali dengan tangan hampa.

Imam Jawad selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat meski disampaikan melalui surat. Oleh karena itulah kecintaan kepada Imam selalu melekat di hati para pengikutnya, walaupun terdapat jarak yang jauh antara beliau dengan pengikutnya.

Imam Jawad berkata, "Allah Swt menganugerahkan nikmat-Nya yang berlimpah kepada sekelompok orang untuk disalurkan lewat derma kepada orang lain. Jika menolak berinfak, maka Allah akan menarik rezeki-Nya dari mereka."

Menurut beliau, harta adalah amanat yang diberikan Allah kepada sebagian hamba-Nya sebagai perantara atau untuk menjadi ujian bagi mereka. Karena itu, siapa saja yang mendapatkan harta dari Allah hendaknya memandang harta itu sebagai titipan Allah untuk mengabdi dan membantu orang lain. Dalam hadis yang lain, beliau berkata, "Anugerah pemberian Allah kepada hamba-Nya tidak akan bertambah banyak kecuali ketika kebutuhan orang lain kepadanya meningkat. Karena itu orang yang tidak sanggup menerima amanat ini dan tidak bersedia membantu orang lain, maka Allah akan menarik rezeki dari tangannya."

 

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, Rabu (17/2/2021) dalam pidato memperingati kebangkitan bersejarah rakyat Tabriz, Provinsi Azerbaijan Timur, menjelaskan sejumlah capaian besar Republik Islam.

Pada 18 Februari 1978, masyarakat Tabriz turun ke jalan-jalan bertepatan dengan 40 hari pembunuhan orang-orang Qum oleh pasukan rezim Shah Pahlevi. Mereka memprotes kediktatoran yang dilakukan rezim Shah dan menyuarakan gerakan anti-Shah.

Ayatullah Khamenei dalam pidatonya melalui konferensi video, menyapa masyarakat Tabriz dan Azerbaijan Timur, dan berkata, “Setiap tahun, kita biasa bertemu dengan kalian di Husainiyah ini (Husainiyah Imam Khomeini Tehran) dan saya senang atas kehadiran kalian semua. Sayangnya, tahun ini (kondisi) tidak memungkinkan untuk melakukannya dan ini adalah salah satu dari berbagai pasang surut dalam kehidupan.”

“Saya percaya bahwa jika bukan karena gerakan berani yang dilakukan oleh orang-orang Tabriz pada tanggal 29 Bahman (18 Februari 1978), maka gerakan berdarah masyarakat Qom mungkin secara bertahap dilupakan, seperti gerakan 15 Khordad yang secara bertahap sedang dilupakan. Tentu saja, setelah revolusi, ia dihidupkan kembali, tetapi sebelum revolusi orang-orang secara bertahap melupakan apa yang telah terjadi di Tehran, Qom, Varamin dan kota-kota lain pada 15 Khordad tahun 1342,” kata Rahbar.

Ayatullah Sayid Ali Khamenei.
Menurutnya, kebangkitan rakyat Qum pada 19 Dey mungkin juga akan mengalami nasib yang sama jika masyarakat Tabriz tidak bangkit. Namun, rakyat telah menciptakan epik 29 Bahman dan memberikan semangat baru bagi gerakan revolusioner.

Pada kesempatan itu, Ayatullah Khamenei mengucapkan selamat kepada semua masyarakat Tabriz dan Azerbaijan serta rakyat Iran atas datangnya bulan Rajab dan menyampaikan harapan agar setiap orang memperoleh manfaat dari berkah maknawi bulan ini.

Rahbar mencatat bahwa hal yang sangat penting adalah; Tabriz dan Azerbaijan selalu memiliki dua kriteria dan identitas yang permanen dan abadi. Pertama adalah ikatan yang kuat pada Islam dan kesalehan, dan kedua adalah komitmen yang kuat untuk Iran. Keduanya memiliki arti yang sangat penting bagi Islam dan Iran. Rakyat Azerbaijan selalu melawan orang-orang asing yang ingin mencabik-cabik berbagai bagian Iran di wilayah itu dan berhasil menjaga keutuhan negara.

Menurut Ayatullah Khamenei, Azerbaijan adalah benteng kuat Iran dalam melawan serangan asing. Kita selalu menjadi target serangan yang dilancarkan oleh para tetangga yang agresif - Tsar Rusia, Kekaisaran Ottoman, dan Uni Soviet. Jika bukan karena Azerbaijan dan Tabriz serta perlawanan, ketabahan dan pengorbanan mereka, maka serangan-serangan itu mungkin akan mencapai daerah-daerah tengah negeri ini. Azerbaijan adalah benteng yang kuat yang selalu menangkis dan menggagalkan serangan tersebut.

Azerbaijan khususnya Tabriz adalah daerah yang telah melahirkan para tokoh luar biasa di bidang sains, seni, dan politik. “Selama 150 tahun terakhir - saya belum mempelajari era sebelumnya – baik di bidang ilmu agama maupun ilmu alam – merupakan daerah teladan dan benar-benar menghasilkan para elit karena mendidik faqih, cendekiawan, orator, dan ilmuwan hebat. Jadi, Azerbaijan dikenal karena mengembangkan kepribadian luar biasa di bidang ilmiah dan seni,” jelasnya.

Ayatullah Khamenei kemudian bertanya, hal apa yang dapat memberikan identitas dan kekuatan pada suatu bangsa dan sebuah gerakan? Pertama, memiliki infrastruktur ideologis yang kokoh. Menurutnya, penyebab mengapa banyak negara yang telah melakukan revolusi dan bergerak melawan hegemoni, arogansi, penindasan serta tirani, kembali ke era sebelumnya setelah periode yang singkat – setelah periode lima tahun atau setelah 10 tahun – dan mengikuti jalur pendahulunya adalah karena mereka tidak memiliki infrastruktur ideologis yang kuat.

“Musuh utama kekuatan hegemonik adalah infrastruktur ideologis yang merupakan infrastruktur Islami. Infrastruktur ini berbasis ajaran Islam dan telah dijelaskan secara detail oleh Imam Khomaini ra,” tambahnya.

