Presiden Perancis, Francois Hollande melawat Riyadh, Arab Saudi dengan membawa segudang harapan. Lawatan tersebut dimulai sejak Ahad (29/12). Presiden Perancis dari kubu Sosialis ini berusaha menyelamatkan perekonomian negaranya dan mengurangi angka pengangguran dengan menjalin berbagai kontrak dengan negara kaya minyak dunia ini.
Arab Saudi tercatat sebagai mitra dagang pertama Perancis di Timur Tengah. Volume perdagangan kedua negara di tahun ini mencapai delapan miliar euro. Tahun ini Perancis berhasil menjual produk dan jasa ke Arab Saudi senilai tiga miliar euro, namun Paris membeli minyak dan olahannya dari Riyadh sebesar lima miliar euro.
Hollande optimis dengan menjalin sejumlah kontrak, khususnya penjualan senjata ke Riyadh, berusaha mengubah neraca perdangangan kedua negara yang saat ini lebih menguntungkan Arab Saudi menjadi keuntungan Paris. Arab Saudi dari 15 negara dunia tercatat sebagai negara yang paling besar membelanjakan anggaran negaranya untuk sektor militer. Dalam hal ini Riyadh menempati posisi ketujuh dunia. Perbandingan antara anggaran militer dan produk bruto Arab Saudi sebesar sembilan persen. Jika dilihat dalam anggaran seluruh negara dunia, maka angka ini mencakup 2,3 persen dari anggaran total militer di dunia.
Salah satu kinerja Perancis untuk menyelamatkan perekonomiannya adalah mengekspor secara besar-besaran senjata. Oleh karena itu, Riyadh dalam hal ini menjadi sasaran pasar terbesar Paris. Berbagai lobi Perancis dengan petinggi Arab Saudi berujung pada kesepakatan Riyadh untuk membeli roket dari darat ke udara Crotale dari Paris. Diharapkan kesepakatan tersebut menjadi final dalam lawatan Hollande kali ini.
Transaksi rudal jarak pendek Crotale dan memiliki fungsi sebagai sistem pertahanan udara serta darat, ditaksir senilai 2,7 miliar dolar. Selain itu, petinggi Paris mengharuskan mitra Arabnya ini untuk menandatangani kontrak teknis dan jasa perawatan dengan perusahaan Perancis senilai 2,4 miliar euro.
Jika Hollande berhasil meraih ambisinya dalam lawatan ke Riyadh kali ini dan menjadikan kontrak tersebut final, maka salah satu perusahaan senjata Perancis yang tengah dilanda krisis akan terselamatkan. Perusahaan Thales, merupakan salah satu dari 500 perusahaan besar dunia dan memiliki 65 ribu pekerja yang tersebar di 56 negara dunia.
Pemasukan Thales di tahun 2011 mencapai lebih dari 13 miliar euro. 60 persen penjualan perusahaan ini dari senjata. Di dunia, Thales menempati peringkat ke 11 dari kontraktor militer. Sementara itu, Paris termasuk salah satu pemilik saham di Thales yang tengah dilanda krisis serta menunggu berita baik dari lawatan Hollande ke Riyadh.
Di sisi lain, Hollande berusaha mencantumkan pembelian kapal destroyer jenis Sawari dan kapal selam dalam kontrak senjata dengan Arab Saudi. Namun petinggi Riyadh ternyata mengalokasikan dana besar militernya untuk memajukan kebijakan luar negerinya. Salah satunya adalah memberi konsesi dalam pembelian senjata yang besar, sehingga mampu menggalang koordinasi lebih besar dengan pemerintah Paris dalam kebijakan Riyadh di Suriah, khususnya terhadap Iran serta menekan Tehran.
Konsesi ekonomi merupakan salah satu harapan Paris dari Riyadh. Arab Saudi untuk menjatuhkan pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah juga sangat membutuhkan kerjasama lebih besar dengan Paris. Riyadh meminta Paris menjegal rencana internasional terkait rekonsiliasi nasional di Suriah. Sejatinya syarat Riyadh kepada Paris adalah untuk menyukseskan rencana Arab Saudi di Timur Tengah. Di Timur Tengah Arab Saudi berusaha memperlemah front muqawama anti Israel dan meningkatkan saham Riyadh dalam konstelasi di kawasan.