Amerika Serikat dan Korea Selatan memulai latihan militer bersama tahunan di perairan Semenanjung Korea pada hari Senin (24/2) meskipun ada protes keras dari Korea Utara.
 
Latihan rutin dengan sandi "Key Resolve" dan "Foal Eagle" ÔÇô yang dikecam oleh Korut sebagai latihan untuk invasi ÔÇô akan berlangsung hingga tanggal 18 April dan melibatkan total 12.700 tentara Amerika dan sejumlah besar pasukan Korsel. Ini merupakan salah satu latihan militer terbesar yang dilakukan oleh kedua negara.
 
Korut telah memperingatkan AS dan Korsel agar menunda latihan militer di kawasan. Pyongyang mendesak penundaan latihan gabungan sampai setelah reuni keluarga kedua Korea selesai pada hari Selasa, namun Seoul menolak permintaan itu.
 
Amerika juga bersikeras untuk tetap melaksanakan latihan militer dengan Korsel dan negara itu tidak bersedia untuk membatalkan kegiatan tersebut bahkan jika kondisi hubungan kedua Korea membaik.
 
Sejumlah pengamat percaya bahwa AS mengincar beberapa tujuan dengan menggelar manuver militer rutin dengan sekutu-sekutunya. Meskipun Washington berdalih bahwa latihan itu hanya untuk mempertahankan kesiapan pasukan kedua negara dalam menghadapi serangan potensial dari Korut, namun Amerika sebenarnya ingin memamerkan peralatan-peralatan tempur barunya dan juga menegaskan superioritasnya di wilayah Asia Timur.
 
Dalam kondisi sekarang, kehadiran Amerika di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara menghadapi tantangan serius di tengah pertumbuhan kekuatan ekonomi Cina dan ASEAN. Oleh karena itu, Washington berusaha menutupi kelemahan itu dengan mengandalkan kekuatan militernya.
 
Amerika juga ingin memiliterisasi wilayah tersebut dan menciptakan ketegangan di sana serta mendorong negara-negara regional pada perlombaan senjata sehingga bisa menjual produk-produk industri militernya.
 
Pada dasarnya, rakyat dan para aktivis politik Korsel telah meminta pemerintah untuk menjaga jarak dari Amerika dan bergabung dengan Cina serta negara-negara lain di kawasan guna memperbaiki hubungan kedua Korea dan memacu pertumbuhan ekonomi mereka.
 
Akan tetapi, pemerintah Seoul lebih tertarik untuk melanjutkan kerjasama ekonomi dan militer dengan Washington. AS juga memandang Korsel sebagai mitra terpenting untuk memajukan program-program militer Pentagon di wilayah itu. Sebab, kehadiran Korsel bersama Jepang, Australia, Filipina, dan Indonesia akan menyempurnakan strategi untuk mengisolasi Cina.
 
Dengan cara itu, Amerika akan semakin dekat dengan tujuannya yaitu menghalau pengaruh Cina di Asia Timur. Sejalan dengan itu, AS mendukung pemerintah Jepang untuk membuat perubahan dalam kebijakan militernya dan mendorong Filipina untuk meningkatkan pembelian peralatan militer dari AS.
 
Secara umum, Washington masih mengadopsi pola pikir Perang Dingin dan ingin mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi dengan mengandalkan kekuatan militer.