Selain itu, pelajaran berharga juga dapat dipetik dari para pemikir revolusioner kita, para pemikir seperti Shahid Muthahhari, Shahid Beheshti dan lainnya hingga sekarang. Para pemikir ini mendapatkan basis ideologis dari al-Quran dan ajaran Islam. Tentu saja, saya sangat yakin bahwa kekuatan intelektual pemerintahan Islam harus menyelesaikan dan melanjutkan jalan ini. Mereka harus meningkatkan, mempromosikan, dan memperbarui ideologi ini setiap hari karena dengan munculnya persoalan baru, maka diperlukan jawaban baru. Jawaban baru ini harus diberikan kepada orang-orang yang mencarinya, para peneliti dan pemuda.

“Hal ini (basis ideologis) perlu, tetapi dalam praktiknya kita juga memerlukan hal lain karena keberadaan infrastruktur saja tidak cukup. Lalu apa yang kita butuhkan dalam praktiknya? Rasa tidak takut, tidak kenal lelah, tidak berputus asa, dan tidak malas serta tidak terjebak dalam permainan musuh dan membantunya. Ini dibutuhkan dalam tindakan nyata,” ungkap Ayatullah Khamenei.

Dan kita harus siap berkorban di tempat yang tepat. Ini berarti bahwa dalam kasus-kasus tertentu, kita perlu berkorban dan mempertaruhkan nyawa kita. Seperti Syahid Soleimani yang siap mengorbankan nyawanya. Begitulah cara dia memasuki berbagai arena. Hal yang sama berlaku untuk syahid terkasih lainnya seperti Syahid Bakeri.

Dalam pandangan Ayatullah Khamenei, bangsa Iran di usi 42 tahun Revolusi Islam tetap tidak lelah meskipun ada banyak masalah. Buktinya adalah partisipasi luas masyarakat pada acara tasyi’ jenazah Syahid Soleimani dan juga selama acara pawai 22 Bahman tahun ini. Di tengah pandemi Corona, masyarakat melakukan inovasi baru dan tidak membiarkan pawai hari kemenangan Revolusi Islam dibatalkan.

“Kapan pun jihad ini ada, maka ia akan diikuti oleh bimbingan dari Allah Swt. Dengan kata lain, setiap kali jihad dan pengorbanan diri ada, Allah tidak akan meninggalkan kita sendirian. ‘Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.’ Ketika hamba-Nya menunjukkan ketekunan, maka Allah Swt akan memberikan petunjuk-Nya kepada mereka,” jelas Rahbar.

Selain bimbingan Ilahi, seseorang akan mendapatkan keuntungan berupa kesuksesan dan kemajuan. ‘Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak)’ Kata Ma’an Ghadagha berarti memuaskan dahaga dengan air segar dan berlimpah. Para ahli tafsir mengatakan bahwa ungkapan ini berarti menyelesaikan semua masalah dalam hidup. Jika kalian menunjukkan ketabahan dan perlawanan – artinya tidak akan menyimpang dari jalan dan jika tetap mengambil jalan yang lurus – maka persoalan dalam hidup pasti akan terselesaikan dan kekurangan akan teratasi.

Di bagian lain pidatonya, Ayatullah Khamenei mengatakan Revolusi Islam telah mengubah pengelolaan negara dari pemerintahan diktator, monarki, dan individualis menjadi pemerintahan yang populer, republik dan demokratis. Saat ini masyarakat bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri. Mereka-lah yang memilih. Mereka mungkin memilih dengan buruk, tetapi mereka-lah yang memilih. Ini masalah yang sangat penting. Sebelumnya, hak tersebut tidak ada dan negara adalah sebuah negara diktator. Semuanya ada di tangan rezim.

Berbicara mengenai kesepakatan nuklir JCPOA, Rahbar menandaskan, “Kami telah berbicara tentang kebijakan Republik Islam dalam JCPOA. Hal tertentu disampaikan dan janji tertentu dilontarkan. Saya hanya ingin mengatakan ini, ‘Kami telah mendengar banyak kata-kata dan janji manis, tetapi dalam praktiknya, mereka tidak dilaksanakan dan justru sebaliknya, mereka telah bertindak melawan janji-janji itu.’”

“Tidak ada gunanya berbicara. Tidak ada gunanya memberi janji. Kali ini hanya aksi nyata yang penting! Jika kami melihat tindakan di pihak lain, kami akan mengambil tindakan juga. Kali ini, Republik Islam tidak akan puas mendengar kata-kata dan janji ini dan itu,” pungkasnya. 

 

Kota Madinah pada 3 Sya’ban tahun 4 Hijriah menjadi tuan rumah kelahiran anak dari keluarga Nabi. Keluarga yang kerap disebut Rasulullah sebagai Ahlul Bait Nabi pasca turunnya ayat Tathir. Nabi pun senantiasa mengucapkan salam kepada keluarga ini.

Di hari yang berbahagia tersebut, Nabi berdiri di samping pintu rumah Fatimah. Beliau menunggu terbitnya cahaya Husein as. Ketika dunia diterangi cahaya suci Husein, nabi kemudian berkata, Asma’ bawa kesini anakku! Asma’ menjawab, Ya Rasulullah! Aku belum membersihkan bayi ini dan menyiapkannya. Dengan penuh keheranan Nabi bertanya, Kamu membersihkannya? Asma’ kemudian memandang Nabi dan akhirnya ia memahami pertanyaan beliau. Asma’ pun membawa Husein kepada Rasulullah. Nabi kemudian merangkul cucunya, menciumnya dan secara perlahan berbicara kepadanya.

Husein adalah kecintaan Rasulullah. Ia akan tenang ketika dalam pelukan Nabi dan hati Rasulullah akan gembira saat bertemu dengan Husein. Masa kecil Husein dilalui dengan kenangan manis bersama kakek tercintanya, Rasulullah. Terkadang pundak Rasulullah menjadi tempat duduk Husein dan terkadang tangan beliau menggandeng sang cucu kesana kemari. Semua orang menyaksikan ciuman Rasulullah ke wajah Husein. Nabi berbicara dengan Husein menggunakan bahasa anak-anak serta sangat menyayanginya.

