Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memulai aktivitasnya sejak tanggal 24 Oktober 1945 pasca Perang Dunia Kedua. PBB hingga sekarang telah berumur 70 tahun. Lalu bagaimana rekam jejak dan rapor lembaga dunia ini?
Penggalian atas pertanyaan ini akan mengungkap bahwa PBB telah gagal dalam menjalankan tugas utamanya, yaitu mencegah atau mengakhiri perang dan konflik di dunia.
Lalu muncul pertanyaan lain; mengapa PBB tidak mampu menunjukkan peran efektifnya, padahal lembaga ini menjadi sumber kebijakan kolektif? PBB seharusnya mampu mencegah konflik di dunia, sebab hanya upaya dan kebijakan kolektif yang mampu memperkuat perdamaian, keamanan dan kerjasama di antara negara-negara dunia.
Menurut pandangan para pengkritik PBB, penyebab kegagalan lembaga internasional ini dalam menjalankan tugasnya bisa dilihat dari peran negara-negara anggota yang dianggap lebih besar dan sebagai pemilik kekuatan pasca Perang Dunia II, di mana negara-negara ini memaksakan tuntutannya terhadap negara-negara lain.
Piagam PBB telah menghadapi banyak tantangan. Tantangan ini dimulai dengan terbaginya dunia menjadi dua blok: Timur dan Barat. Setelah Uni Soviet runtuh dan terjadi perubahan sistem dua kutub, intervensi dan intimidasi kekuatan-kekuatan dunia serta pengenaan perang dan pengusiran terus berlanjut dengan dimensi yang lebih besar.
Rekam jejak PBB menunjukkan bahwa lembaga dunia ini tidak mampu mencegah genosida Rwanda dan pembataian di Srebrenica. Sikap lemah PBB dalam mencegah dan menangani genosida-genosida tersebut telah menyebabkan cita-cita yang termuat dalam Piagam PBB tampaknya tidak akan pernah tercapai.
Gholamali Khoshroo, Duta Besar Republik Islam Iran untuk PBB yang mewakili Gerakan Non-Blok (GNB) menyinggung tantangan tersebut dalam pertemuan untuk membahas metode kerja Dewan Keamanan PBB. Ia mengatakan, GNB menuntut transparansi dan kinerja yang lebih dalam pendekatan PBB dan Dewan Keamanan.
Pengalaman-pengalaman pahit selama dua dekade terakhir di Afghanistan, Irak dan tragedi berdarah di Yaman dan Palestina telah membuktikan bahwa PBB tidak mampu menyelesaikan persoalan dan konflik yang melanda negara-negara dunia.
Saat ini, PBB harus membayar mahal atas penyalahgunaan kekuatan-kekuatan intervensif terutama Amerika Serikat. Sebenarnya, ketidakmampuan dan persoalan yang dihadapi PBB saat ini tidak terlepas dari hasil tren di masa lalu.
Kinerja PBB pada praktiknya merupakan "permainan politik dengan skor nol," dan jika pun terjadi peristiwa positif, hal ini dikarenakan sikap tegas dan resistensi sejumlah negara terhadap kekuatan-kekuatan dunia yang berusaha memaksakan kehendak.
Yang jelas, tujuan terpenting pembentukan PBB adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan serta mencegah terjadinya perang. Dalam kerangka ini, DK-PBB menempati posisi sebagai penjaga perdamaian. Oleh karena itu, tuntutan utama difokuskan pada masalah ini.
Sekarang, situasinya berbeda dibandingkan dengan kondisi di masa lalu. Pasalnya, dunia selalu mengalami perubahan cepat dan masyarakat dunia menuntut kedisiplinan dan penghormatan terhadap hukum internasional sebagai ganti dari kebijakan yang mengedepankan kekuatan.
Satu hal yang diperlukan oleh masyarakat internasional saat ini adalah peningkatan kepercayaan kepada PBB untuk menghapus keraguan tentang peran badan dunia ini dalam menjaga dan melindungi perdamaian dan tatanan dunia.
Hal itu penting mengingat tak satupun negara yang akan mampu melindungi diri dari persoalan akibat kesalahan PBB. Seperti hal nya hari ini, bahaya terorisme, krisis ekonomi, gelombang imigran dan bahkan ancaman perubahan iklim, telah membuat dunia berada dalam bahaya dan ancaman serius, di mana hanya upaya kolektif yang mampu untuk menyelesaikanya.