Menelisik Konflik Mesir Minus Oposisi Biner

Rate this item
(0 votes)

Konflik Mesir dewasa ini tidak lagi menjadi perseteruan nasional, tapi merembes menjadi isu internasional dengan keterlibatan negara-negara asing. Betapa tidak, sejumlah negara regional seperti Arab Saudi terang-terangan mendukung aksi militer. Di sisi lain, di jalur yang berseberangan, pemerintah Turki menyatakan dukungan penuh terhadap Mursi dan Ikhwanul Muslimin. Pemerintah Ankara dalam statemennya menolak aksi militer Mesir dan menunjukkan sikapnya sampai pada titik menarik Dubes Turki dari Kairo.

 

Krisis internal Mesir juga tidak luput dari perhatian Indonesia. Berbagai opini pun merebak, yang terbagi ke dalam dua narasi besar, pendukung militer Mesir yang berarti menolak Ikhwanul Muslimin, dan opini yang mendukung Ikhwanul Muslimin yang berarti menolak Militer. Kedua opini tersebut terbentuk setidaknya dipengaruhi tiga faktor penting.

 

Pertama,terjadinya pertarungan sengit dua kubu antara loyalis dan oposan militer-Ikhwanul Muslimin yang sangat kuat, sehingga secara realitas mempengaruhi tanda dan makna pada benak manusia.

 

Kedua, peran media dalam pembentukan opini publik. Tampaknya, pemberitaan media global saat ini juga didominasi masalah konflik Mesir dari dua kubu, baik dari media Arab dan yang mendukung aksi militer seperti Al-Arabia, maupun media dari pendukung ikhwanul muslimin seperti aljazeera. Peran media mainstream Barat juga menyumbang kontribusi sangat besar dalam menyebarluaskan dukungan dan kecaman terhadap para pelaku konflik Mesir.

 

Ketiga, rembesan konflik internal Mesir ke Indonesia juga tak luput dari ideologi Ikhwanul Muslimin, yang diadopsi di Indonesia dari gerakan mahasiswa hingga partai politik. Di sisi lain, muncul sejumlah kalangan di Indonesia yang menentang keras masuk dan berkembangnya ideologi Ikhwanul Muslimin ke Tanah Air. Kini, perseteruan itu semakin mengental, bahkan membatu.

 

Tampaknya, konflik Mesir telah mengubah perbedaan penafsiran konotasi menjadi pertarungan ideologi. Melihat fenomena Mesir, opini kitapun terbelah menjadi menjadi dua bagian: antara Militer-Ikhwanul Muslimin atau Militer-Pendukung Mursi, bahkan Militer-Rakyat. Di sini telah terjadi oposisi biner, dimana istilah yang satu dianggap lebih superior dari yang lainnya.

 

Saya tidak membahas apakah memang benar gerakan di Mesir saat ini murni gerakan rakyat atau bukan. Tapi yang jelas dalam memandang konflik Mesir harus terjadi pergeseran dari isu politik menjadi isu kemanusiaan. Sebab dari berbagai sumber sudah menyebabkan banyak korban jiwa.

 

Mungkin sudah saatnya kita tidak tidak terjebak pada kedua pertentangan friksi kepentingan politik yaitu Militer-Ikhwanul Muslimin, yang tampaknya tidak sepenuhnya mewakili rakyat Mesir secara keseluruhan.

 

Sejatinya oposisi biner yang terjadi dalam konflik Mesir harus mengalami dekonstruksi, yaitu metode analisis yang membongkar struktur tanda, terutama oposisi biner menjadi satu "permainan" tanda. Sehingga, dalam memandang konflik Mesir kita tidak lagi terjebak pada keberpihakan antara Militer-Ikhwanul Muslimin, namun rakyat Mesir secara keseluruhan. Karenanya, ada beberapa solusi yang bisa ditawarkan untuk menyelesaikan konflik itu.

 

Pertama, penghentian aksi kekerasan, baik oleh militer maupun faksi garis keras Ikhwanul Muslimin, yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral.

 

Kedua, dibentuknya pemerintah darurat sementara yg melibatkan segenap pihak kepentingan di Mesir, sekaligus berperan mengawasi transisi politik di Mesir, dan percepatan pemilu agar mampu menciptakan pemerintahan yang legitimate dan stabil.

 

Ketiga, publik internasional harus mempercayakan segenap perubahan di Mesir kepada rakyat Mesir sendiri, karena intervensi langsung, (kecuali bantuan kesehatan, pendidikan, pangan, dan lain-lain) apalagi militer asing, hanya memperparah kondisi Mesir yang bisa berujung "perang saudara", seperti yang terjadi di Suriah saat ini.

Read 1976 times