Terkait kasih sayangnya yang besar terhadap Husein, Nabi dengan transparan menjelaskan, “Kasih sayang yang Aku limpahkan kepada Husein, lebih besar lagi dari apa yang kalian saksikan.” Sabda Nabi ini telah mengarahkan manusia pada hakikat bahwa kasih sayang yang dilimpahkan Rasulullah kepada anak kecil ini, bukan sekedar kecintaan keturunan dan keluarga, tapi sebuah kecintaan Ilahi. Telah jelas bahwa Nabi bukan manusia biasa. Menurut al-Quran, seluruh perilaku dan ucapan Nabi bukan bersumber dari pribadi dan hawa nafsu, seperti yang dijelaskan dalam Surat An-Najm ayat 3-4 yang artinya, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”

Oleh karena itu, Allah Swt berfirman dalam Surat al-Ahzab ayat 21 yang artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Kecintaan besar Rasulullah Saw kepada Husein banyak dimuat di berbagai kitab, bahkan kitab-kitab dari Ahlu Sunnah pun banyak menukilnya.

Di antaranya adalah sebuah riwayat yang menyebutkan, sekelompok orang bersama Rasulullah pergi bertamu, Nabi pun berjalan di depan dan mendahului kelompok ini. Di tengah jalan, Nabi bertemu dengan Husein. Nabi ingin memeluk Husein, namun cucunya tersebut lari kesana kemari. Nabi menyaksikan tingkah laku cucunya dan kemudian mengejarnya. Ketika berhasil memegang Husein, Rasul kemudian memeluk dan menciumnya. Selanjutkan Nabi menghadap kepada masyarakat dan bersabda, “Husein dariku dan Aku dari Husein. Siapa saja yang mencintai Husein, maka Allah akan mencintainya.” (Hadis ini diriwayatkan dari Musnad Ahmad jilid 4, Sunan Ibnu Majah jilid 1 dan Manaqib Ibn Sharashub jilid 3)

Imam Husein memiliki karakteristik unggul di berbagai dimensi. Imam bahkan unggul dari manusia lain di seluruh kesempurnaan, keutamaan dan ibadah. Imam Husein memiliki ibadah dan penghambaan khusus, karena sejak masih berada di kandungan ibunya, Fatimah as hingga kepala beliau dipenggal oleh jahiliyah Umawiyah, Imam Husein senantiasa sibuk dengan memuji dan bertasbih kepada Allah Swt serta bacaan al-Quran terus terdengar dari mulut suci beliau. Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad, putra beliau menceritakan tentang ibadah sang ayah dan bersabda, “Ayahku, Husein bin Ali bin Abi Thalib menghabiskan waktu malamnya dengan ruku’, sujud dan berdoa kepada Allah Swt. Setiap malam, ayahku banyak mengerjakan shalat.”

Imam Husein adalah penjaga ajaran agama dan sunnah Rasulullah. Beliau dengan gigih memajukan tujuan dan misi suci Islam. Salah satu karakteristik Imam Husein adalah cinta kebebasan dan membenci kezaliman. Beliau adalah pahlawan yang tidak pernah bersedia berdampingan dengan kezaliman dan depotisme. Beliau dikenal sebagai peletak metode kebebasan dan nilai-nilai kemanusiaan, di mana seluruh pencinta kebebasan dan anti kezaliman serta pejuang di jalan keadilan harus mengambil teladan darinya.

Sikap anti kezaliman dan keberanian Imam Husein tercermin nyata ketika dipaksa untuk berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah yang jelas-jelas fasid dan melakukan dosa secara terang-terangan. Beliau bersabda, “Husein tidak akan tunduk pada kehinaan...”Menghormati kepribadian seseorang merupakan karakteristik unggul lain Imam Husein. Dalam hal ini Imam akan berbuat sedemikian hati-hati dalam menegur kesalahan orang lain sehingga orang tersebut tidak akan merasa malu akan kesalahannya tersebut.

Diriwayatkan bahwa Imam Husein menyaksikan seseorang melakukan kesalahan dalam berwudhu dan orang tersebut membutuhkan bimbingan wudhu yang benar. Namun karena takut membuat malu orang tersebut, Imam akhirnya memikirkan cara yang lebih baik supaya tidak menyinggung orang ini. Imam Husein kemudian mengajak saudaranya, Imam Hasan as untuk berlomba wudhu dan meminta orang tersebut sebagai wasit. Dengan demikian Imam telah memberikan pelajaran wudhu yang benar secara tidak langsung kepada orang ini.

Akhirnya orang tersebut memahami kesalahannya dan mendapat pelajaran wudhu yang benar. Orang tersebut berkata kepada kedua cucu Rasulullah, “Kalian berdua telah wudhu dengan benar, dalam hal ini Aku yang keliru dan tidak memahami kewajibanku dengan benar. Kalian berdua dengan tepat telah memberi pelajaran kepadaku bagaimana wudhu yang benar.”

Imam Husein juga terkenal sangat menghormati hak-hak orang lain. Diceritakan seorang bernama Abdurrahman telah mengajari surat al-Fatihah kepada salah satu anaknya, kemudian Imam memberinya hadiah seribu dinar dan seribu pakaian serta berbagai hadiah lainnya. Orang tersebut sangat takjub dengan pemberian Imam. Imam Husein yang menyaksikan kondisinya, lantas berkata, “Semua hadiah ini tidak berarti dengan apa yang telah kamu lakukan.”

Karakteristik lain Imam Husein as adalah kelembutan beliau kepada orang lain dan suka bersahabat, khususnya kepada mereka tertimpa kemurungan dan kesedihan dalam mengarungi kehidupan yang pasang surut ini, atau mereka menghadapi kesulitan besar dan menemui jalan buntu. Diceritakan Imam Husein pergi mengunjungi Usamah bin Zaid. Sesampainya di rumah Usamah, Imam menyaksikannya dalam kondisi murung dan sedih. Imam kemudian bertanya kepada Usamah apa yang menyebabkannya terlihat begitu sedih. Usama pun kemudian mengungkapkan kesedihannya dihadapan Imam Husein.

Usamah berkata, “Aku memikul hak orang lain di pundakku. Aku berhutang kepada orang lain dan Aku berharap selama masih hidup mampu mengembalikan hutang tersebut. Aku tidak ingin mati dengan membawa beban hutang.” Setelah mendengar penuturan Usamah, Imam Husein langsung memerintahkan untuk melunasi hutang Usamah. Saat itulah, Usamah dengan hati lapang meninggalkan dunia yang fana ini.

Salah satu karakteristik unggul lain Imam Husein adalah infak secara ikhlas baik itu infak secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, kepada orang yang tak dikenal atau tidak. Malam hari Imam Husein tak segan-segan memanggul bahan makanan dan kebutuhan hidup bagi mereka yang membutuhkan dan anak-anak yatim serta meletakkannya di depan pintu rumah mereka.

