Pemerintah Mesir melanjutkan kebijakan represifnya terhadap oposisi, bahkan tidak ada tempat yang aman dari kekerasan dan serangan aparat keamanan negara ini. Hal ini mencerminkan bahwa para pejabat Mesir masih mengedepankan kebijakan tangan besi terhadap oposisi terutama para mahasiswa.
Pusat Hak Asasi Manusia Mesir telah mengumumkan data terkait kekerasan aparat keamanan negara ini terhadap para mahasiswa. Data tersebut diumumkan pada Selasa, (17/11/2015) dalam sebuah pernyataan yang bertepatan dengan Hari Mahasiswa, 17 November.
Disebutkan bahwa 245 mahasiswa Mesir tewas dan 487 lainnya hilang selama dua tahun pasca tergulingnya Muhammad Mursi, Presiden Mesir pada tahun 2013.
Menurut Pusat HAM Mesir, 5.032 mahasiswa juga ditangkap dalam jangka waktu dua tahun tersebut. Namun 2.004 orang dari mereka telah dibebaskan dan sisanya hingga sekarang masih mendekam di penjara-spenjara Mesir.
Sementara itu, 487 mahasiswa Mesir hingga sekarang tidak diketahui nasibnya setelah berpartisipasi dalam protes anti-pemerintah. 300 mahasiswa Mesir juga dilaporkan diadili di pengadilan militer, di mana 60 orang dari mereka dipersidangkan secara in Absentia.
Sejak tergulingnya Mursi, Mesir tak henti-hentinya dilanda demonstrasi dari berbagai kalangan masyarakat termasuk para mahasiswa. Mereka menggelar protes di kampus-kampus dan jalan-jalan kota.
Aksi tersebut sering direspon keras oleh aparat keamanan Mesir. Banyak mahasiswa yang ditangkap dan kemudian tidak diketahui nasib mereka.
Sejak dimulainya tahun ajaran baru di perguruan-perguruan tinggi Mesir dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah mulai meningkatkan tekanannya terhadap oposisi terutama dari kalangan mahasiswa.
Menurut pandangan para pemimpin Mesir, perguruan tinggi merupakan salah satu pusat utama gerakan dan provokasi opini publik di negara ini. Oleh karena itu mereka mengambil langkah ketat di seluruh pusat pendidikan.
Untuk mengontrol situasi di perguruan tinggi, pemerintah Mesir menyerahkan tanggung jawab pengawasan terhadap seluruh perguruan tinggi pemerintah kepada sebuah perusahaan keamanan swasta. Pengawasan ini dilakukan secara berkelanjutan.
Langkah-langkah tersebut diambil ketika selama beberapa pekan terakhir, aparat keamanan Mesir melakukan patroli di sekitar perguruan tinggi di berbagai kota besar negara ini.
Namun faktanya, setiap kebijakan keamanan di internal Mesir diperketat dan tindakan represif ditingkatkan, situasi dan krisis di negara ini justru semakin rumit.
Saat ini, tidak hanya gerakan Ikhwanul Muslimin yang mendukung para mahasiswa, namun Koalisi Pendukung Legitimasi juga memberikan dukungan untuk melawan kebijakan represif para pejabat Mesir.
Rakyat Mesir berharap situasi HAM di negara mereka membaik setelah tumbangnya rezim Hosni Mubarak, namun harapan ini alih-alih terealisasi, pelanggaran nyata terhadap HAM justru meningkat di periode pemerintahan Abdel Fattah El Sisi.
Hak untuk berkumpul dan berbicara telah dibatasi, bahkan tidak sampai di sini saja, pemerintah Mesir juga mengesahkan undang-undang terorisme pada tahun lalu yang menganggap pemrotes sebagai teroris dan harus diadili di pengadilan militer dengan ancaman vonis hukuman mati dan penjara dalam jangka waktu lama.
Sebenarnya, pengesahan UU anti-terorisme dalam rangka untuk meningkatkan pengekangan terhadap gerak oposisi dan juga sebagai langkah untuk memperkuat kebijakan tangan besi pemerintah.
Berdasarkan UU tersebut, pemerintah Mesir memiliki wewenang untuk menumpas segala bentuk protes dan menangkap oposisi dengan dalih mendukung terorisme. Pemerintah El Sisi juga bisa membubarkan atau membekukan setiap kelompok oposisi dengan dalih mendukung terorisme.
Kelanjutan protes anti-pemerintah khususnya para mahasiswa menunjukan bahwa para pejabat Mesir telah gagal untuk meyakinkan rakyat negara ini untuk menerima penggulingan Mursi dan melegitimasi pemerintahan sekarang.