Berbagai berita menyebutkan eskalasi pergerakan diplomatik Amerika Serikat terkait perundingan damai antara Palestina dan Rezim Zionis Israel. Pertemuan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry dengan petinggi Israel dan Otorita Palestina dalam beberapa hari lalu dapat dicermati dalam koridor ini.
Kerry tengah berusaha menemukan jalan bagi kemajuan perundingan damai dan pada hari Jumat (6/12) untuk ketiga kalinya dalam beberapa hari terakhir bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu di Baitul Maqdis serta membicarakan isu keamanan dan perundingan damai.
Disebutkan bahwa perundingan damai antara Otorita Ramallah dan Israel dengan AS sebagai mediatornya kembali dimulai Juli 2013 setelah satu tahun mandek. Kerry pada hari Jumat di Ramallah, Tepi Barat juga bertemu dengan Mahmoud Abbas, pemimpin Otorita Palestina selama tiga jam membicarakan berbagai isu.
Dalam hal ini, berbagai media melaporkan, sepertinya perundingan antara Kerry dan Abbas tidak mengalami kemajuan berarti, karena pemimpin Otorita Ramallah ini enggan menghadiri konferensi pers bersama menlu AS. Pergerakan diplomatik luas Amerika untuk keluar dari kebuntuan babak baru perundingan perdamaian bertepatan dengan propaganda palsu Washington terkiat hasil perundingan tersebut.
Di saat babak baru perundingan perdamaian Timur Tengah dimulai sejak Juli lalu, perundingan ini masih tetap mengalami kebuntuan. Hal ini diakui oleh petinggi Otorita Ramallah dan Israel dalam beberapa pekan terakhir. Di sisi lain, menlu Amerika mengklaim bahwa Palestina dan Israel semakin dekat dengan perundingan final untuk menggapai perdamaian.
Kepalsuan klaim menlu AS kian kentara ketika Saeb Erekat, juru runding Otorita mereaksi statemen Kerry tersebut dan menekankan bahwa perundingan damai dalam kondisi rumit dan sulit. Erekat dalam wawancaranya menjelaskan negosiasi panjang dan tanpa hasil antara Abbas dan Kerry mengindikasikan bahwa perundingan dalam kondisi buruk.
Tak diragukan lagi, prakarsa perdamaian baru AS merupakan pelengkap konspirasi sebelumnya Washington dan negara Barat terhadap krisis Palestina. Hal ini juga jelas bahwa prakarasa ambigu Amerika untuk menghidupkank embali perundingan damai yang sepenuhnya pro Israel sejatinya membuka peluang lebih besar Tel Aviv menuntut konsesi terhadap Palestina.
Oleh karena itu, babak baru pergerakan yang diistilahkan Amerika sebagai perdamaian di Timur Tengah sama dengan pergerakan sebelumnya negara ini di mana kebanyakan hak-hak bangsa Palestina seperti isu tawanan, pengungsi dan kondisi Baitut Maqdis serta pembentukan negara independen Palestina diabaikan.
Poros prakarsa perdamaian AS seperti pertukaran wilayah yang dimaksudkan penguasaan penuh Israel terhadap sebagain besar daerah pendudukannya di bumi Palestina menununjukkan kedalaman pergerakan Washington di kawasan.
Dalam prakarsa Amerika ini hanya ditekankan penarikan diri dari sebagian kecil wilayah Palestina serta penegasan pengakuan resmi rezim Zionis sebagai negara Yahudi oleh Otorita Ramallah dan pemerintah Arab. Dalam kondisi seperti ini, Amerika tengah menggelontorkan prakarsa baru yang praktisnya menafikan segala bentuk penarikan rezim Zionis dari bumi Palestina yang dikemas dalam bentuk strategi baru "pertukaran wilayah".
Babak baru pergerakan dan konspirasi Amerika terhadap krisis Palestina yang ditandai dengan lobi serta lawatan berulang kali Kerry ke Timur Tengah dalam beberapa bulan terakhir telah menimbulkan dampak lebih luas dan membangkitkan protes bangsa Palestina.