Oleh karena itu, di hari Asyura, terlihat bekas-bekas di pundak beliau yang menunjukkan bahwa beliau sering memanggul barang berat. Ketika Imam Sajjad ditanya sebab dari bekas-bekas tersebut, beliau berkata, “Itu adalah bekas dari memanggul sedekah dan hadiah secara sembunyi-sembunyi yang dipikul ayahku pada malam hari dan diberikan kepada anak yatim serta orang-orang miskin.

 

Ketika bulan Sya'ban tahun 26 Hijriah Qamariah menginjak hari keempat terlahir seorang anak penuh berkah yang membuat keluarga Imam Ali as bergembira. Ia diberi nama Abbas.

Hazrat Abbas dianggap sebagai manifestasi kesopanan dan loyalitas. Jika bepergian ke Karbala, Anda akan melihat dua makam suci di Bain al-Haramain yang berjarak 378 meter. Kedua makam suci ini bercahaya di puncak keagungan dan kebesaran. Yah, ketika melihat, seolah-olah Anda sedang melihat pembawa bendera Karbala, yang berada pada puncak solidaritas, setelah kematian, masih tetap bertahan sebagai pelindung saudara lelakinya. 

Ia begitu menjaga tata krama, sehingga tidak akan duduk tanpa izin dari Imam Husein as. Ia selalu menggunakan ungkapan yang sopan saat memanggil Imam Husein as dengan "keturunan Nabi Allah", "tuanku" dan "junjunganku" demi menjaga derajat dan posisi saudaranya. Mungkin inilah sebabnya banyak peziarah saat memasuki Bain al-Haramain pertama mengucapkan salam kepada Hazrat Abbas dan dengan izinnya mereka kemudian menziarahi Imam Husein as dan setelah itu kembali lagi menziarahi Hazrat Abbas. Kami mengucapkan selamat atas kelahiran Hazrat Abbas kepada semua mujahid yang mencapai derajat veteran.

Peringatan kelahiran Abul Fadhl al-Abbas
Tepat hari keempat dari bulan Sya'ban tahun 26 Hijriah Qamariah, seorang bayi laki-laki lahir di tengah keluarga Imam Ali as yang membuat keluarga ini berbahagia. Mereka menamakannya dengan Abbas. Ia melangkah di rumah yang meskipun tidak dihiasi dengan perhiasan duniawi, tapi dipenuhi dengan cahaya iman. Sejak awal di rumah tersebut, ia terbiasa dengan konsep keadilan dan perjuangan melawan kezaliman. Dari sini, muncul sarana bagi ketegaran dan pengabdian di jalan yang benar dalam dirinya.

Di masa kecilnya, Abbas dapat menyaksikan ayahnya yang berharga, sebagai cerminan iman, memiliki pengetahuan dan kesempurnaan di depannya. Ucapan ilahi dan perilaku langitnya begitu mempengaruhi dirinya. Abbas menggunakan pengetahuan dan wawasan Ali as. Sekaitan dengan kesempurnaan dan kedinamisan anaknya, Imam Ali as berkata, "Sesungguhnya, Abbas, anak saya telah belajar berbagai pengetahuan dari saya di masa kecilnya, sebagaimana bayi burung dara yang mengambil makanan dan air dari ibunya." Abbas mendapat didikan di linkungan yang sumber tauhid mengalir di sana. Mendapat pendidikan oleh Ali as yang disebut oleh Nabi Muhammad Saw sebagai pintu gerbang ilmu dan selalu terpesona akan Zat Ilahi membuat hari-hari remaja dan pemuda Abbas penuh dengan kesucian dan berkah, sehingga di masa depan, Hazrat Abbas tampil menjadi simbol istiqamah, benteng, perjuangan dan kepahlawanan.

Hazrat Abbas bersama dua cucu Nabi Muhammad Saw, Hasan dan Husein, berada dalam kelas yang sama mempelajari prinsip-prinsip kebajikan. Ia selalu bersama dengan Husein as dan menjadi teladan perilakunya bagi jiwanya. Imam Husein as yang menyadari loyalitas suci saudaranya, Abbas, beliau mendahulukannya dari seluruh keluarganya dan dengan tulus berbaik hati kepadanya. Teladan pendidikan Abbas mendorongnya ke tingkat reformator kemanusiaan besar yang mengubah jalan sejarah dengan pengorbanan dan upaya berkelanjutan untuk menyelamatkan komunitas manusia dari kehinaan dan untuk menghidupkan kembali cita-cita kemanusiaan yang hebat. Sejak awal pertumbuhannya, anak ini telah belajar untuk berjuang di jalan meningkatkan kalimat kebenaran dan mengibarkan bendera tauhid, begitu juga ia telah mencapai keyakinan di dalam jiwanya dan berkelindan erat dengan hatinya.

Sejarah memberi tahu kita bahwa Ali as sangat berkomitmen dalam membina anak-anaknya dan Abbas, di samping pendidikan spiritual dan moral, dari sisi fisik ia dididik dan tumbuh sampai pada titik di mana kebugaran dan kemampuan Abbas mewakili kemampuan dan kesiapan fisiknya. Selain kelebihan keturunan yang diwarisi oleh Abbas dari ayahnya, kegiatan sehari-hari, termasuk membantu ayahnya mengairi kebun kurma, mengalirkan air sungai ke perkebunan dan menggali sumur, serta melakukan permainan seperti remaja yang lain memperkuat kekuatan fisiknya. Ali as mengajarkan Abbas sesuai anjuran Nabi tentang olahraga pemuda dan remaja, termasuk menunggang kuda, memanah, gulat dan berenang serta beliau mengajarkan sendiri kepada Abbas seni perang.

Peringatan kelahiran Abul Fadhl al-Abbas
Kekuatan iman kepada Tuhan dan keteguhan di dalamnya adalah salah satu kelebihannya yang paling menonjol. Sang ayah mendidiknya dengan keyakinan yang didasarkan pada pengetahuan dan kontemplasi tentang kebenaran dan rahasia alam; keyakinan yang dideskripsikan sendiri, "Jika tabir disibakkan untuk saya, tidak akan menambah keyakinan saya."

Iman yang dalam dan mengakar ini telah bergabung dengan partikel-partikel wujud Abbas dan menjadikannya salah satu manusia hebat dalam takwa dan tauhid. Iman yang agung dan berkelanjutan inilah yang membuatnya mengorbankan dirinya dan saudara-saudaranya di jalan Allah dan hanya kepada Allah.

