Masalah pemanfaatan sumber daya alam di Kutub Utara telah menjadi perhatian negara-negara di sekitar kawasan itu sejak beberapa tahun lalu.
Isu itu telah meningkatkan gesekan antara Rusia dan negara-negara Barat anggota NATO, seperti Amerika Serikat, Kanada, Norwegia, dan Denmark. AS telah mempelopori eksplorasi di Kutub Utara, akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir dan seiring dengan mencairnya es di sana, negara-negara lain juga tertarik untuk hadir di kawasan itu dan membuka arena persaingan baru.
AS, Kanada, Norwegia, Denmark, dan Rusia masing-masing mengklaim atas kepemilikan Kutub Utara dan sekitar perairan Arktik. Cina bahkan ikut melirik wilayah yang kaya energi itu.
Cina telah menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Islandia dan ini dapat menjadi sinyal atas ketertarikan kekuatan ekonomi Asia itu terhadap cadangan sumber energi di Kutub Utara.
Kutub Utara yang diketahui kaya minyak ini memang belum dimiliki negara mana pun sampai sekarang. Namun, kekayaan kandungan minyak yang mencapai 90 miliar barel ini membuat banyak negara mengajukan klaim kepemilikan.
Menurut Lembaga Survei Geologi AS, Kutub Utara dan Samudra Arktik mengandung 13 persen cadangan minyak mentah yang belum ditemukan dan 30 persen cadangan gas alam dunia.
Kegiatan perikanan juga mulai meningkat di wilayah itu dan jenis-jenis bahan tambang langka sudah ditemukan di sana.
Kandungan berlimpah itu mendorong persaingan ketat untuk menguasai wilayah Kutub Utara dan diprediksikan bahwa di tahun-tahun mendatang, perseteruan untuk mengeruk cadangan energi di wilayah itu akan menjadi tantangan besar antara Rusia dan NATO.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Desember 2013, memerintahkan militer Rusia untuk meningkatkan kehadirannya di kawasan Arktik setelah Kanada mengisyaratkan niatnya untuk mengklaim kepemilikan Kutub Utara dan perairan di sekitarnya.
"Saya ingin Anda mencurahkan perhatian khusus untuk mengembangkan infrastruktur dan unit militer di Arktik," kata Putin dalam sambutannya di pertemuan Kementerian Pertahanan Rusia.
Rusia telah menghidupkan pangkalan-pangkalan militer bekas Uni Soviet di Kepulauan Siberia Baru. Moskow mengumumkan bahwa sejumlah pangkalan militer yang ditinggalkan oleh Uni Soviet di wilayah Kutub Utara akan dihidupkan kembali.
Sementara itu, negara-negara Barat yang dipimpin oleh AS menentang keras pendekatan Rusia. Dengan menggelar manuver militer gabungan dan juga meningkatkan jumlah pasukan, Barat berupaya mendeklarasikan kehadirannya di wilayah strategis itu.
Pemerintahan Barack Obama sedang berunding dengan para pejabat perdagangan, industri, dan lingkungan hidup AS untuk menyusun strategi Washington di Kutub Utara.
Meski demikian, beberapa politisi AS menuding pemerintah tidak mencurahkan perhatian yang cukup di Kutub Utara. Senator Lisa Murkowski percaya bahwa AS tidak berbuat banyak di Kutub Utara dibanding negara-negara lain yang melakukan aktivitas di wilayah itu.
Jelas bahwa persaingan tersebut akan mendorong negara-negara di sekitar Kutub Utara untuk meningkatkan jumlah pasukannya di kawasan. Akan tetapi, kebijakan itu berpotensi melahirkan perang dan menciptakan krisis baru di dunia.