Kebuntuan Politik di Thailand

Rate this item
(0 votes)

Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra Sabtu (7/12) menyatakan, kebuntuan politik di negara ini tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Ia menjelaskan, dialog untuk mencapai hasil yang mengedepankan kepentingan pemerintah dan rakyat merupakan solusi paling tepat. Oleh karena itu, pemerintah mengharapkan dialog dengan kubu oposisi demi mengakhiri krisis yang ada.

 

Realitanya adalah pemerintahan Yingluck Shinawatra sejak satu bulan silam tetap membuka pintu dialog dengan kubu oposisi. Namun apa yang terjadi di jalan-jalan kota Bangkok dengan jelas menunjukkan bahwa masa depan pemerintah Thailand masih tetap kabur.

 

Hampir satu bulan kubu oposisi khususnya Partai Demokrat berusaha keras melumpuhkan pemerintah serta menggagalkan berbagai program dengan menggelar aksi demo dan menduduki berbagai departemen serta instansi pemerintah. Dari seluruh bukti yang ada dapat disimpulkan bahwa kubu oposisi hanya akan puas jika pemerintah tumbang.

 

Suthep Thaugsuban, pemimpin oposisi dan mantan anggota parlemen dari Partai Demokrat merupakan tokoh utama yang mengorganisir aksi demo anti pemerintah di jalan-jalan negara ini. Ia menyeru rakyat Thailand menggelar aksi demo besar-besaran pada 9 Desember yang ia sebut sebagai perlawanan terakhir terhadap pemerintah.

 

Pemimpin oposisi ini meminta rakyat pada 9 Desember mogok kerja dan berpartisipasi dalam demonstrasi penghabisan melawan pemerintah. Ia menandaskan bahwa jika demonstran mencapai satu juta orang maka dirinya akan mengumumkan kemenangan mereka dan selanjutnya akan dibentuk sebuah dewan rakyat untuk mengambilalih kekuasaan serta menjalankan roda pemerintahan.

 

Thaugsuban mengatakan jika jumlah demonstran tidak terlalu banyak, maka dirinya akan mengakui kekalahannya dan menyerahkan diri kepada polisi. Mengingat model dan gerakan demokrasi di Thailand, sepertinya Yingluck tidak akan memanfaatkan represi, sensor atau ancaman terhadap rakyat untuk menghadapi kubu oposisi. Namun apa yang telah dinyatakan oleh perdana menteri Thailand, pintu perundingan masih tetap terbuka bagi kubu oposisi dan pemerintah Bangkok tidak akan membatasi aktivitas politik di masyarakat negara ini.

 

Disebutkan bahwa proses transformasi di Thailand terus berlangsung dan di sisi lain militer lebih memilih bersikap netral serta bersedia menjadi mediator antara kedua pihak yang bertikai. Sikap militer dinilai sebagai upaya untuk mengakhiri krisis yang tengah berlangsung. Oleh karena itu dapat juga dikatakan bahwa tidak mungkin akan terjadi kudeta untuk menggulingkan pemerintah guna mengakhiri krisis politik di Thailand.

 

Salah satu komandan senior angkatan laut Thailand menolak tegas desas-desus terjadinya kudeta baru. Thailand selama ini terkenal sebagai negara yang kerap terjadi kudeta. Kudeta militer ke 18 terjadi pada 19 September 2006 yang ditujukan untuk menumbangkan pemerintahan Thaksin Shinawatra, perdana menteri saat itu. Kini sepertinya militer Thailand telah menyadari dampak dari kudeta, oleh karena itu mereka akan berusaha mengambil sikap lebih obyektif menghadapi transformasi yang ada.

 

Mungkin dapat dikatakan bahwa perdana menteri Thailand dengan statemennya telah mengalami keputusasaan politik. Padahal kelayakan politiknya telah didukung di parlemen. Namun solusi tunggal mengatasi kebuntuan politik Thailand saat ini menurut para pengamat adalah membentuk sebuah pemerintahan nasional dengan melibatkan seluruh partai.

Read 1940 times