Berani dan keberanian adalah tanda yang paling mencolok dari seorang pria. Karena itu adalah tanda kekuatan dan ketegaran dalam menghadapi peristiwa. Abul Fadhl Abbas mewarisi sifat ini dari ayahnya yang merupakan manusia paling berani dan pamannya yang merupakan pahlawan Arab yang terkenal.

Abul Fadhl Abbas adalah dunia kepahlawanan dan seperti yang dikatakan para sejarawan, ia tidak pernah takut dalam perang yang diikutinya bersama ayahnya. Dikatakan bahwa dalam panasnya pertempuran Siffin, seorang pemuda terpisah dari barisan pasukan Islam yang memiliki topeng di wajahnya. Ia maju dan melepas topeng dari wajahnya, menantang pasukan lawan untuk duel dengan berapi-api. Umurnya diperkirakan sekitar tujuh belas tahun.

Muawiyah menoleh ke Abu Sya'tsa, seorang panglima perang yang kuat di pasukannya dan memerintahkannya untuk melawannya. Abu Sya'tsa dengan suara keras menjawab, "Orang-orang menyebut makan malam saya sama dengan seribu pasukan berkuda, tapi engkau ingin mengirim saya untuk berperang dengan seorang remaja? Ia kemudian memerintahkan salah satu anaknya untuk berperang dengan Hazrat Abbas. Setelah beberapa saat, Abbas berhasil membuatnya terbaring dengan darah menyelimutinya. Ketika debu perang hilang, Abu Sya'tsa benar-benar kaget menyaksikan anaknya terbaring dalam darah dan tanah. Ia memiliki tujuh anak laki-laki. Kemudian ia memerintahkan anaknya yang lain, tapi hasilnya tidak berubah. Satu persatu dari anaknya dikirim untuk berperang dengan Abbas, tapi pemuda pemberani itu membunuh semuanya. Abu Sya'tsa yang melihat martabat dan latar belakang perang keluarganya nyaris sirna, akhirnya ia sendiri masuk berperang dengan Abbas, namun hasilnya tetap sama, Abbas berhasil membunuhnya. Setelah itu tidak ada yang berani melawannya. Para sahabat Imam Ali as takjub dan heran dengan keberaniannya. Ketika ia kembali ke pasukannya, Ali as melepas topeng dari wajah anaknya dan membersihkan wajahnya dari debu."

Ketika Imam Ali as gugur syahid, Abbas membuat perjanjian dengan ayahnya untuk menemani dan mendukung saudara-saudaranya. Selama hidupnya dia tidak pernah melangkah lebih dari mereka. Selama masa Imam Hasan as dan berdamai dengan Muawiyah, Abbas menerapkan prinsip kepatuhan tanpa syarat kepada Imam yang benar dan berdiri di belakang saudaranya. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan itu, kita bahkan tidak menemukan satu hal pun dalam sejarah bahwa dia, terlepas dari kinerja beberapa sahabat, menyapa Imamnya untuk kebajikan dan nasihat. Setelah kembalinya Imam HAsan as ke Madinah, Abbas, bersama dengan Imam, membantu mereka yang membutuhkan dan membagi hadiah saudaranya di antara orang-orang miskin. Pada masa itulah ia dijuluki "Bab al-Hawaij" atau pintu bagi mereka yang membutuhkan dan di periode ini digunakan untuk melindungi masyarakat miskin.

Dengan berkuasanya Yazid, Hazrat Abbas melihat umat Islam di bawah mimpi buruk buruk Bani Umayah dan kehidupan mematikan yang penuh dengan kehinaan dan kenistaan. Sekelompok penjahat Bani Umayah memegang nasib rakyat, menghancurkan kekayaan mereka dan memainkan takdir mereka. Dalam menghadapi situasi yang membuat frustrasi ini, Abbas melihat kesetiaan kepada umat dengan berada bersama kebangkitan saudaranya Husein as. Jadi, dengan bersama saudaranya, slogan kebebasan dari para hamba Umayah dan pembebasan umat Islam dari perbudakan mereka serta memulai sebuah jihad suci untuk memulihkan kehidupan yang bermartabat bagi mereka. Dalam mengejar tujuan akhir ini, dirinya dan semua pengikutnya gugur syahid.

Peringatan kelahiran Abul Fadhl al-Abbas
Ketika mereka membawa barang-barang pampasan perang di Karbala ke Syam kepada Yazid, di antara barang-barang itu ada sebuah bendera besar. Yazid dan mereka yang ada di ruangan tersebut melihat melihat bahwa semua bendera ditusuk, tetapi pegangannya tidak masalah. Yazid bertanya, "Siapa yang membawa bendera ini?" Ada yang menjawab, "Abbas bin Ali". Yazid terkejut dan menghormati bendera itu dengan tiga kali berdiri dan kembali duduk lalu berkata, "Lihatlah bendera ini! Tidak ada yang selamat dari tusukan tombak dan pedang, kecuali pegangannya." Tiba-tiba Yazid berkta, "Wahai Abbas! Engkau berhasil menjauhkan laknat dan sumpah serapah dari dirimu. Sumpah serapah memang bukan untuk dirimu."

Iya. Demikianlah cara dan makna loyalitas seorang saudara kepada saudaranya.

Salam kepada Hazrat Abbas. Salam kepada manusia agung yang dipanggil Abu al-Fadhl karena kebajikan dan wajahnya yang bercaya membuatnya dikenal dengan "Qamar Bani Hasyim" atau bulan Bani Hasyim. Imam Shadiq as di awal bacaan ziarah untuk Hazrat Abbas mengakui kemurnia iman dan hati nuraninya yang tinggi lalu berkata:

أَشْهَدُ أَنَّکَ لَمْ تَهِنْ وَ لَمْ تَنْکُلْ وَ أَنَّکَ مَضَیْتَ عَلَى بَصِیرَةٍ مِنْ أَمْرِکَ

"Aku bersaksi bahwa engkau tidak pernah sekalipun menunjukkan kelemahan dan tidak kembali, tapi perjalananmu berdasarkan iman dan hati nurani dalam agama."

 

Imam Ali Zainal Abidin as dilahirkan tanggal 5 Sya'ban tahun 38 Hijriyah di kota Madinah. Putra Imam Husein as ini dijuluki dengan sebutan as-Sajjad, karena tekun beribadah dan bersujud kepada Allah Swt. Selain dekat dengan Tuhan, Imam Sajjad as juga dikenal sebagai orang yang sangat dermawan, baik budi, dan penyantun terutama kepada orang miskin, anak yatim dan orang-orang tertindas.

Tahun-tahun kepemimpinan Imam Sajjad as bersamaan dengan salah satu era kelam dan paling mencekam dalam sejarah pemerintahan Islam. Meskipun pada zaman Imam Ali as telah muncul sebuah rezim tirani yang digawangi oleh Muawiyah bin Abu Sufyan, tapi pada era Imam Sajjad as, para penguasa dari Dinasti Umayyah terang-terangan melecehkan sakralitas Islam dan menginjak-injak prinsip-prinsip Islam serta tidak ada seorang pun yang berani memprotes fenomena itu.

Sebagian besar dari masa kepemimpinan Imam Sajjad as berbarengan dengan era kekuasaan Abdul Malik bin Marwan, penguasa tiran rezim Umayyah. Dia berkuasa lebih dari 20 tahun dan suatu hari dalam pidatonya di Madinah, berkata, "Saya tidak akan mengobati masyarakat ini kecuali dengan pedang. Demi Tuhan! Barang siapa setelah ini menyeruku kepada ketakwaan dan ketaatan, aku akan menebas lehernya." Ucapan ini disampaikan sebagai pesan kepada para khatib dan imam shalat Jumat yang membuka khutbahnya dengan kalimat "bertakwalah kepada Allah."

Imam Sajjad as
Abdul Malik bin Marwan dikenal luas sebagai tukang jagal dan penumpah darah masyarakat. Para pembantu dan panglima tentaranya juga diketahui sebagai orang-orang yang haus darah dan kejam. Sebagai contoh, lihatlah sejarah kehidupan Hajjaj bin Yusuf, penguasa kota Kufah di Irak. Seorang pakar sejarah Islam abad ketiga Hijriyah, al-Mas'udi menulis, "Hajjaj bin Yusuf telah berkuasa selama 20 tahun dan orang-orang yang tewas dengan pedangnya atau disiksa selama masa itu berjumlah 120 ribu orang! Jumlah ini tidak termasuk mereka yang tewas oleh tentaranya ketika berperang melawan Hajjaj. Para tahanan gemetar ketika mendengar nama Hajjaj, ada sekitar 50 ribu laki-laki dan 30 ribu perempuan yang dipenjara di sana. Hajjaj mengurung mereka dalam satu tempat dan penjara itu tidak memiliki atap. Para tahanan tidak aman dari musim panas dan musim dingin."

Dalam kondisi seperti itu, Imam Ali bin Husein as memikul tugas untuk membimbing umat Islam. Pada masa itu, umat Islam terjebak dalam sebuah krisis pemikiran dan akidah. Mereka mengambil jarak dari ajaran Ahlul Bait, sementara para penguasa Dinasti Umayyah berupaya menyibukkan masyarakat dengan hal-hal yang tidak penting dan sepele. Masyarakat Islam juga terancam dengan ulah para penguasa tiran yang menyebarluaskan berbagai jenis kerusakan dan kemungkaran. Hidup mewah dan hedonisme telah menjadi sesuatu yang lumrah. Mereka menguasai banyak properti dan memborong para budak, termasuk mereka yang berprofesi sebagai penyanyi dan penghibur untuk jamuan-jamuan pesta para penguasa.

Dekadensi moral itu mencapai puncaknya pada masa kekuasaan Yazid bin Muawiyah, di mana dua kota suci Mekah dan Madinah juga ternodai oleh perilaku rezim. Al-Mas'udi menulis, "Kerusakan dan noda hitam Yazid juga meracuni para pembantu dan pegawainya. Pada masanya, lagu dan tarian terang-terangan dipentaskan di Makkah dan Madinah bersama pesta pora, masyarakat juga tidak canggung-canggung lagi untuk meneguk khamar. Kondisi mengenaskan ini berlanjut pada masa Abdul Malik bin Marwan."

Menyaksikan kondisi mengerikan itu, Imam Sajjad as menempuh sebuah cara di mana tidak hanya untuk menyelamatkan budaya Islam yang terancam punah, tapi juga untuk menciptakan kondisi bagi penyebaran nilai-nilai luhur Islam. Beliau melakukan revolusi budaya dengan mendidik para tenaga pengajar untuk menghidupkan Islam dan mempersiapkan kemunculan mazhab Jakfari. Selain mengkader para murid, Imam Sajjad as juga mendidik dan memberi pencerahan kepada para budak, dan kemudian memerdekakan mereka untuk berdakwah di tengah masyarakat.

Imam Zianul Abidin as
Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa Imam Sajjad as telah memerdekakan seribu budak di jalan Allah Swt. Beliau membeli para budak dan kemudian membekali mereka dengan hakikat Islam. Ketika seorang budak dimerdekakan, pada dasarnya Imam Sajjad as telah meluluskan seorang individu yang merdeka, berpendidikan, arif, dan pecinta Ahlul Bait as. Daya tarik Imam Sajjad as sangat luar biasa di mana beberapa budak lebih memilih hidup bersama beliau daripada dimerdekakan.

Mengingat tuntutan kondisi, Imam Sajjad as tidak bisa terang-terangan menyampaikan ajaran-ajarannya kepada masyarakat. Beliau memanfaatkan metode nasehat dan doa untuk mengenalkan mereka dengan pemikiran-pemikiran Islam. Beliau menghidupkan kembali budaya Islam dan memberi pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang hakikat dan ajaran Islam. Imam Sajjad as dalam sebuah ucapannya berkata, "Jauhilah diri kalian dari berinteraksi dengan para pendosa, bekerjasama dengan para penindas, dan mendekatkan diri dengan orang-orang fasik. Waspadalah terhadap fitnah mereka dan menjauhlah dari mereka dan ketahuilah bahwa barang siapa yang menentang para auliya Allah dan mengikuti selain agama Tuhan serta bertindak gegabah di hadapan perintah kepemimpinan Ilahi, maka ia akan terperosok di neraka?"

Pada tahun 61 Hijriah, Imam Sajjad as turut menyertai ayah beliau yang berjuang melawan kezaliman pemerintahan Yazid, di Padang Karbala. Atas kehendak Allah Swt, saat itu beliau jatuh sakit sehingga tidak bisa ikut bertempur. Setelah Imam Husein as gugur syahid, tampuk imamah diemban oleh Imam Sajjad as. Di sepanjang hidupnya, Imam Sajjad as berusaha melestarikan nilai-nilai perjuangan Karbala dan menyebarluaskannya sebagai hasil dari sebuah kebangkitan besar dan abadi.

Tangisan dan ratapan duka Imam Sajjad as telah menghidupkan tragedi Karbala di tengah masyarakat. Setiap kali dibawakan air minum, beliau meneteskan air mata dan berkata, "Bagaimana aku bisa meminum air sedangkan mereka membunuh cucu Rasulullah Saw dalam keadaan dahaga?" Dan terkadang beliau juga berkata, "Setiap saat aku mengingat terbunuhnya anak-anak Fatimah as, aku tidak bisa menahan tangis." Imam Jakfar Shadiq as berkata kepada Zurarah, "Ketika kakekku Ali bin Husain as mengingat ayahnya, ia selalu menangis sehingga air mata membasahi janggut beliau dan membuat orang-orang lain yang melihatnya terharu dan menangis."

Suatu hari, Imam Sajjad as memberitahu budaknya bahwa beliau akan pergi ke padang sahara. Sang budak berkata, "Aku pun lantas mengikuti beliau. Kulihat beliau sujud di atas sebongkah batu besar. Aku berdiri sambil memperhatikan suara rintihan dan tangisannya. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari sujud sedang air mata telah membasahi seluruh janggut dan wajahnya." Kepada beliau kukatakan, "Tuanku, sampai kapan kesedihanmu akan berakhir dan tangisanmu akan selesai?"

Imam Sajjad as
Imam Sajjad as menjawab, "Tahukah kamu bahwa Nabi Ya'qub bin Ishak bin Ibrahim adalah seorang nabi, anak nabi dan cucu nabi? Beliau mempunyai 12 orang anak. Ketika Allah menjauhkan salah seorang dari mereka, rambut kepalanya memutih karena sedih, punggungnya membungkuk karena duka dan matanya menjadi buta karena selalu menangis. Padahal anaknya masih hidup di dunia. Sedangkan aku, aku dengan mata kepalaku sendiri menyaksikan ayah, saudara dan 17 orang dari sanak keluargaku dibantai dan terkapar di Padang Karbala. Bagaimana mungkin kesedihanku akan berakhir dan tangisanku akan berkurang?"

Pada tanggal 25 Muharam tahun 95 Hijriah, Imam Sajjad as gugur syahid, tak lama setelah Hisyam bin Abdul Malik membubuhkan racun ke dalam makanannya. Beliau wafat pada usia 57 tahun dan dimakamkan di Baqi? di samping makam pamannya, Imam Hasan bin Ali as

Rabu, 24 Maret 2021 20:32

Ali Akbar, Panutan Pemuda Muslim

 

Hari ini, kita memperingati kelahiran Ali Akbar, salah seorang manusia mulia dari keluarga suci Ahlul Bait Rasulullah Saw. Ali Akbar dibesarkan dan dididik oleh kakeknya, Imam Ali, dan ayahnya, Imam Husein hingga meraih derajat keilmuan dan makrifat yang tinggi. Hari kelahiran Ali Akbar di Iran dirayakan sebagai Hari Pemuda dan disambut dengan suka cita.

Putra tertua Imam Hussein ini dilahirkan pada 11 Sya'ban 33 Hijriah (653 M) di kota Madinah, dan syahid pada 10 Muharram tahun 61 H (681) dalam peristiwa Asyura di Karbala. Sang ayah menuturkan tentang putranya ini, "Pemuda ini [Ali Akbar] dari sisi fisik, akhlak dan perilakunya mirip dengan Nabi Muhammad Saw dibandingkan orang lain. Oleh karena itu, ketika rindu bertemu Rasulullah kami memandanginya,".

Sheikh Abbas Qumi dalam kitab "Muntahi al-Amal" menulis tentang  karakteristik Ali Akbar. Ulama besar Syiah ini dalam kitabnya menjelaskan, "Beliau pemuda yang tampan rupanya, baik tutur katanya. Dari sisi fisik dan perilaku mirip dengan Rasulullah Saw. Keberanian dan perjuangannya mewarisi kakeknya, Ali bin Abi Thalib. Beliau mengumpulkan seluruh kesempurnaan dan kemuliaan,".

Ali Akbar adalah sebuah cabang dari pohon yang baik dan akar yang suci serta pewaris semua kebaikan keluarga Nabi Saw. Sifat dan perilakunya merupakan sebuah kebanggaan dan teladan untuk pemuda zaman sekarang, setiap orang yang merdeka akan terpanggil untuk meneladani Ali Akbar. Para pembenci sekali pun mengakui kemuliaan pemuda ini.

Muawiyah bahkan mengakui keagungan Ali Akbar, pemuda ksatria yang paling mirip dengan Rasulullah Saw. Dalam sebuah perjamuan di istana bersama orang-orang dekatnya, Muawiyah bertanya, "Siapa orang yang paling layak sebagai pemimpin masyarakat?" "Anda wahai tuan," jawab mereka. Tapi Muawiyah berkata, "Bukan, orang yang paling layak untuk memimpin pemerintah adalah Ali bin Husein bin Ali, kakeknya adalah Rasulullah. Terhimpun dalam dirinya keberanian Bani Hasyim, kedermawanan Bani Umayyah, dan ketampanan Kabilah Tsaqifa."

Lembaran sejarah mencatat peran besar Ali Akbar dalam membela ajaran Islam bersama keluarga Ahlul Bait, terutama ayahnya, Imam Husein. Meskipun usianya tidak lebih dari 28 tahun, tapi peran beliau begitu besar dalam membela ajaran Islam yang diselewengkan oleh penguasa ketika itu. Sebagai pemuda Muslim, Ali Akbar mempertaruhkan seluruh hidupnya demi membela Islam yang diperjuangkan bersama ayahnya, Imam Husein.

Dalam budaya Islam, pemuda merupakan aset yang bernilai dan memiliki kedudukan yang tinggi. Pemuda pantas mendapat penghormatan dan perhatian karena kesucian jiwa, ketulusan, dan keberanian. Berbagai riwayat Ahlul Bait  menyebut pemuda lebih dekat dengan alam malakut dari orang lain dan menurut sabda Rasulullah Saw, "Keutamaan pemuda yang tumbuh dalam ibadah atas orang tua yang beribadah di masa tuanya, sama seperti keutamaan para nabi atas masyarakat lain."

Para sosiolog menilai pertumbuhan dan kemajuan sebuah masyarakat dari berbagai aspek budaya, sosial, dan ekonomi bergantung pada pemahaman mereka tentang generasi muda dan perhatian mereka terhadap kaum muda. Para sosiolog percaya bahwa jiwa yang lembut dan hati yang masih muda merupakan manifestasi dari semangat dan keceriaan. Jika semangat ini dibarengi dengan akhlak yang mulia dan ketaatan, maka kebahagiaan generasi muda akan hadir dan keselamatan masyarakat juga akan terjamin.

Generasi muda tentu saja ingin mencari sebuah teladan yang baik untuk mencapai kebahagiaan tersebut. Jika masih ada kontradiksi antara ucapan dan perbuatan pada diri seseorang, maka kaum muda tidak akan percaya padanya dan tidak akan mengikuti pemikiran dan ide orang tersebut.

Dalam sejarah kebangkitan Islam, kita mengenal banyak tokoh dan suri tauladan yang layak dijadikan panutan. Sosok yang lebih bertakwa, lebih bersih, dan lebih sempurna tentu saja memiliki lentera hidayah yang lebih terang untuk generasi muda. Ali Akbar bin Husein adalah salah satu panutan yang abadi untuk hari ini dan masa depan.

Ia adalah pribadi pemberani dan pembela kebenaran, ia adalah pemuda yang mulia, cerdas dan pemaaf dan masih banyak sifat-sifat terpuji lain yang melekat padanya. Sifat-sifat mulianya sudah sangat populer di kalangan teman dan musuh dan bahkan jauh sebelum peristiwa Karbala terjadi.

Ali Akbar dikenal dermawan, lembut, dan ramah dalam kehidupan sehari-harinya. Ia berkumpul bersama kaum fakir-miskin ketika mereka dipandang sebelah mata oleh orang-orang kaya dan para pecinta dunia. Beliau makan bersama-sama orang miskin dan berbagi kenikmatan dengan mereka. Kematangan pikiran dan kekuatan jiwa membuatnya tidak pernah merasa takut terhadap penguasa.

Putra Imam Husein ini adalah simbol akhlak mulia, rendah hati, keceriaan, dan penuh semangat, dan ia tidak pernah meninggalkan adab terutama di hadapan orang tuanya. Ia telah mengajarkan kaum muda rahasia keabadiaan yaitu berpihak pada kebenaran, berakhlak mulia, dan rendah hati.

Kesantunannya di hadapan sang ayah bukan semata-mata karena ikatan emosional, tapi ia memandang ayahnya sebagai imam dan panutannya. Imam Husein as juga mencintai anaknya bukan hanya selaku ayah, tapi ia adalah seorang pemuda yang mulia, suci, dan bertakwa dan oleh sebab itu, Imam Husein memuliakannya.

Pada tanggal 1 Muharram 61 H, sekelompok penduduk Kufah telah memasang kemah di Qashr Bani Muqatil, tempat persinggahan Imam Husein dalam perjalanan dari Mekah ke Karbala.

Di sana, beliau tertidur sesaat dan ketika terbangun, Imam Husein berkata, “Putraku! Sewaktu aku tertidur seketika aku bermimpi dan mendengarkan langkah kuda. Aku mendengar suara berkata, kaum ini sedang berlari, sementara kematian mengejarnya. Dari ucapan tersebut, aku menyadari bahwa kita sedang bergerak ke arah kematian." Ali Akbar berkata, “Ayahku! Bukankah kita berada di atas kebenaran?" Imam Husein menjawab, “Iya anakku, aku bersumpah dengan Dzat di mana semua makhluk akan kembali ke sisi-Nya.”

Ali Akbar menimpali, “Wahai ayah! Jika kita tegar berada di atas kebenaran, maka aku tidak takut pada kematian.” Mendengar ketegasan putranya, Imam Husein mendoakannya dengan berkata, “Semoga Allah Swt mengaruniakan atasmu kebaikan, betapa engkau anak yang baik untuk ayah."

Keberanian Ali Akbar dan kearifannya dalam beragama serta kematangan dalam berpolitik, termanifestasi selama perjalanan ke Karbala khususnya pada hari Asyura. Ia adalah pemuda pertama dari Bani Hasyim yang meminta izin dari Imam Husein untuk maju ke medan perang. Imam pun memberi izin kepadanya dan ia langsung menuju medan perang.

Perjuangan dan pengorbanan Ali Akbar hingga kini masih relevan dijadikan sebagai teladan para pemuda Muslim di era globalisasi ini. Para pemuda saat ini berada dalam kepungan informasi yang dengan mudah mereka akses. Tidak sedikit dari pemuda Muslim sibuk tenggelam dengan informasi keliru, tidak penting, bahkan menyesatkan di media sosial dan melupakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga dan bagian dari masyarakat.

Kini saatnya para pemuda meneladani jejak Ali Akbar di hari pemuda ini dengan memperbaiki akhlaknya dan mempersembahkan karya terbaiknya untuk keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya.

Imam Khomeini dalam pesannya kepada para pemuda berkata, "Para pemuda harus memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan di masa muda yang memiliki ketulusan batin, fitrah ilahi untuk menyucikan diri, menghilangkan perilaku buruk dan mencerabut kelaliman dari hatinya. Sebab adanya salah satu dari akhlak buruk dan tercela akan menjadi bahaya besar bagi kebahagiaannya,".

Alquran

Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an dan Pemerintahan yang Berorientasi Keadilan
Terwujudnya cita-cita keadilan telah menjadi salah satu keinginan terpenting semua manusia reformis dan orang-orang merdeka dalam sejarah (termasuk para nabi). Revolusi Islam Iran juga dilakukan…

Nahjolbalaghe

Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Imam Ali dan Hak Asasi Manusia dalam Nahjul Balâghah, Tinjauan Tafsir Al-Qurân
Naskah pengantar pada seminar Internasional “imam ali dan hak asasi manusia Dalam Nahjul Balagah”, Citywalk 5th floor. Jakarta 30 Juni 2009, IMAM ALI DAN HAK…